Bom Nuklir Gravitasi AS Bakal Jadi Senjata NATO, Lebih Dahsyat dari Bom Hiroshima
Sabtu, 29 Oktober 2022 - 04:07 WIB
BRUSSELS - Bom nuklir gravitasi B61-12 buatan Amerika Serikat (AS) akan menjadi senjata baru NATO. Salah satu varian senjata ini memiliki daya ledak yang lebih dahsyat dari bom atom yang dijatuhkan Amerika di Hiroshima, Jepang, pada 1945.
Washington sedang mempercepat pengiriman senjata nuklir taktis berpemandu yang sangat presisi itu ke Eropa di tengah ketegangan yang meningkat antara Moskow dan Barat.
Para pejabat AS mengatakan kepada sekutu NATO selama pertemuan tertutup di Brussels mengatakan bom gravitasi B61-12 dijadwalkan siap untuk Musim Semi 2023, tetapi sekarang dipercepat untuk Desember tahun ini.
Bom termonuklir baru ini adalah perangkat "dial-a-yield" dan merupakan salah satu yang paling serbaguna di gudang senjata AS karena daya ledaknya dapat ditingkatkan atau diturunkan tergantung pada targetnya.
Majalah spesialis pertahanan, National Interest, menyebut bom itu sebagai bom nuklir paling dahsyat di gudang senjata AS.
"Apa yang membuat bom B61-12 menjadi senjata nuklir paling berbahaya di gudang senjata Amerika adalah kegunaannya. Kegunaan ini berasal dari kombinasi akurasi dan hasil yang rendah," bunyi laporan majalah pertahanan tersebut, yang dikutip The Mirror, Sabtu (29/10/2022).
“Dalam hal yang pertama, B61-12 adalah bom berpemandu nuklir pertama di Amerika.”
Majalah itu, mengutip seorang pakar, menambahkan: "Membuat senjata dua kali lebih akurat memiliki efek mematikan yang sama dengan membuat hulu ledak delapan kali lebih kuat.”
B61-12 memiliki empat hasil ledakan yang dapat dipilih, yakni 0,3, 1,5, 10 atau 50 kiloton.
Sebagai perbandingan, bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada tahun 1945 menghasilkan ledakan sekitar 15 kiloton dengan korban tewas ratusan ribu orang.
Bom nuklir gravitasi akan menggantikan senjata lama di berbagai fasilitas penyimpanan di Eropa untuk potensi penggunaan oleh pesawat pengebom dan jet tempur AS dan sekutu.
Senjata tersebut menggunakan sistem navigasi inersia untuk mencapai probabilitas pembunuhan yang tinggi.
Rencana AS untuk menambahkan bom nuklir gravitasi ke gudang senjata NATO terjadi ketika negara-negara di Barat khawatir dengan ancaman Rusia untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina dan di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa Barat perlu berbuat lebih banyak untuk mencegah Moskow melewati batas itu.
Saat dimintai komentar, juru bicara Pentagon Brigjen Patrick Ryder mengatakan: “Meskipun kami tidak akan membahas rincian persenjataan nuklir kami, modernisasi senjata nuklir B61 AS telah berlangsung selama bertahun-tahun dan berencana untuk secara aman dan bertanggung jawab menukar senjata yang lebih tua dengan senjata versi B61-12 yang ditingkatkan adalah bagian dari upaya modernisasi yang telah lama direncanakan dan dijadwalkan.”
"Ini sama sekali tidak terkait dengan peristiwa terkini di Ukraina," ujarnya.
Politico, media yang berbasis di AS, melaporkan langkah Washington itu lebih ditujukan ke negara-negara NATO daripada Rusia—yakni untuk meyakinkan sekutu ketika mereka merasa sangat terancam oleh Rusia.
Saat ini, AS memiliki 100 unit bom B61 lama yang disimpan di pangkalan di negara-negara Eropa termasuk Jerman dan Italia.
Bom baru akan dapat dijatuhkan dari berbagai pesawat termasuk pengembom siluman B-2, dan pesawat tempur yang lebih kecil seperti F-15, Tornado, dan jet tempur siluman F-35.
Pada hari Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan Inggris, khususnya mantan perdana menteri Liz Truss, karena memulai provokasi nuklir.
Putin mengklaim tidak pernah mengatakan apa pun secara proaktif tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir oleh Rusia.
"Kremlin hanya mengisyaratkan sebagai tanggapan atas pernyataan yang dibuat oleh para pemimpin Barat," katanya.
Washington sedang mempercepat pengiriman senjata nuklir taktis berpemandu yang sangat presisi itu ke Eropa di tengah ketegangan yang meningkat antara Moskow dan Barat.
Para pejabat AS mengatakan kepada sekutu NATO selama pertemuan tertutup di Brussels mengatakan bom gravitasi B61-12 dijadwalkan siap untuk Musim Semi 2023, tetapi sekarang dipercepat untuk Desember tahun ini.
Bom termonuklir baru ini adalah perangkat "dial-a-yield" dan merupakan salah satu yang paling serbaguna di gudang senjata AS karena daya ledaknya dapat ditingkatkan atau diturunkan tergantung pada targetnya.
Majalah spesialis pertahanan, National Interest, menyebut bom itu sebagai bom nuklir paling dahsyat di gudang senjata AS.
"Apa yang membuat bom B61-12 menjadi senjata nuklir paling berbahaya di gudang senjata Amerika adalah kegunaannya. Kegunaan ini berasal dari kombinasi akurasi dan hasil yang rendah," bunyi laporan majalah pertahanan tersebut, yang dikutip The Mirror, Sabtu (29/10/2022).
“Dalam hal yang pertama, B61-12 adalah bom berpemandu nuklir pertama di Amerika.”
Majalah itu, mengutip seorang pakar, menambahkan: "Membuat senjata dua kali lebih akurat memiliki efek mematikan yang sama dengan membuat hulu ledak delapan kali lebih kuat.”
B61-12 memiliki empat hasil ledakan yang dapat dipilih, yakni 0,3, 1,5, 10 atau 50 kiloton.
Sebagai perbandingan, bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada tahun 1945 menghasilkan ledakan sekitar 15 kiloton dengan korban tewas ratusan ribu orang.
Bom nuklir gravitasi akan menggantikan senjata lama di berbagai fasilitas penyimpanan di Eropa untuk potensi penggunaan oleh pesawat pengebom dan jet tempur AS dan sekutu.
Senjata tersebut menggunakan sistem navigasi inersia untuk mencapai probabilitas pembunuhan yang tinggi.
Rencana AS untuk menambahkan bom nuklir gravitasi ke gudang senjata NATO terjadi ketika negara-negara di Barat khawatir dengan ancaman Rusia untuk menggunakan senjata nuklir di Ukraina dan di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa Barat perlu berbuat lebih banyak untuk mencegah Moskow melewati batas itu.
Saat dimintai komentar, juru bicara Pentagon Brigjen Patrick Ryder mengatakan: “Meskipun kami tidak akan membahas rincian persenjataan nuklir kami, modernisasi senjata nuklir B61 AS telah berlangsung selama bertahun-tahun dan berencana untuk secara aman dan bertanggung jawab menukar senjata yang lebih tua dengan senjata versi B61-12 yang ditingkatkan adalah bagian dari upaya modernisasi yang telah lama direncanakan dan dijadwalkan.”
"Ini sama sekali tidak terkait dengan peristiwa terkini di Ukraina," ujarnya.
Politico, media yang berbasis di AS, melaporkan langkah Washington itu lebih ditujukan ke negara-negara NATO daripada Rusia—yakni untuk meyakinkan sekutu ketika mereka merasa sangat terancam oleh Rusia.
Saat ini, AS memiliki 100 unit bom B61 lama yang disimpan di pangkalan di negara-negara Eropa termasuk Jerman dan Italia.
Bom baru akan dapat dijatuhkan dari berbagai pesawat termasuk pengembom siluman B-2, dan pesawat tempur yang lebih kecil seperti F-15, Tornado, dan jet tempur siluman F-35.
Pada hari Kamis, Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan Inggris, khususnya mantan perdana menteri Liz Truss, karena memulai provokasi nuklir.
Putin mengklaim tidak pernah mengatakan apa pun secara proaktif tentang kemungkinan penggunaan senjata nuklir oleh Rusia.
"Kremlin hanya mengisyaratkan sebagai tanggapan atas pernyataan yang dibuat oleh para pemimpin Barat," katanya.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda