Memanas, Ajudan Zelensky Serukan Serangan ke Wilayah Iran

Senin, 07 November 2022 - 20:06 WIB
Drone Shahed-136 buatan Iran diluncurkan dalam suatu misi. Foto/twitter
KIEV - Pabrik drone dan rudal balistik Iran harus dihancurkan, menurut seorang ajudan senior Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Seruan itu muncul setelah Teheran mengakui telah mengirim pesawat tak berawak (drone) militer ke Rusia, meskipun bersikeras pengiriman itu sebelum konflik Ukraina pecah pada akhir Februari.

“Saya percaya perlu untuk tidak hanya menjatuhkan sanksi dan embargo, saya percaya bahwa itu mungkin untuk meluncurkan serangan terhadap fasilitas manufaktur drone dan rudal balistik (di Iran). Negara seperti itu tidak dapat terus melakukan ini dengan impunitas,” ungkap Mikhail Podolyak pada Jumat (4/11/2022), berbicara langsung di TV lokal.

Pejabat itu tidak merinci siapa, tepatnya, yang harus melancarkan serangan semacam itu terhadap Republik Islam Iran.





Tuduhan seputar pengiriman senjata yang diklaim dari Iran ke Rusia muncul dalam beberapa pekan terakhir, setelah Moskow mulai menggunakan drone kamikaze baru secara massal di Ukraina.

Kiev menegaskan drone, yang dikenal sebagai Geran-2 (Geranium-2), sebenarnya adalah UAV Shahed-136 buatan Iran.

Pengiriman pesawat tak berawak telah meninggalkan krisis besar dalam hubungan antara Iran dan Ukraina, dengan Kiev menurunkan hubungan diplomatiknya dengan Teheran.



Moskow dan Teheran telah berulang kali membantah pengiriman senjata telah terjadi di tengah konflik Ukraina.

Namun, pada Sabtu, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengakui negaranya memang telah “menyediakan sejumlah kecil drone kepada Rusia beberapa bulan sebelum perang Ukraina.”

Dia juga membantah klaim Iran telah memasok Moskow dengan rudal.

Podolyak mengomentari pengakuan ini, mengungkapkan keraguan bahwa penjelasan seperti itu sebenarnya benar.

“Artinya, alih-alih menghancurkan infrastruktur kritis kami, (drone) telah diletakkan di gudang selama delapan bulan?” papar dia.

Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Luhansk di dalam negara Ukraina.

Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada 2014. Mantan Presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”

Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More