Kisah Revolusi Februari Rusia, Puncak Kemuakan Rakyat terhadap Kekaisaran

Jum'at, 24 Februari 2023 - 21:19 WIB
loading...
Kisah Revolusi Februari Rusia, Puncak Kemuakan Rakyat terhadap Kekaisaran
Revolusi Februari 1917 yang pecah di Rusia. Foto/REUTERS
A A A
JAKARTA - Rusia masih menjadi sorotan dunia karena belum berhenti menginvasi Ukraina. Perang kedua negara sudah berlangsung selama setahun dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berdamai.

Selain menginvasi Ukraina, yang dimulai 24 Februari 2022, terdapat peristiwa lain dalam catatan sejarah Rusia. Negara ini pernah mengalami revolusi besar-besaran pada 23 Februari 1917. Namun dalam kalender umum, revolusi dimulai pada 8 Maret 1917.

Perbedaan itu terjadi karena Rusia saat itu masih menggunakan sistem kalender Julian. Revolusi ini pecah secara tiba-tiba pada Februari 1917.

Dalam buku karya Rex A. Wade berjudul “The Russian Revolution” tahun 1917 yang diterbitkan Cambridge University Press, revolusi tersebut sama sekali tidak diprediksi oleh siapa pun, termasuk pemerintah.

Sejak akhir tahun 1916, berbagai lapisan masyarakat Rusia sebenarnya sudah membahas mengenai kemungkinan adanya revolusi. Sebab, negara tersebut tengah mengalami krisis sangat luas.

Tidak ada yang menyangka bila revolusi ini adalah tahap pertama dari adanya revolusi di Rusia sepanjang tahun 1917. Akibatnya, Kekaisaran Rusia yang kala itu dipimpin oleh Tsar Nicholas II dari Dinasti Romanov tumbang.

Secara garis besar, revolusi dipicu karena banyak masyarakat Rusia yang sudah kehilangan kepercayaannya akan pemerintahan rezim Tsar. Masyarakat melihat banyaknya kasus korupsi dan kondisi ekonomi negara yang cenderung tidak mengalami peningkatan.

Apalagi, Tsar Nicholas II berulang kali membubarkan Parlemen Rusia (Duma) yang didirikan usai revolusi Rusia pecah tahun 1905.

Deretan faktor itu diperparah dengan keikutsertaan Rusia dalam Perang Dunia I, yang kemudian semakin membuat kondisi Rusia sulit.

Pada Perang Dunia I, masyarakat setempat menganggap Rusia bukanlah lawan yang sepadan bagi Jerman atau negara lainnya. Akibatnya, jumlah korban jiwa lebih banyak berjatuhan dari pihak Rusia.

Belum lagi kondisi ekonomi Rusia yang terguncang karena biaya perang sangat mahal. Pada revolusi ini, golongan para kaum moderat bergabung dengan golongan radikal Rusia untuk menggulingkan Tsar.

Saat itu, ada lebih dari 90.000 rakyat turun ke jalan, terutama di kawasan Petrograd—yang dulu merupakan Ibu Kota Rusia. Wilayah tersebut kini dikenal dengan nama St Petersburg.

Para demonstran mogok kerja dan terlibat bentrok dengan petugas keamanan karena enggan meninggalkan lokasi. Dua hari setelahnya, hampir seluruh masyarakat Petrograd melakukan hal serupa, bahkan nekat bertindak lebih jauh.

Para demonstran menghancurkan kantor polisi, yang membuat suasana semakin mencekam. Selain pekerja, mahasiswa juga bergabung demi menyuarakan hal serupa.

Sebuah hal mencengangkan terjadi di tengah gelombang demonstrasi. Menurut catatan Britannica, massa justru meneriakkan kurangnya makanan dan kelaparan yang mulai melanda Rusia, bukan pekikan mengenai perang dan kekaisaran yang awalnya diprotes.

Ketika gelombang protes sangat besar, Gubernur Militer Petrograd Sergey Khabalov menerima telegram langsung dari Tsar. Dia diperintah untuk segera menghentikan serangan dan membubarkan demonstran.

Secara paksa, demonstran dibubarkan, bahkan penembakan juga dilakukan hingga menewaskan puluhan demonstran. Meskipun berhasil dibubarkan sementara waktu, demonstran kembali memberontak, terlebih lagi saat beredar kabar bahwa resimen elite kekaisaran juga sudah melakukan pemberontakan dan bergabung dengan demonstran.

Tepat pada 28 Februari, tsar meninggalkan Mogilev menuju Petrograd. Sayangnya, Tsar Nicholas II tidak berhasil mencapai kota tersebut karena sudah dipenuhi oleh demonstran.

Melihat adanya revolusi itu, pejabat Rusia, seperti Kepala Angkatan Darat Nikolai Ruzsky, datang memberikan masukan agar tsar segera turun takhta. Masukan tersebut pun diterima Tsar Nicholas II demi melindungi keluarganya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1289 seconds (0.1#10.140)