22 Orang Tewas Dibantai di Biara Myanmar, Junta dan Pemberontak Saling Menyalahkan
loading...
A
A
A
Juru bicara dewan militer yang berkuasa di Myanmar, Mayor Jenderal Zaw Min Tun, mengatakan bahwa kekerasan tersebut diprakarsai oleh pasukan perlawanan yang menyergap pasukan tentara serta anggota pasukan milisi terkait, dan kemudian memasuki desa tempat pertempuran berlanjut.
Dia menggambarkan pasukan perlawanan sebagai “kelompok teroris” yang telah mengancam daerah tersebut sejak awal bulan ini.
“Ketika (para) kelompok teroris melepaskan tembakan dengan keras, terlihat bahwa beberapa penduduk desa tewas dan terluka,” kata Zaw Min Tun dalam wawancara yang diterbitkan Selasa di surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah seperti dikutip dari The Associated Press, Kamis (16/3/2023).
Zaw Min Tun mengatakan bahwa tentara hanya melakukan serangan balik terhadap tiga kelompok perlawanan, dan laporan bahwa tentara bertanggung jawab atas pembunuhan penduduk desa adalah informasi yang salah.
Manny Maung, peneliti Human Rights Watch, berspekulasi bahwa letak desa yang relatif dekat dengan ibu kota negara mungkin menyebabkan militer bertindak untuk mencegah aktivitas gerilya di daerah tersebut.
“Tidak mungkin bagi pemverifikasi independen atau peneliti independen untuk masuk. Tapi itu memiliki ciri klasik kekejaman militer,” katanya.
“Saya pikir jika kita tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk sekarang, kemungkinan besar kita tidak akan pernah tahu siapa pelaku sebenarnya,” imbuhnya.
Dia menggambarkan pasukan perlawanan sebagai “kelompok teroris” yang telah mengancam daerah tersebut sejak awal bulan ini.
“Ketika (para) kelompok teroris melepaskan tembakan dengan keras, terlihat bahwa beberapa penduduk desa tewas dan terluka,” kata Zaw Min Tun dalam wawancara yang diterbitkan Selasa di surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah seperti dikutip dari The Associated Press, Kamis (16/3/2023).
Zaw Min Tun mengatakan bahwa tentara hanya melakukan serangan balik terhadap tiga kelompok perlawanan, dan laporan bahwa tentara bertanggung jawab atas pembunuhan penduduk desa adalah informasi yang salah.
Manny Maung, peneliti Human Rights Watch, berspekulasi bahwa letak desa yang relatif dekat dengan ibu kota negara mungkin menyebabkan militer bertindak untuk mencegah aktivitas gerilya di daerah tersebut.
“Tidak mungkin bagi pemverifikasi independen atau peneliti independen untuk masuk. Tapi itu memiliki ciri klasik kekejaman militer,” katanya.
“Saya pikir jika kita tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk sekarang, kemungkinan besar kita tidak akan pernah tahu siapa pelaku sebenarnya,” imbuhnya.
(ian)