Pengadilan Swedia Bolehkan Al-Qur'an Dibakar, Turki Membandingkannya dengan Nazi
loading...
A
A
A
STOCKHOLM - Putusan pengadilan Swedia mengatakan demo dengan membakar salinan Al-Qur'an dilindungi oleh konstitusi. Putusan itu menyalahkan polisi Stockholm karena menolak izin demo semacam itu di luar Kedutaan Turki dan Irak awal tahun ini.
Putusan Pengadilan Administrasi Swedia itu dikecam keras oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu. Dia membandingkan putusan itu dengan Nazi Jerman di masa lalu, karena putusan itu memunculkan citra kuat tentang pembakaran buku dan kamp konsentrasi.
Turki—negara yang telah ganti nama menjadi Turkiye—melihat putusan pengadilan itu sebagai rintangan lain untuk pengajuan Swedia menjadi anggota baru NATO.
Sementara polisi Swedia membenarkan larangan demo serupa berikutnya dengan alasan keamanan dan mengeklaim bahwa pembakaran Al-Quran menjadikan Swedia sebagai "target serangan dengan prioritas lebih tinggi", pengadilan memutuskan pada Rabu (5/4/2023) bahwa pertimbangan ini tidak cukup untuk membatasi hak untuk berdemonstrasi dan bahwa protes semacam itu dilindungi oleh konstitusi negara.
Cavusoglu tidak berbasa-basi, langsung membandingkan modus operandi tersebut dengan Nazi Jerman.
"Nazi mulai dengan membakar buku, kemudian mereka menyerang tempat ibadah, dan kemudian mereka mengumpulkan orang di kamp dan membakarnya untuk mencapai tujuan akhir mereka. Begitulah awal mulanya," kata Cavusoglu kepada media Turki.
Sebelumnya pada bulan Maret, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta parlemennya untuk meratifikasi tawaran Finlandia, tetapi menunda tawaran Swedia menyusul banyaknya perselisihan.
Antara lain, Ankara menuduh Swedia menyediakan tempat berlindung yang aman bagi teroris, khususnya anggota Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang dan sekutunya.
Selanjutnya, dia mengeluh tuntutannya tetap tidak terpenuhi, terutama untuk ekstradisi warga negara Turki yang ingin diadili karena terorisme.
Poin itu ditegaskan kembali oleh Cavusoglu, yang menekankan "langkah-langkah tambahan tertentu" yang harus dilakukan Swedia untuk bergabung dengan NATO.
Cavusoglu menyambut baik undang-undang anti-teror yang diperketat yang seharusnya mulai berlaku di Swedia bulan Juni ini, namun menekankan bahwa kerja sama yang berorientasi pada hasil adalah suatu keharusan.
"Swedia perlu mengambil langkah konkret dalam hal interogasi dan investigasi terhadap orang-orang yang ekstradisinya kami tuntut tanpa syarat," kata Cavusoglu, yang dilansir Sputnik, Kamis (6/4/2023).
Pada awal 2023, negosiasi antara kedua negara dihentikan setelah serangkaian tindakan provokatif, yang melibatkan pembakaran Al-Qur'an dan tiruan patung Erdogan yang digantung, keduanya dipentaskan di Stockholm.
Pembakaran salinan kitab suci Islam di luar Kedutaan Turki di Stockholm oleh politisi Denmark-Swedia Rasmus Paludan menyebabkan kehebohan di seluruh dunia Muslim, memicu protes selama berminggu-minggu dan seruan untuk memboikot barang-barang Swedia.
Para pejabat Turki menjawab bahwa mereka tidak akan meratifikasi aplikasi NATO Swedia selama pembakaran Al-Qur'an diizinkan.
Putusan Pengadilan Administrasi Swedia itu dikecam keras oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu. Dia membandingkan putusan itu dengan Nazi Jerman di masa lalu, karena putusan itu memunculkan citra kuat tentang pembakaran buku dan kamp konsentrasi.
Turki—negara yang telah ganti nama menjadi Turkiye—melihat putusan pengadilan itu sebagai rintangan lain untuk pengajuan Swedia menjadi anggota baru NATO.
Sementara polisi Swedia membenarkan larangan demo serupa berikutnya dengan alasan keamanan dan mengeklaim bahwa pembakaran Al-Quran menjadikan Swedia sebagai "target serangan dengan prioritas lebih tinggi", pengadilan memutuskan pada Rabu (5/4/2023) bahwa pertimbangan ini tidak cukup untuk membatasi hak untuk berdemonstrasi dan bahwa protes semacam itu dilindungi oleh konstitusi negara.
Cavusoglu tidak berbasa-basi, langsung membandingkan modus operandi tersebut dengan Nazi Jerman.
"Nazi mulai dengan membakar buku, kemudian mereka menyerang tempat ibadah, dan kemudian mereka mengumpulkan orang di kamp dan membakarnya untuk mencapai tujuan akhir mereka. Begitulah awal mulanya," kata Cavusoglu kepada media Turki.
Sebelumnya pada bulan Maret, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan meminta parlemennya untuk meratifikasi tawaran Finlandia, tetapi menunda tawaran Swedia menyusul banyaknya perselisihan.
Antara lain, Ankara menuduh Swedia menyediakan tempat berlindung yang aman bagi teroris, khususnya anggota Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dilarang dan sekutunya.
Selanjutnya, dia mengeluh tuntutannya tetap tidak terpenuhi, terutama untuk ekstradisi warga negara Turki yang ingin diadili karena terorisme.
Poin itu ditegaskan kembali oleh Cavusoglu, yang menekankan "langkah-langkah tambahan tertentu" yang harus dilakukan Swedia untuk bergabung dengan NATO.
Cavusoglu menyambut baik undang-undang anti-teror yang diperketat yang seharusnya mulai berlaku di Swedia bulan Juni ini, namun menekankan bahwa kerja sama yang berorientasi pada hasil adalah suatu keharusan.
"Swedia perlu mengambil langkah konkret dalam hal interogasi dan investigasi terhadap orang-orang yang ekstradisinya kami tuntut tanpa syarat," kata Cavusoglu, yang dilansir Sputnik, Kamis (6/4/2023).
Pada awal 2023, negosiasi antara kedua negara dihentikan setelah serangkaian tindakan provokatif, yang melibatkan pembakaran Al-Qur'an dan tiruan patung Erdogan yang digantung, keduanya dipentaskan di Stockholm.
Pembakaran salinan kitab suci Islam di luar Kedutaan Turki di Stockholm oleh politisi Denmark-Swedia Rasmus Paludan menyebabkan kehebohan di seluruh dunia Muslim, memicu protes selama berminggu-minggu dan seruan untuk memboikot barang-barang Swedia.
Para pejabat Turki menjawab bahwa mereka tidak akan meratifikasi aplikasi NATO Swedia selama pembakaran Al-Qur'an diizinkan.
(mas)