Putin Setujui Doktrin Kebijakan Luar Negeri Baru, Sebut Barat Lemahkan Rusia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Presiden Vladimir Putin menandatangani versi terbaru dari doktrin kebijakan luar negeri negara tersebut.
Doktrin itu adalah dokumen strategis utama yang menguraikan prinsip, tujuan, dan prioritas diplomasi internasional Rusia.
Dokumen baru tersebut menampilkan fokus pada upaya Barat melemahkan Rusia di tengah konflik Ukraina.
Putin menjelaskan dokumen kunci harus diubah karena “perubahan drastis” dalam lanskap internasional.
Langkah tersebut diumumkan presiden pada Jumat (31/3/2023) selama pertemuan dengan pejabat tinggi Dewan Keamanan Rusia, antara lain Perdana Menteri (PM) Mikhail Mishustin, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, dan Menteri Pertahanan Sergey Shoigu.
Menguraikan ketentuan utama dokumen, Lavrov mencatat itu mencerminkan “perubahan revolusioner pada perimeter eksternal (Rusia) yang menerima dorongan yang terlihat setelah dimulainya operasi militer khusus” di Ukraina lebih dari setahun yang lalu.
Dokumen tersebut menyoroti upaya Barat, dan khususnya Amerika Serikat (AS), untuk merongrong kepentingan Rusia, dengan menyatakan, “Amerika Serikat dan satelitnya telah menggunakan langkah-langkah, yang diambil oleh Federasi Rusia untuk melindungi kepentingan vitalnya terkait Ukraina, sebagai dalih untuk meningkatkan kebijakan anti-Rusia yang sudah berlangsung lama, dan telah melancarkan perang hibrida jenis baru.”
Perang hibrida ini, menurut konsep tersebut, berusaha “melemahkan Rusia dengan segala cara yang memungkinkan”, termasuk dengan merongrong potensi militer, ekonomi, dan teknologinya serta bertujuan “membatasi kedaulatannya dalam politik eksternal dan internal serta mengikis integritas teritorialnya.”
Namun, dokumen tersebut menegaskan Moskow “tidak melihat dirinya sebagai musuh Barat, tidak mengisolasi diri darinya, dan tidak memiliki niat bermusuhan terhadapnya.”
Dokumen itu menambahkan, Rusia mengharapkan kekuatan Barat “mengakui kesia-siaan kebijakan konfrontatif dan ambisi hegemonik” dan pada akhirnya kembali ke kerja sama pragmatis dengan Rusia berdasarkan rasa saling menghormati.
“Federasi Rusia siap berdialog dan bekerja sama atas dasar itu,” papar dokumen tersebut menekankan.
Dokumen konsep kebijakan luar negeri versi sebelumnya, yang ditandatangani pada tahun 2016, sangat berfokus pada memerangi terorisme, meningkatkan kerja sama internasional, meningkatkan jejak global Rusia, dan menjaga kedaulatan negara.
Doktrin itu adalah dokumen strategis utama yang menguraikan prinsip, tujuan, dan prioritas diplomasi internasional Rusia.
Dokumen baru tersebut menampilkan fokus pada upaya Barat melemahkan Rusia di tengah konflik Ukraina.
Putin menjelaskan dokumen kunci harus diubah karena “perubahan drastis” dalam lanskap internasional.
Langkah tersebut diumumkan presiden pada Jumat (31/3/2023) selama pertemuan dengan pejabat tinggi Dewan Keamanan Rusia, antara lain Perdana Menteri (PM) Mikhail Mishustin, Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov, dan Menteri Pertahanan Sergey Shoigu.
Menguraikan ketentuan utama dokumen, Lavrov mencatat itu mencerminkan “perubahan revolusioner pada perimeter eksternal (Rusia) yang menerima dorongan yang terlihat setelah dimulainya operasi militer khusus” di Ukraina lebih dari setahun yang lalu.
Dokumen tersebut menyoroti upaya Barat, dan khususnya Amerika Serikat (AS), untuk merongrong kepentingan Rusia, dengan menyatakan, “Amerika Serikat dan satelitnya telah menggunakan langkah-langkah, yang diambil oleh Federasi Rusia untuk melindungi kepentingan vitalnya terkait Ukraina, sebagai dalih untuk meningkatkan kebijakan anti-Rusia yang sudah berlangsung lama, dan telah melancarkan perang hibrida jenis baru.”
Perang hibrida ini, menurut konsep tersebut, berusaha “melemahkan Rusia dengan segala cara yang memungkinkan”, termasuk dengan merongrong potensi militer, ekonomi, dan teknologinya serta bertujuan “membatasi kedaulatannya dalam politik eksternal dan internal serta mengikis integritas teritorialnya.”
Namun, dokumen tersebut menegaskan Moskow “tidak melihat dirinya sebagai musuh Barat, tidak mengisolasi diri darinya, dan tidak memiliki niat bermusuhan terhadapnya.”
Dokumen itu menambahkan, Rusia mengharapkan kekuatan Barat “mengakui kesia-siaan kebijakan konfrontatif dan ambisi hegemonik” dan pada akhirnya kembali ke kerja sama pragmatis dengan Rusia berdasarkan rasa saling menghormati.
“Federasi Rusia siap berdialog dan bekerja sama atas dasar itu,” papar dokumen tersebut menekankan.
Dokumen konsep kebijakan luar negeri versi sebelumnya, yang ditandatangani pada tahun 2016, sangat berfokus pada memerangi terorisme, meningkatkan kerja sama internasional, meningkatkan jejak global Rusia, dan menjaga kedaulatan negara.
(sya)