Duduk Perkara Wanita Hindu Kalah Gugatan soal 3 Anaknya Masuk Islam Tanpa Izin
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Kandas sudah upaya Loh Siew Hong, ibu beragama Hindu di Malaysia , untuk membatalkan status Muslim ketiga anaknya setelah Pengadilan Tinggi menolak permohonannya.
Konversi agama dari Hindu ke Islam oleh tiga anak itu dilakukan sepihak oleh mantan suami Loh, Muhammad Nagashwaran Muniandy—yang juga mualaf, setelah pasangan itu berpisah.
Loh berargumen konversi agama ketiga anaknya tidak sah karena tanpa sepengetahuan dan tanpa izin darinya.
Kasus ini unik karena Loh menggugat otoritas keagamaan Negara Bagian Perlis karena memfasilitasi konversi agama tersebut dengan menerbitkan sertifikat atau akta pindah agama untuk ketiga anak itu.
Dalih putusan Pengadilan Tinggi Perlis yang menolak permohonan Loh cukup sederhana, yakni pengadilan mengutamakan kesejahteraan ketiga anak tersebut.
Pertimbangan lainnya, ketiganya tetap menjalankan perintah agama Islam dan tidak berniat kembali ke agama Hindu meski ketiganya kembali dalam asuhan ibunya.
Hakim Pengadilan Tinggi Datuk Wan Ahmad Farid Wan Salleh mengatakan dalam keputusannya bahwa tidak ada bukti ketiga anak tersebut telah berhenti memeluk Islam.
Hakim mengatakan Loh tak menampik pernyataan mantan suaminya bahwa anak-anaknya tetap melaksanakan salat.
Loh (35) memperoleh hak asuh atas tiga anak—gadis kembar berusia 14 dan seorang putra berusia 11 tahun—pada tahun 2021 tetapi baru dipertemukan kembali dengan mereka tahun lalu setelah perintah pengadilan keluar, karena suaminya diduga kabur bersama tiga anak tersebut sejak 2019.
Pada Agustus tahun lalu, dia mengajukan peninjauan kembali untuk membatalkan perpindahan agama sepihak dari ketiga anaknya oleh mantan suaminya, Nagashwaran Muniandy—yang sebelumnya Hindu kemudian mualaf.
Masuk Islamnya tiga anak itu dicatat dalam Daftar Mualaf Perlis pada Juli 2020.
Hakim Wan Ahmad Farid pada 11 Mei lalu mengatakan keputusannya didasarkan pada tidak adanya bukti bahwa ketiga anak tersebut telah berhenti memeluk agama Islam saat berada di bawah asuhan ibunya.
“Jadi, meskipun akta pindah agama itu bukan bukti konklusif, mengingat sifatnya yang sepihak, kekuatan buktinya akan menunjukkan bahwa ketiga anak itu tetap memeluk agama Islam,” kata hakim.
Hakim juga mengatakan akta pindah agama tiga anak dikeluarkan sesuai dengan Syariat Islam Perlis, di mana anak telah mengucapkan syahadat dengan ikhlas.
Hakim mengatakan bahwa surat pernyataan dari Kepala Eksekutif Perlis Islamic Religious and Malay Customs Council (MAIPs) Mohd Nazim Mohd Noor menyatakan bahwa anak-anak tersebut menunjukkan niat melalui tindakan mereka untuk tetap dalam Islam bahkan ketika mereka berada di bawah pengawasan Loh tahun lalu.
Hakim Wan Ahmad Farid menambahkan, dalam keterangan tertulis itu juga tersirat bahwa anak-anak pada 22 Februari tahun lalu itu masih memeluk agama Islam, menunaikan salat subuh, bahkan salah satunya ingin menjadi pengacara syariah.
Mengenai ketergantungan Loh pada putusan penting Pengadilan Federal tahun 2018 dalam kasus M. Indira Gandhi, Hakim Wan Ahmar Farid mengatakan kesejahteraan anak-anak dalam kasus Loh berbeda.
“Mengingat semua keadaan kasus, tidak ada bukti di hadapan saya bahwa ketiga anak itu tidak senang tinggal bersama pemohon. Oleh karena itu, kesejahteraan anak, dalam pengertian Indira Ghandi, menyatakan bahwa status quo harus tetap ada," katanya.
“Dengan alasan tersebut di atas, permohonan peninjauan kembali ini ditolak,” imbuh hakim, seraya menambahkan bahwa pengadilan tidak menetapkan biaya karena kasus tersebut adalah masalah kepentingan umum.
Kasus yang diajukan Loh ini mirip dengan kasus serupa yang diajukan wanita Hindu—juga di Malaysia—bernama M. Indira Gandhi.
Indira Gandhi pada tahun lalu mengajukan gugatan terhadap delapan undang-undang yang memungkinkan konversi sepihak ke Islam di tujuh negara bagian serta Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan.
Indira, dua wanita yang disebut oleh MalayMail sebagai "A" dan "M" untuk melindungi keselamatan mereka, dan 11 lainnya mengajukan gugatan di Pengadilan Tinggi di Kuala Lumpur pada 3 Maret tahun lalu melalui panggilan awal.
Kedelapan responden dalam gugatan itu disebutkan sebagai pemerintah negara bagian Perlis, Kedah, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Johor dan pemerintah wilayah federal Malaysia.
Dalam gugatannya, Indira dan 13 orang lainnya meminta Pengadilan Tinggi untuk menyatakan pemberlakuan negara yang mengizinkan konversi sepihak anak-anak ke dalam Islam sebagai batal atau tidak sah karena melanggar Konstitusi Federal, terutama Pasal 12(4) dan mengingat keputusan Pengadilan Federal tahun 2018.
Berdasarkan Pasal 12(4), agama seseorang yang berusia di bawah 18 tahun harus diputuskan oleh “orang tua atau walinya”.
Pengadilan Federal pada 29 Januari 2018 telah memutuskan dalam sebuah kasus—yang melibatkan tantangan sukses Indira terhadap konversi sepihak ketiga anaknya ke Islam oleh mantan suaminya yang berpindah agama Muslim tanpa sepengetahuan atau persetujuannya—bahwa kata “orang tua” dalam Pasal 12( 4) diartikan sebagai “orang tua” jika keduanya masih hidup.
Dengan kata lain, Pengadilan Federal telah memutuskan pada tahun 2018 dalam kasus Indira bahwa untuk anak yang lahir dari perkawinan sipil atau pasangan yang keduanya non-Muslim, persetujuan dari ibu dan ayah (jika keduanya masih hidup) adalah diperlukan sebelum sertifikat masuk Islam dapat dikeluarkan untuk anak-anak tersebut.
Dalam kasus yang diajukan M. Indira Gandhi, dua anaknya mengaku sebagai korban konversi sepihak oleh ayah mereka yang sudah mualaf.
Konversi agama dari Hindu ke Islam oleh tiga anak itu dilakukan sepihak oleh mantan suami Loh, Muhammad Nagashwaran Muniandy—yang juga mualaf, setelah pasangan itu berpisah.
Loh berargumen konversi agama ketiga anaknya tidak sah karena tanpa sepengetahuan dan tanpa izin darinya.
Kasus ini unik karena Loh menggugat otoritas keagamaan Negara Bagian Perlis karena memfasilitasi konversi agama tersebut dengan menerbitkan sertifikat atau akta pindah agama untuk ketiga anak itu.
Dalih putusan Pengadilan Tinggi Perlis yang menolak permohonan Loh cukup sederhana, yakni pengadilan mengutamakan kesejahteraan ketiga anak tersebut.
Pertimbangan lainnya, ketiganya tetap menjalankan perintah agama Islam dan tidak berniat kembali ke agama Hindu meski ketiganya kembali dalam asuhan ibunya.
Hakim Pengadilan Tinggi Datuk Wan Ahmad Farid Wan Salleh mengatakan dalam keputusannya bahwa tidak ada bukti ketiga anak tersebut telah berhenti memeluk Islam.
Hakim mengatakan Loh tak menampik pernyataan mantan suaminya bahwa anak-anaknya tetap melaksanakan salat.
Awal Mula Loh Gugat Status Mualaf 3 Anaknya
Loh (35) memperoleh hak asuh atas tiga anak—gadis kembar berusia 14 dan seorang putra berusia 11 tahun—pada tahun 2021 tetapi baru dipertemukan kembali dengan mereka tahun lalu setelah perintah pengadilan keluar, karena suaminya diduga kabur bersama tiga anak tersebut sejak 2019.
Pada Agustus tahun lalu, dia mengajukan peninjauan kembali untuk membatalkan perpindahan agama sepihak dari ketiga anaknya oleh mantan suaminya, Nagashwaran Muniandy—yang sebelumnya Hindu kemudian mualaf.
Masuk Islamnya tiga anak itu dicatat dalam Daftar Mualaf Perlis pada Juli 2020.
Hakim Wan Ahmad Farid pada 11 Mei lalu mengatakan keputusannya didasarkan pada tidak adanya bukti bahwa ketiga anak tersebut telah berhenti memeluk agama Islam saat berada di bawah asuhan ibunya.
“Jadi, meskipun akta pindah agama itu bukan bukti konklusif, mengingat sifatnya yang sepihak, kekuatan buktinya akan menunjukkan bahwa ketiga anak itu tetap memeluk agama Islam,” kata hakim.
Hakim juga mengatakan akta pindah agama tiga anak dikeluarkan sesuai dengan Syariat Islam Perlis, di mana anak telah mengucapkan syahadat dengan ikhlas.
Hakim mengatakan bahwa surat pernyataan dari Kepala Eksekutif Perlis Islamic Religious and Malay Customs Council (MAIPs) Mohd Nazim Mohd Noor menyatakan bahwa anak-anak tersebut menunjukkan niat melalui tindakan mereka untuk tetap dalam Islam bahkan ketika mereka berada di bawah pengawasan Loh tahun lalu.
Hakim Wan Ahmad Farid menambahkan, dalam keterangan tertulis itu juga tersirat bahwa anak-anak pada 22 Februari tahun lalu itu masih memeluk agama Islam, menunaikan salat subuh, bahkan salah satunya ingin menjadi pengacara syariah.
Mengenai ketergantungan Loh pada putusan penting Pengadilan Federal tahun 2018 dalam kasus M. Indira Gandhi, Hakim Wan Ahmar Farid mengatakan kesejahteraan anak-anak dalam kasus Loh berbeda.
“Mengingat semua keadaan kasus, tidak ada bukti di hadapan saya bahwa ketiga anak itu tidak senang tinggal bersama pemohon. Oleh karena itu, kesejahteraan anak, dalam pengertian Indira Ghandi, menyatakan bahwa status quo harus tetap ada," katanya.
“Dengan alasan tersebut di atas, permohonan peninjauan kembali ini ditolak,” imbuh hakim, seraya menambahkan bahwa pengadilan tidak menetapkan biaya karena kasus tersebut adalah masalah kepentingan umum.
Kasus M. Indira Gandhi
Kasus yang diajukan Loh ini mirip dengan kasus serupa yang diajukan wanita Hindu—juga di Malaysia—bernama M. Indira Gandhi.
Indira Gandhi pada tahun lalu mengajukan gugatan terhadap delapan undang-undang yang memungkinkan konversi sepihak ke Islam di tujuh negara bagian serta Kuala Lumpur, Putrajaya dan Labuan.
Indira, dua wanita yang disebut oleh MalayMail sebagai "A" dan "M" untuk melindungi keselamatan mereka, dan 11 lainnya mengajukan gugatan di Pengadilan Tinggi di Kuala Lumpur pada 3 Maret tahun lalu melalui panggilan awal.
Kedelapan responden dalam gugatan itu disebutkan sebagai pemerintah negara bagian Perlis, Kedah, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Johor dan pemerintah wilayah federal Malaysia.
Dalam gugatannya, Indira dan 13 orang lainnya meminta Pengadilan Tinggi untuk menyatakan pemberlakuan negara yang mengizinkan konversi sepihak anak-anak ke dalam Islam sebagai batal atau tidak sah karena melanggar Konstitusi Federal, terutama Pasal 12(4) dan mengingat keputusan Pengadilan Federal tahun 2018.
Berdasarkan Pasal 12(4), agama seseorang yang berusia di bawah 18 tahun harus diputuskan oleh “orang tua atau walinya”.
Pengadilan Federal pada 29 Januari 2018 telah memutuskan dalam sebuah kasus—yang melibatkan tantangan sukses Indira terhadap konversi sepihak ketiga anaknya ke Islam oleh mantan suaminya yang berpindah agama Muslim tanpa sepengetahuan atau persetujuannya—bahwa kata “orang tua” dalam Pasal 12( 4) diartikan sebagai “orang tua” jika keduanya masih hidup.
Dengan kata lain, Pengadilan Federal telah memutuskan pada tahun 2018 dalam kasus Indira bahwa untuk anak yang lahir dari perkawinan sipil atau pasangan yang keduanya non-Muslim, persetujuan dari ibu dan ayah (jika keduanya masih hidup) adalah diperlukan sebelum sertifikat masuk Islam dapat dikeluarkan untuk anak-anak tersebut.
Dalam kasus yang diajukan M. Indira Gandhi, dua anaknya mengaku sebagai korban konversi sepihak oleh ayah mereka yang sudah mualaf.
(mas)