Kisah Revolusi Februari Rusia, Puncak Kemuakan Rakyat terhadap Kekaisaran
loading...
A
A
A
Belum lagi kondisi ekonomi Rusia yang terguncang karena biaya perang sangat mahal. Pada revolusi ini, golongan para kaum moderat bergabung dengan golongan radikal Rusia untuk menggulingkan Tsar.
Saat itu, ada lebih dari 90.000 rakyat turun ke jalan, terutama di kawasan Petrograd—yang dulu merupakan Ibu Kota Rusia. Wilayah tersebut kini dikenal dengan nama St Petersburg.
Para demonstran mogok kerja dan terlibat bentrok dengan petugas keamanan karena enggan meninggalkan lokasi. Dua hari setelahnya, hampir seluruh masyarakat Petrograd melakukan hal serupa, bahkan nekat bertindak lebih jauh.
Para demonstran menghancurkan kantor polisi, yang membuat suasana semakin mencekam. Selain pekerja, mahasiswa juga bergabung demi menyuarakan hal serupa.
Sebuah hal mencengangkan terjadi di tengah gelombang demonstrasi. Menurut catatan Britannica, massa justru meneriakkan kurangnya makanan dan kelaparan yang mulai melanda Rusia, bukan pekikan mengenai perang dan kekaisaran yang awalnya diprotes.
Ketika gelombang protes sangat besar, Gubernur Militer Petrograd Sergey Khabalov menerima telegram langsung dari Tsar. Dia diperintah untuk segera menghentikan serangan dan membubarkan demonstran.
Secara paksa, demonstran dibubarkan, bahkan penembakan juga dilakukan hingga menewaskan puluhan demonstran. Meskipun berhasil dibubarkan sementara waktu, demonstran kembali memberontak, terlebih lagi saat beredar kabar bahwa resimen elite kekaisaran juga sudah melakukan pemberontakan dan bergabung dengan demonstran.
Tepat pada 28 Februari, tsar meninggalkan Mogilev menuju Petrograd. Sayangnya, Tsar Nicholas II tidak berhasil mencapai kota tersebut karena sudah dipenuhi oleh demonstran.
Melihat adanya revolusi itu, pejabat Rusia, seperti Kepala Angkatan Darat Nikolai Ruzsky, datang memberikan masukan agar tsar segera turun takhta. Masukan tersebut pun diterima Tsar Nicholas II demi melindungi keluarganya.
Saat itu, ada lebih dari 90.000 rakyat turun ke jalan, terutama di kawasan Petrograd—yang dulu merupakan Ibu Kota Rusia. Wilayah tersebut kini dikenal dengan nama St Petersburg.
Para demonstran mogok kerja dan terlibat bentrok dengan petugas keamanan karena enggan meninggalkan lokasi. Dua hari setelahnya, hampir seluruh masyarakat Petrograd melakukan hal serupa, bahkan nekat bertindak lebih jauh.
Para demonstran menghancurkan kantor polisi, yang membuat suasana semakin mencekam. Selain pekerja, mahasiswa juga bergabung demi menyuarakan hal serupa.
Sebuah hal mencengangkan terjadi di tengah gelombang demonstrasi. Menurut catatan Britannica, massa justru meneriakkan kurangnya makanan dan kelaparan yang mulai melanda Rusia, bukan pekikan mengenai perang dan kekaisaran yang awalnya diprotes.
Ketika gelombang protes sangat besar, Gubernur Militer Petrograd Sergey Khabalov menerima telegram langsung dari Tsar. Dia diperintah untuk segera menghentikan serangan dan membubarkan demonstran.
Secara paksa, demonstran dibubarkan, bahkan penembakan juga dilakukan hingga menewaskan puluhan demonstran. Meskipun berhasil dibubarkan sementara waktu, demonstran kembali memberontak, terlebih lagi saat beredar kabar bahwa resimen elite kekaisaran juga sudah melakukan pemberontakan dan bergabung dengan demonstran.
Tepat pada 28 Februari, tsar meninggalkan Mogilev menuju Petrograd. Sayangnya, Tsar Nicholas II tidak berhasil mencapai kota tersebut karena sudah dipenuhi oleh demonstran.
Melihat adanya revolusi itu, pejabat Rusia, seperti Kepala Angkatan Darat Nikolai Ruzsky, datang memberikan masukan agar tsar segera turun takhta. Masukan tersebut pun diterima Tsar Nicholas II demi melindungi keluarganya.
(min)