AS Minta China Tak Bereaksi Berlebihan soal Presiden Taiwan Singgah di Amerika
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Gedung Putih minta China untuk tidak bereaksi berlebihan terkait Presiden Taiwan Tsai Ing-wen singgah di Amerika Serikat (AS) dalam kunjungannya ke beberapa negara Amerika Tengah.
Washington mengatakan transit seperti itu sebagai hal yang normal.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menekankan bahwa transit Presiden Tsai Ing-wen sejalan dengan kebijakan AS, yang mengakui klaim China atas pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut.
“Transit ini konsisten dengan hubungan tidak resmi kami yang sudah berlangsung lama dengan Taiwan dan konsisten dengan kebijakan ‘Satu China’ Amerika Serikat, yang tetap tidak berubah,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (30/3/2023).
“Tidak ada alasan—tidak ada—bagi China untuk bereaksi berlebihan di sini,” ujar Kirby, mencatat bahwa Washington mengharapkan transit normal dan lancar oleh Tsai.
Tsai dijadwalkan melakukan perjalanan melintasi New York pada hari Rabu (29/3/2023) dan melintasi Los Angeles pada bulan April sebagai bagian dari perjalanan ke dan dari Guatemala dan Belize.
Dia dijadwalkan kembali ke Taipei pada 7 April.
Presiden Taiwan telah melintasi AS sebelumnya, terakhir pada tahun 2019. Tapi kali ini dia diperkirakan akan bertemu dengan Ketua DPR AS Kevin McCarthy di California, sebuah langkah yang kemungkinan akan memicu kemarahan Beijing.
Kirby mengatakan dia tidak dapat berbicara untuk legislator top Partai Republik tersebut atau pun agendanya.
Beijing, bagaimanapun, telah berulang kali memperingatkan soal pertemuan itu.
Zhu Fenglian, juru bicara Kantor Urusan Taiwan China, mengatakan kepada wartawan awal pekan ini bahwa transit AS oleh Tsai lebih dari sekadar menunggu di bandara dan hotel.
Dia mengeklaim bahwa itu dirancang untuk memungkinkan Tsai bertemu dengan pejabat dan legislator AS.
"Jika dia melakukan kontak dengan Ketua DPR AS McCarthy, itu akan menjadi provokasi lain yang secara serius melanggar prinsip 'Satu China', merusak kedaulatan dan integritas teritorial China, dan menghancurkan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," katanya.
"Kami dengan tegas menentang ini dan pasti akan mengambil langkah-langkah untuk melawan balik," imbuh Zhu, tanpa memberikan perincian.
Beijing menggelar latihan perang di sekitar Taiwan Agustus lalu ketika Ketua DPR AS saat itu Nancy Pelosi mengunjungi Taipei.
Pada hari Rabu, Gedung Putih memperingatkan agar tidak melakukan langkah serupa setelah perjalanan Tsai. “Republik Rakyat China seharusnya tidak menggunakan transit ini sebagai dalih untuk meningkatkan aktivitas apa pun di sekitar selat Taiwan,” kata Kirby.
Di bawah kebijakan “Satu China”, AS mengakui Republik Rakyat China (RRC) di Beijing atas Republik China (ROC) atau Taiwan di Taipei sebagai satu-satunya pemerintahan China yang sah.
Tetapi Washington tidak memihak pada kedaulatan Taiwan, berpendapat bahwa masa depan pulau itu harus ditentukan dengan cara damai.
Kebijakan ini berbeda dengan prinsip “Satu China” RRC, di mana Beijing menegaskan bahwa Taiwan adalah bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayahnya.
AS tidak secara resmi mengakui Taiwan tetapi memiliki hubungan perdagangan dan keamanan dengan pulau itu.
Hubungan antara Beijing dan Washington telah memburuk karena berbagai titik ketegangan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk masalah perdagangan, status Taiwan, klaim China di Laut China Selatan, dan dorongan AS yang terus berlanjut terhadap pengaruh China yang berkembang di Indo-Pasifik.
Hubungan kedua negara semakin tegang awal tahun ini ketika AS menembak jatuh balon mata-mata China yang melintasi wilayahnya.
China bersikeras bahwa itu adalah balon cuaca yang menyimpang dari jalurnya dan mengutuk keputusan AS untuk menjatuhkannya.
Washington mengatakan transit seperti itu sebagai hal yang normal.
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menekankan bahwa transit Presiden Tsai Ing-wen sejalan dengan kebijakan AS, yang mengakui klaim China atas pulau yang memiliki pemerintahan sendiri tersebut.
“Transit ini konsisten dengan hubungan tidak resmi kami yang sudah berlangsung lama dengan Taiwan dan konsisten dengan kebijakan ‘Satu China’ Amerika Serikat, yang tetap tidak berubah,” katanya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (30/3/2023).
“Tidak ada alasan—tidak ada—bagi China untuk bereaksi berlebihan di sini,” ujar Kirby, mencatat bahwa Washington mengharapkan transit normal dan lancar oleh Tsai.
Tsai dijadwalkan melakukan perjalanan melintasi New York pada hari Rabu (29/3/2023) dan melintasi Los Angeles pada bulan April sebagai bagian dari perjalanan ke dan dari Guatemala dan Belize.
Dia dijadwalkan kembali ke Taipei pada 7 April.
Presiden Taiwan telah melintasi AS sebelumnya, terakhir pada tahun 2019. Tapi kali ini dia diperkirakan akan bertemu dengan Ketua DPR AS Kevin McCarthy di California, sebuah langkah yang kemungkinan akan memicu kemarahan Beijing.
Kirby mengatakan dia tidak dapat berbicara untuk legislator top Partai Republik tersebut atau pun agendanya.
Beijing, bagaimanapun, telah berulang kali memperingatkan soal pertemuan itu.
Zhu Fenglian, juru bicara Kantor Urusan Taiwan China, mengatakan kepada wartawan awal pekan ini bahwa transit AS oleh Tsai lebih dari sekadar menunggu di bandara dan hotel.
Dia mengeklaim bahwa itu dirancang untuk memungkinkan Tsai bertemu dengan pejabat dan legislator AS.
"Jika dia melakukan kontak dengan Ketua DPR AS McCarthy, itu akan menjadi provokasi lain yang secara serius melanggar prinsip 'Satu China', merusak kedaulatan dan integritas teritorial China, dan menghancurkan perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan," katanya.
"Kami dengan tegas menentang ini dan pasti akan mengambil langkah-langkah untuk melawan balik," imbuh Zhu, tanpa memberikan perincian.
Beijing menggelar latihan perang di sekitar Taiwan Agustus lalu ketika Ketua DPR AS saat itu Nancy Pelosi mengunjungi Taipei.
Pada hari Rabu, Gedung Putih memperingatkan agar tidak melakukan langkah serupa setelah perjalanan Tsai. “Republik Rakyat China seharusnya tidak menggunakan transit ini sebagai dalih untuk meningkatkan aktivitas apa pun di sekitar selat Taiwan,” kata Kirby.
Di bawah kebijakan “Satu China”, AS mengakui Republik Rakyat China (RRC) di Beijing atas Republik China (ROC) atau Taiwan di Taipei sebagai satu-satunya pemerintahan China yang sah.
Tetapi Washington tidak memihak pada kedaulatan Taiwan, berpendapat bahwa masa depan pulau itu harus ditentukan dengan cara damai.
Kebijakan ini berbeda dengan prinsip “Satu China” RRC, di mana Beijing menegaskan bahwa Taiwan adalah bagian yang tidak dapat dicabut dari wilayahnya.
AS tidak secara resmi mengakui Taiwan tetapi memiliki hubungan perdagangan dan keamanan dengan pulau itu.
Hubungan antara Beijing dan Washington telah memburuk karena berbagai titik ketegangan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk masalah perdagangan, status Taiwan, klaim China di Laut China Selatan, dan dorongan AS yang terus berlanjut terhadap pengaruh China yang berkembang di Indo-Pasifik.
Hubungan kedua negara semakin tegang awal tahun ini ketika AS menembak jatuh balon mata-mata China yang melintasi wilayahnya.
China bersikeras bahwa itu adalah balon cuaca yang menyimpang dari jalurnya dan mengutuk keputusan AS untuk menjatuhkannya.
(min)