2 Cara China Memperkuat Jaringan Intelijen, Salah Satunya Memanfaatkan Diaspora
loading...
A
A
A
BEIJING - Sebagai negara dengan kekuatan besar, China terus memperkuat jaringan spionasenya. Mereka juga terus menambah jumlah aset yang menjadi penyedia informasi kepada para agen intelijen China.
Peningkatan aktivitas spionase yang dilakukan China terbukti dengan penangkapan para aset dan agen intelijen Beijing. Yang terbaru adalah seorang pria asal Massachusetts, Amerika Serikat (AS), ditangkap karena memberikan informasi terkait aktivitas pembangkang China. Pria itu adalah Litang Liang, 63, dari Brighton, yang ditangkap pada 9 Mei 2023 lalu.
Departemen Kehakiman AS menyatakan, Liang telah menyampaikan informasi tentang penduduk Boston, kelompok pembangkang China, dan organisasi pro-Taiwan, kepada para pejabat pemerintah China. Liang mengorganisir demonstrasi terhadap para pembangkang pro-demokrasi dan menyerahkan foto mereka kepada Kementerian Keamanan Publik.
Insiden tersebut menunjukkan aktivitas spionase yang dilakukan China telah menunjukkan peningkatan. Berikut adalah 2 strategi yang dilakukan China dalam memperkuat jaringan spionasenya di luar negeri.
1. Memanfaatkan Diaspora
Selama ini, China memang selalu menggaungkan tentang kebangkitan kembali China sebagai bangsa, bukan hanya sebagai negara. Itu menunjukkan kesan bahwa Beijing berusaha menggalang dukungan diaspora China di seluruh dunia untuk mendukung kebangkitan China.
"China memperkuat dukungan di kalangan diaspora," kata analis RAND Corporation, Timothy R Heath.
Kenapa China mengandalkan diasporanya? Diaspora China kini mencapai 60 juta tersebar di seluruh dunia, di mana 70% berasal di Asia, khususnya Asia Tenggara. Pemerintah China menganggap diaspora tersebut sebagai warga CHina di luar negeri. Pada Februari 2017, Presiden Xi Jinping mengatakan perlunya persatuan bagi warga China di luar negeri untuk mewujudkan mimpi China. Bahkan, China menawarkan program tur berwisata kembali ke tanah leluhur bagi 400.000 diaspora China.
Seperti diakui oleh Teng Biao, aktivis hak asasi manusia dan profesor di Universitas Chicago, agen intelijen China kerap menyusup ke komunitas diaspora. "Banyak diaspora China di luar negeri umumnya memiliki keluarga yang masih tinggal di China. Kita khawatir tentang keselamatan mereka," kata Teng.
Biro Penyidik Federal (FBI) telah menyelidiki 2.000 insiden spionase China, peningkatan paling tajam dalam spionase ekonomi. Bahkan, FBI selalu membuka penyelidikan baru terkait spionase China setiap 10 jam.
2. Menyuap Pejabat untuk Dijadikan Aset
Untuk mendapatkan informasi penting, China menawarkan uang kepada para pejabat pemerintahan di suatu negara untuk menjadi aset. Nantinya, aset tersebut menjadi pengumpul informasi dan disampaikan kepada China.
Pada 2022, agen intelijen China He Guochun dan Wang Zheng menawarkan Bitcoin senilai USD61.000 kepada pejabat pemerintah Amerika Serikat untuk mendapatkan informasi rahasia. Kedua agen tersebut juga dinyatakan sukses merekrut pegawai AS untuk bekerja bagi pemerintah China. Demi menjadi aset, para agen spionase CHina mengeluarkan dana senilai USD14.600 dalam bentuk perhiasan hingga transfer melalui rekening.
Di Inggris, pada Januari 2022, MI5, badan intelijen domestik, memperingatkan adanya agen spionase China yang menginfiltrasi ke parlemen. Tudingan itu setelah Christine Ching Kui Lee yang diduga memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis China dan berusaha mempengaruhi anggota parlemen.
Lee sudah memberikan banyak dana ke beberapa anggota parlemen Inggris, seperti Barry Gardiner dari Partai BUruh dan Ed Davey dari Partai Liberal Demokrat. Misalnya, Gardiner telah menerima lebih dari 420.000 poundsterling dalam lima tahun terakhir. Sedangkan Davey pernah menerima donasi 5.000 poundsterling ketika dia menjadi menteri energi.
Peningkatan aktivitas spionase yang dilakukan China terbukti dengan penangkapan para aset dan agen intelijen Beijing. Yang terbaru adalah seorang pria asal Massachusetts, Amerika Serikat (AS), ditangkap karena memberikan informasi terkait aktivitas pembangkang China. Pria itu adalah Litang Liang, 63, dari Brighton, yang ditangkap pada 9 Mei 2023 lalu.
Departemen Kehakiman AS menyatakan, Liang telah menyampaikan informasi tentang penduduk Boston, kelompok pembangkang China, dan organisasi pro-Taiwan, kepada para pejabat pemerintah China. Liang mengorganisir demonstrasi terhadap para pembangkang pro-demokrasi dan menyerahkan foto mereka kepada Kementerian Keamanan Publik.
Insiden tersebut menunjukkan aktivitas spionase yang dilakukan China telah menunjukkan peningkatan. Berikut adalah 2 strategi yang dilakukan China dalam memperkuat jaringan spionasenya di luar negeri.
1. Memanfaatkan Diaspora
Selama ini, China memang selalu menggaungkan tentang kebangkitan kembali China sebagai bangsa, bukan hanya sebagai negara. Itu menunjukkan kesan bahwa Beijing berusaha menggalang dukungan diaspora China di seluruh dunia untuk mendukung kebangkitan China.
"China memperkuat dukungan di kalangan diaspora," kata analis RAND Corporation, Timothy R Heath.
Kenapa China mengandalkan diasporanya? Diaspora China kini mencapai 60 juta tersebar di seluruh dunia, di mana 70% berasal di Asia, khususnya Asia Tenggara. Pemerintah China menganggap diaspora tersebut sebagai warga CHina di luar negeri. Pada Februari 2017, Presiden Xi Jinping mengatakan perlunya persatuan bagi warga China di luar negeri untuk mewujudkan mimpi China. Bahkan, China menawarkan program tur berwisata kembali ke tanah leluhur bagi 400.000 diaspora China.
Seperti diakui oleh Teng Biao, aktivis hak asasi manusia dan profesor di Universitas Chicago, agen intelijen China kerap menyusup ke komunitas diaspora. "Banyak diaspora China di luar negeri umumnya memiliki keluarga yang masih tinggal di China. Kita khawatir tentang keselamatan mereka," kata Teng.
Biro Penyidik Federal (FBI) telah menyelidiki 2.000 insiden spionase China, peningkatan paling tajam dalam spionase ekonomi. Bahkan, FBI selalu membuka penyelidikan baru terkait spionase China setiap 10 jam.
2. Menyuap Pejabat untuk Dijadikan Aset
Untuk mendapatkan informasi penting, China menawarkan uang kepada para pejabat pemerintahan di suatu negara untuk menjadi aset. Nantinya, aset tersebut menjadi pengumpul informasi dan disampaikan kepada China.
Pada 2022, agen intelijen China He Guochun dan Wang Zheng menawarkan Bitcoin senilai USD61.000 kepada pejabat pemerintah Amerika Serikat untuk mendapatkan informasi rahasia. Kedua agen tersebut juga dinyatakan sukses merekrut pegawai AS untuk bekerja bagi pemerintah China. Demi menjadi aset, para agen spionase CHina mengeluarkan dana senilai USD14.600 dalam bentuk perhiasan hingga transfer melalui rekening.
Di Inggris, pada Januari 2022, MI5, badan intelijen domestik, memperingatkan adanya agen spionase China yang menginfiltrasi ke parlemen. Tudingan itu setelah Christine Ching Kui Lee yang diduga memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis China dan berusaha mempengaruhi anggota parlemen.
Lee sudah memberikan banyak dana ke beberapa anggota parlemen Inggris, seperti Barry Gardiner dari Partai BUruh dan Ed Davey dari Partai Liberal Demokrat. Misalnya, Gardiner telah menerima lebih dari 420.000 poundsterling dalam lima tahun terakhir. Sedangkan Davey pernah menerima donasi 5.000 poundsterling ketika dia menjadi menteri energi.
(ahm)