Marah, Presiden Mikronesia Tuduh China Lakukan Perang Politik dan Penyuapan
loading...
A
A
A
PALIKIR - Presiden Mikronesia David Panuelo menuduh China melakukan "perang politik", penyuapan, dan penindasan. Tuduhan itu disampaikan dalam surat kemarahan yang meledak-ledak kepada Parlemen.
“Sederhananya, kita menyaksikan perang politik di negara kita,” kata Panuelo dalam suratnya, merinci tuduhan spionase China, pemaksaan terhadap pejabat pemerintah dan ancaman langsung terhadap keselamatan pribadinya.
Panuelo, yang statusnya sudah demisioner, sebelumnya menyuarakan keprihatinan tentang kekuatan Beijing yang tumbuh di Pasifik Selatan. Dia telah menentang kesepakatan keamanan yang memungkinkan pasukan China dikerahkan ke wilayah tersebut.
Namun suratnya melangkah lebih jauh, memperingatkan pemerintah Mikronesia yang akan datang tentang rentetan ancaman yang dia yakini berisiko membuat federasi pulau yang berpenduduk jarang itu menjadi negara bawahan.
"China menunjukkan kemampuan yang tajam untuk merongrong kedaulatan kita, menolak nilai-nilai kita, dan menggunakan pejabat terpilih dan senior kita untuk tujuan mereka sendiri," lanjut dia dalam suratnya, seperti dikutip AFP, Jumat (10/3/2023).
Di antara tuduhan dramatis itu, Panuelo mengeklaim rekan kabinetnya sendiri mengirimkan rekaman pertemuan bilateral langsung ke China.
“Kami disuap untuk terlibat, dan disuap untuk diam. Itu kata yang berat, tapi itu deskripsi yang akurat,” katanya.
“Kamu menyebutnya apa lagi ketika seorang pejabat terpilih diberi amplop berisi uang setelah makan di kedutaan RRC atau setelah pelantikan?” katanya, menggunakan inisial nama resmi China, Republik Rakyat China.
Dia juga mengatakan dia secara pribadi diikuti oleh "dua pria China" saat menghadiri pertemuan di Fiji Juli lalu.
Panuelo mengeklaim bahwa keduanya adalah pejabat kedutaan dan salah satunya kemudian diidentifikasi sebagai "petugas intelijen" yang terkait dengan militer China.
“Agar jelas: Saya mendapat ancaman langsung terhadap keselamatan pribadi saya dari pejabat RRC yang bertindak dalam kapasitas resmi,” imbuh dia, yang juga mengeklaim bahwa dia harus mengganti nomor teleponnya karena panggilan terus-menerus dari duta besar China yang mencoba membujuknya untuk menerima vaksin Covid-19 China.
Panuelo lebih lanjut mengungkapkan bahwa dia telah berdiskusi dengan menteri luar negeri Taiwan tentang kesepakatan yang memungkinkan negaranya untuk menjauhkan diri dari pendanaan dan dukungan China—di mana Taiwan menawarkan untuk mengambil tanggung jawab untuk proyek-proyek besar yang saat ini dibiayai oleh China.
Beijing dengan cepat mengecam klaim tersebut, menuduh Panuelo melakukan fitnah dan tuduhan yang tidak sesuai dengan fakta.
“China selalu memperlakukan semua negara, besar atau kecil, secara setara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning.
“Pihak China selalu bersedia—berdasarkan Prinsip Satu China—untuk menegakkan prinsip saling menghormati, kesetaraan dan saling menguntungkan, mendorong kerja sama yang bersahabat dengan Mikronesia,” imbuh dia.
Panuelo (58) kalah dalam pemilu awal pekan ini, menandakan berakhirnya masa jabatan empat tahunnya sebagai pemimpin--dengan penggantinya diperkirakan akan dipilih oleh Kongres pada bulan Mei mendatang.
Panuelo mendesak anggota Parlemen untuk mengesahkan undang-undang untuk melindungi negara dari pencucian uang dan mempromosikan integritas politik.
“Apakah Anda secara pribadi menerima suap dari RRC? Jika jawabannya 'tidak', Anda termasuk minoritas,” katanya.
Negara Federasi Mikronesia—yang memiliki populasi lebih dari 100.000 orang—bersekutu erat dengan Amerika Serikat, mempertahankan hubungan yang kuat dengan Washington bahkan setelah memperoleh kemerdekaan lebih dari tiga dekade lalu.
Washington dan Beijing semakin bersaing untuk mendapatkan pengaruh di Pasifik, karena China mengejar lebih banyak kekuasaan di bidang yang secara strategis penting di kawasan tersebut.
Meskipun terletak di tengah Pasifik, Negara Federasi Mikronesia terletak di persimpangan maritim utama dan terletak di tenggara Guam—rumah bagi sejumlah besar aset militer AS yang terbukti penting dalam setiap konflik atas Taiwan.
“Sederhananya, kita menyaksikan perang politik di negara kita,” kata Panuelo dalam suratnya, merinci tuduhan spionase China, pemaksaan terhadap pejabat pemerintah dan ancaman langsung terhadap keselamatan pribadinya.
Panuelo, yang statusnya sudah demisioner, sebelumnya menyuarakan keprihatinan tentang kekuatan Beijing yang tumbuh di Pasifik Selatan. Dia telah menentang kesepakatan keamanan yang memungkinkan pasukan China dikerahkan ke wilayah tersebut.
Namun suratnya melangkah lebih jauh, memperingatkan pemerintah Mikronesia yang akan datang tentang rentetan ancaman yang dia yakini berisiko membuat federasi pulau yang berpenduduk jarang itu menjadi negara bawahan.
"China menunjukkan kemampuan yang tajam untuk merongrong kedaulatan kita, menolak nilai-nilai kita, dan menggunakan pejabat terpilih dan senior kita untuk tujuan mereka sendiri," lanjut dia dalam suratnya, seperti dikutip AFP, Jumat (10/3/2023).
Di antara tuduhan dramatis itu, Panuelo mengeklaim rekan kabinetnya sendiri mengirimkan rekaman pertemuan bilateral langsung ke China.
“Kami disuap untuk terlibat, dan disuap untuk diam. Itu kata yang berat, tapi itu deskripsi yang akurat,” katanya.
“Kamu menyebutnya apa lagi ketika seorang pejabat terpilih diberi amplop berisi uang setelah makan di kedutaan RRC atau setelah pelantikan?” katanya, menggunakan inisial nama resmi China, Republik Rakyat China.
Dia juga mengatakan dia secara pribadi diikuti oleh "dua pria China" saat menghadiri pertemuan di Fiji Juli lalu.
Panuelo mengeklaim bahwa keduanya adalah pejabat kedutaan dan salah satunya kemudian diidentifikasi sebagai "petugas intelijen" yang terkait dengan militer China.
“Agar jelas: Saya mendapat ancaman langsung terhadap keselamatan pribadi saya dari pejabat RRC yang bertindak dalam kapasitas resmi,” imbuh dia, yang juga mengeklaim bahwa dia harus mengganti nomor teleponnya karena panggilan terus-menerus dari duta besar China yang mencoba membujuknya untuk menerima vaksin Covid-19 China.
Panuelo lebih lanjut mengungkapkan bahwa dia telah berdiskusi dengan menteri luar negeri Taiwan tentang kesepakatan yang memungkinkan negaranya untuk menjauhkan diri dari pendanaan dan dukungan China—di mana Taiwan menawarkan untuk mengambil tanggung jawab untuk proyek-proyek besar yang saat ini dibiayai oleh China.
Beijing dengan cepat mengecam klaim tersebut, menuduh Panuelo melakukan fitnah dan tuduhan yang tidak sesuai dengan fakta.
“China selalu memperlakukan semua negara, besar atau kecil, secara setara,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning.
“Pihak China selalu bersedia—berdasarkan Prinsip Satu China—untuk menegakkan prinsip saling menghormati, kesetaraan dan saling menguntungkan, mendorong kerja sama yang bersahabat dengan Mikronesia,” imbuh dia.
Panuelo (58) kalah dalam pemilu awal pekan ini, menandakan berakhirnya masa jabatan empat tahunnya sebagai pemimpin--dengan penggantinya diperkirakan akan dipilih oleh Kongres pada bulan Mei mendatang.
Panuelo mendesak anggota Parlemen untuk mengesahkan undang-undang untuk melindungi negara dari pencucian uang dan mempromosikan integritas politik.
“Apakah Anda secara pribadi menerima suap dari RRC? Jika jawabannya 'tidak', Anda termasuk minoritas,” katanya.
Negara Federasi Mikronesia—yang memiliki populasi lebih dari 100.000 orang—bersekutu erat dengan Amerika Serikat, mempertahankan hubungan yang kuat dengan Washington bahkan setelah memperoleh kemerdekaan lebih dari tiga dekade lalu.
Washington dan Beijing semakin bersaing untuk mendapatkan pengaruh di Pasifik, karena China mengejar lebih banyak kekuasaan di bidang yang secara strategis penting di kawasan tersebut.
Meskipun terletak di tengah Pasifik, Negara Federasi Mikronesia terletak di persimpangan maritim utama dan terletak di tenggara Guam—rumah bagi sejumlah besar aset militer AS yang terbukti penting dalam setiap konflik atas Taiwan.
(min)