Erdogan Jadikan Hagia Sophia Masjid, Ini Respons Tokoh-tokoh Muslim Indonesia

Rabu, 15 Juli 2020 - 18:49 WIB
loading...
Erdogan Jadikan Hagia...
Seorang perempuan berpose di depan Hagia Sophia atau Ayasofya, setelah putusan pengadilan yang membuka jalan bagi bangunan itu dikonversi dari museum kembali menjadi masjid, di Istanbul, Turki, 10 Juli 2020. Foto/REUTERS/Murad Sezer
A A A
JAKARTA - Para tokoh Muslim Indonesia, termasuk dari Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, telah menyampaikan sikap atas konversi Hagia Sophia di Istanbul, Turki, dari museum kembali menjadi masjid. Konversi itu diputuskan oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan .

Erdogan mengubah status bangunan yang awal mulanya gereja itu setelah pengadilan Turki membatalkan keputusan pemerintah 1934 yang menetapkan bangunan kuno itu sebagai museum.

Pengadilan dalam putusannya mengatakan permata arsitektur tersebut telah dimiliki oleh yayasan yang didirikan oleh Mehmed II (Sultan Muhammad al-Fatih), dan disajikan kepada masyarakat sebagai masjid. Menurut pengadilan, status itu tidak dapat diubah secara hukum sehingga keputusan pemerintah era Mustafa Kemal Ataturk tahun 1934 dicabut. (Baca: Sejarah Hagia Sophia, antara Katedral Kristen Ortodoks dan Masjid )

"Keputusan hukum melalui litigasi yang terbuka dan tidak memihak harus dihormati," kata Robikin Emhas, Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kepada Anadolu Agency. PBNU merupakan organisasi Muslim terbesar di Indonesia

Menanggapi reaksi beragam dari komunitas internasional, Emhas mengatakan setiap keputusan lembaga peradilan di negara mana pun tidak akan memuaskan semua pihak. "Tetapi putusan ini harus dihormati," kataya.

Muhammadiyah, organisasi Muslim tertua di Indonesia, menyambut keputusan Turki tentang konversi Hagia Sophia.

Wahid Ridwan, Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerja Sama Internasional (LHKI) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, mengatakan pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid adalah hak penuh pemerintah dan rakyat Turki.

"Perubahan status dilakukan dalam proses hukum dan birokrasi sebagai negara yang demokratis, sehingga tidak perlu diperebutkan secara internasional karena telah melalui proses yang sangat akuntabel," katanya kepada Anadolu Agency.

Ridwan mengatakan langkah ini menggambarkan toleransi dan perkembangan peradaban dunia dalam harmoni agama. “Tekanan tidak akan mengubah sikap pemerintah dan rakyat Turki. Barat harus memahami bahwa pandangan mereka tentang Islam sangat sempit," katanya.

Dia menambahkan bahwa kritik atas keputusan itu tidak perlu karena Turki akan membuka kompleks bangunan kuno itu untuk pengunjung dari semua agama. (Baca juga: Balas Turki, Yunani Ancam Jadikan Rumah Ataturk Museum Genosida )

Sementara itu, di Pakistan, Ketua Partai Jamaat-e-Islami; Siraj ul Haq, mengatakan berita pembukaan Hagia Sophia untuk salat umat Islam setelah 86 tahun telah menghangatkan hati umat Islam di seluruh dunia dan khususnya di Pakistan.

Dia menulis surat apresiasi yang ditujukan kepada Presiden Erdogan. "Terima salam terberat kami atas keputusan besar yang telah membalikkan ketidakadilan yang dilakukan beberapa dekade lalu," kata Haq dalam suratnya.

"Hagia Sophia adalah amanat Sultan Mehmet al-Fatih dan yang lebih baik Presiden Erdogan dapat menangani tanggung jawab sebesar itu," imbuh Haq, sepert dikutip Eur Asian Times, Rabu (15/7/2020).

Sekadar diketahui Hagia Sophia di Istanbul atau dikenal sebagai Konstantinopel selesai dibangun sebagai Katedral Kristen Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium pada tahun 537.

Pada 1204, Hagia Sophia dikonversi oleh Tentara Salib Keempat menjadi Katedral Katolik Roma di bawah Kekaisaran Latin, sebelum dikembalikan lagi menjadi Katedral Ortodoks setelah pembangunan kembali Kekaisaran Bizantium pada 1261.

Pada tahun 1453, Konstantinopel yang menjadi Ibu Kota Kekaisaran Bizantium ditaklukkan oleh Kekaisaran Ottoman di bawah pimpinan Sultan Mehmed II (Sultan Muhammad al-Fatih) atau dikenal sebagai Mehmed Sang Penakluk. Atas perintah Sultan Mehmed II, Hagia Sophia dikonversi menjadi masjid.

Setelah Kekaisaran Ottoman runtuh, lahir republik Turki modern yang dipimpin Mustafa Kemal Ataturk. Dia menjadikan Turki sebagai negara sekuler dan pada tahun 1953, Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum.

Jumat pekan lalu menjadi sejarah lagi ketika Erdogan mengubah bangunan kuno itu kembali menjadi masjid setelah pengadilan administrasi utama Turki mencabut atau membatalkan keputusan pemerintah Ataturk.

Keputusan Erdogan telah memicu kecaman komunitas Kristen dan Barat. Namun, Erdogan berdalih Hagia Sophia adalah urusan dalam negeri Turki dan setiap kritik yang datang akan dianggap sebagai serangan terhadap kedaulatan Turki.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1925 seconds (0.1#10.140)