Majelis Umum PBB Kutuk Embargo AS pada Kuba, Hanya Israel yang Dukung
Sabtu, 05 November 2022 - 00:30 WIB
NEW YORK - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memberikan suara yang mendukung resolusi yang mengutuk embargo Amerika Serikat (AS) terhadap Kuba selama 30 tahun berturut-turut.
Hanya AS dan Israel yang memberikan suara menentang tindakan itu pada Kamis, sementara Ukraina dan Brasil abstain.
“Sejak 2019, AS telah meningkatkan pengepungan di seluruh negara kami, membawanya ke dimensi yang lebih kejam dan lebih tidak manusiawi, dengan tujuan sengaja menimbulkan kerusakan terbesar yang mungkin terjadi pada para keluarga Kuba,” papar Menteri Luar Negeri (Menlu) Kuba Bruno Rodriguez kepada perwakilan Majelis Umum PBB yang berkumpul.
Dia mengecam Presiden AS Joe Biden karena melanjutkan kebijakan "tekanan maksimum" dari pendahulunya Donald Trump daripada melanjutkan tren menuju hubungan yang membaik yang dilakukan Barack Obama selama tahun terakhirnya menjabat.
Sementara mengakui pemerintahan Biden telah membuat beberapa langkah yang sangat terbatas untuk membuka penerbangan, pengiriman uang, dan layanan konsuler dengan Kuba, Rodriguez berpendapat, “Blokade, yang telah diperketat secara ekstrem, terus menjadi elemen sentral yang mendefinisikan kebijakan AS pada Kuba.”
“Sejak Biden menjabat, embargo telah merugikan ekonomi Kuba sekitar USD6,35 miliar,” papar Rodriguez, angka yang berarti lebih dari USD15 juta per hari.
Meski dia menekankan tidak menyalahkan AS atas semua masalah Kuba, menyangkal pengaruh embargo sebagai, "penyebab utama kekurangan, kelangkaan dan kesulitan yang diderita para keluarga Kuba, sama saja gagal mengatakan yang sebenarnya."
AS abstain dari pemungutan suara yang mengutuk embargo itu untuk pertama kalinya pada 2016, tak lama setelah Obama memulihkan hubungan resmi dengan pulau itu.
Namun, Trump melanjutkan upaya presiden sebelumnya untuk mengisolasi negara sosialis itu.
Washington memberlakukan embargo pada tahun 1960 setelah revolusi Fidel Castro menggulingkan pemerintah Batista yang bersahabat dengan AS dan menasionalisasi properti milik warga negara Amerika.
Pemerintahan Trump dan Biden telah mengangkat dalih “hak asasi manusia” untuk membenarkan pencekikan ekonomi selama beberapa dekade, argumen yang dianggap tidak logis oleh Wakil Duta Besar Kuba untuk PBB Yuri Gala.
“Jika pemerintah Amerika Serikat benar-benar peduli pada kesejahteraan, hak asasi manusia, dan penentuan nasib sendiri rakyat Kuba, mereka bisa mencabut embargo,” tegas dia.
Dia menambahkan Washington dapat mencabut pembatasan ekonomi yang saat ini mencekik peluang ekonomi bagi para calon kapitalis.
Sebaliknya, Rodriguez berpendapat, “AS mempersenjatai Big Tech dan media dalam kampanye disinformasi dan penghinaan yang kejam terhadap Kuba … menggunakan anak-anak, pemuda, dan seniman kami sebagai target pemboman politik dan media ini.”
Washington memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap Kuba tahun lalu, mengutuk tanggapan polisi terhadap pecahnya protes.
Saat itu protes dimulai terkait kekurangan makanan dan obat-obatan, namun kemudian berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah yang keras.
Kuba menuding AS mendorong gerakan unjuk rasa anti-pemerintah di negaranya.
Hanya AS dan Israel yang memberikan suara menentang tindakan itu pada Kamis, sementara Ukraina dan Brasil abstain.
“Sejak 2019, AS telah meningkatkan pengepungan di seluruh negara kami, membawanya ke dimensi yang lebih kejam dan lebih tidak manusiawi, dengan tujuan sengaja menimbulkan kerusakan terbesar yang mungkin terjadi pada para keluarga Kuba,” papar Menteri Luar Negeri (Menlu) Kuba Bruno Rodriguez kepada perwakilan Majelis Umum PBB yang berkumpul.
Dia mengecam Presiden AS Joe Biden karena melanjutkan kebijakan "tekanan maksimum" dari pendahulunya Donald Trump daripada melanjutkan tren menuju hubungan yang membaik yang dilakukan Barack Obama selama tahun terakhirnya menjabat.
Sementara mengakui pemerintahan Biden telah membuat beberapa langkah yang sangat terbatas untuk membuka penerbangan, pengiriman uang, dan layanan konsuler dengan Kuba, Rodriguez berpendapat, “Blokade, yang telah diperketat secara ekstrem, terus menjadi elemen sentral yang mendefinisikan kebijakan AS pada Kuba.”
“Sejak Biden menjabat, embargo telah merugikan ekonomi Kuba sekitar USD6,35 miliar,” papar Rodriguez, angka yang berarti lebih dari USD15 juta per hari.
Meski dia menekankan tidak menyalahkan AS atas semua masalah Kuba, menyangkal pengaruh embargo sebagai, "penyebab utama kekurangan, kelangkaan dan kesulitan yang diderita para keluarga Kuba, sama saja gagal mengatakan yang sebenarnya."
AS abstain dari pemungutan suara yang mengutuk embargo itu untuk pertama kalinya pada 2016, tak lama setelah Obama memulihkan hubungan resmi dengan pulau itu.
Namun, Trump melanjutkan upaya presiden sebelumnya untuk mengisolasi negara sosialis itu.
Washington memberlakukan embargo pada tahun 1960 setelah revolusi Fidel Castro menggulingkan pemerintah Batista yang bersahabat dengan AS dan menasionalisasi properti milik warga negara Amerika.
Pemerintahan Trump dan Biden telah mengangkat dalih “hak asasi manusia” untuk membenarkan pencekikan ekonomi selama beberapa dekade, argumen yang dianggap tidak logis oleh Wakil Duta Besar Kuba untuk PBB Yuri Gala.
“Jika pemerintah Amerika Serikat benar-benar peduli pada kesejahteraan, hak asasi manusia, dan penentuan nasib sendiri rakyat Kuba, mereka bisa mencabut embargo,” tegas dia.
Dia menambahkan Washington dapat mencabut pembatasan ekonomi yang saat ini mencekik peluang ekonomi bagi para calon kapitalis.
Sebaliknya, Rodriguez berpendapat, “AS mempersenjatai Big Tech dan media dalam kampanye disinformasi dan penghinaan yang kejam terhadap Kuba … menggunakan anak-anak, pemuda, dan seniman kami sebagai target pemboman politik dan media ini.”
Washington memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap Kuba tahun lalu, mengutuk tanggapan polisi terhadap pecahnya protes.
Saat itu protes dimulai terkait kekurangan makanan dan obat-obatan, namun kemudian berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah yang keras.
Kuba menuding AS mendorong gerakan unjuk rasa anti-pemerintah di negaranya.
(sya)
tulis komentar anda