Protes Megaproyek NEOM-nya Mohammed bin Salman, Pria Arab Saudi Dihukum Mati
Rabu, 12 Oktober 2022 - 02:03 WIB
RIYADH - Shadli al-Howeiti, seorang pria Arab Saudi , telah dijatuhi hukuman mati bulan ini karena menentang penggusuran sukunya setelah wilayah mereka menjadi lokasi megaproyek NEOM. Megaproyek kota mahal dan canggih itu merupakan gagasan Putra Mahkota Mohammed bin Salman .
ALQST, kelompok hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Inggris, melaporkan Shadli al-Howeiti dicekoki makanan secara paksa di penjara setelah mogok makan berbulan-bulan sebelum dia dijatuhi hukuman mati.
Shadli al-Howeiti ditangkap pada tahun 2020 karena menentang penggusuran suku Howeitat. Pada Mei lalu, menurut ALQST, dia melakukan mogok makan untuk memprotes perlakuan buruknya di penjara, termasuk ditempatkan di sel isolasi.
Setelah dua minggu, pihak berwenang di Penjara Dhahban di Jeddah—fasilitas yang sama di mana aktivis hak-hak perempuan mengatakan mereka dilecehkan dan disiksa secara seksual pada tahun 2018—memasukkan tabung ke perutnya untuk memaksanya makan. Menurut ALQST, itu merupakan bentuk penyiksaan.
Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati kepada Shadli al-Howeiti dan dua kerabatnya, Ibrahim al-Howeiti dan Ataullah al-Howeiti—yang juga ditangkap pada tahun 2020 karena perlawanan mereka terhadap penggusuran—pada 2 Oktober.
Ibrahim al-Howeiti, kata ALQST, adalah anggota delegasi penduduk setempat yang bertemu pada tahun 2020 dengan komisi resmi yang ditugaskan untuk mengamankan sertifikat pemerintah atas tanah yang dibutuhkan untuk megaproyek NEOM.
Menurut kelompok HAM tersebut, Ataullah al-Howeiti telah terlihat di beberapa klip video berbicara tentang kesengsaraan keluarganya dan semua warga terlantar lainnya yang juga menghadapi penggusuran.
"Hukuman mengejutkan ini sekali lagi menunjukkan ketidakpedulian pihak berwenang Saudi terhadap HAM, dan tindakan kejam yang siap mereka ambil untuk menghukum anggota suku Howeitat karena secara sah memprotes pengusiran paksa dari rumah mereka," kata Abdullah Aljuraywi dari ALQST.
Middle East Eye, dalam laporannya yang dikutip Selasa (11/10/2022), telah meminta komentar dari pemerintah Arab Saudi. Namun, pemerintah belum memberikan komentar.
Hukuman mereka dijatuhkan ketika suku Howeitat telah melaporkan eskalasi dalam kampanye oleh pihak berwenang untuk mengusir mereka dari tanah mereka untuk proyek unggulan, termasuk pemotongan layanan air dan listrik mereka, dan penggunaan drone pengintai.
Dua anggota suku Howeitat lainnya—Abdulilah al-Howeiti dan Abdullah Dukhail al-Howeiti—dijatuhi hukuman penjara 50 tahun dan larangan bepergian 50 tahun pada Agustus karena mendukung penolakan keluarga mereka untuk diusir dari rumah mereka di provinsi Tabuk.
Tiga pria yang ALQST laporkan dijatuhi hukuman mati adalah sepupu Alya al-Howeiti, anggota suku yang berbasis di Inggris yang memimpin kampanye Justice for Neom Victims dan pendiri Liga Oposisi Independen Arab yang baru-baru ini diluncurkan.
Alya al-Howeiti, yang tidak bisa mengonfirmasi hukuman itu, mengatakan kepada Middle East Eye pada hari Senin bahwa para pria itu berusia 30-an dan 40-an tahun.
Shadli, katanya, sangat terkenal di media sosial, seperti saudaranya Abdul Rahim al-Howeiti, yang secara teratur memposting video di YouTube memprotes perintah pengusiran pemerintah sebelum dia ditembak mati oleh pasukan khusus Arab Saudi dalam kebuntuan April 2020.
Jeed Basyouni, dari LSM anti-hukuman mati Reprieve, mengatakan penggunaan hukuman mati oleh kerajaan untuk menekan perbedaan pendapat terdokumentasi dengan baik.
“Dari 81 orang yang tewas dalam eksekusi massal Maret ini, lebih dari setengahnya telah dihukum karena ikut serta dalam demonstrasi pro-demokrasi,” kata Basyouni kepada Middle East Eye.
“Penerapan hukuman mati tanpa pandang bulu, termasuk terhadap anak-anak, pelanggar tanpa kekerasan dan orang-orang yang menggunakan hak kebebasan berbicara, sangat bertentangan dengan citra yang ingin diproyeksikan oleh rezim Mohammed bin Salman kepada dunia.”
Ketiga pria itu bergabung dengan daftar orang Arab Saudi yang terus bertambah yang telah dijatuhi hukuman ekstrem sejak Agustus. Mereka termasuk Salma al-Shehab, seorang mahasiswa Universitas Leeds dan ibu dari dua anak; dan Nourah binti Saeed al-Qahtani, ibu dari lima anak. Mereka diberi hukuman penjara masing-masing 34 tahun dan 45 tahun, atas tweet yang kritis terhadap pemerintah Saudi.
Menurut ALQST, Osama Khaled, seorang penulis, penerjemah dan pemrogram komputer, dijatuhi hukuman 32 tahun atas tuduhan yang berkaitan dengan hak kebebasan berbicara.
ALQST, kelompok hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Inggris, melaporkan Shadli al-Howeiti dicekoki makanan secara paksa di penjara setelah mogok makan berbulan-bulan sebelum dia dijatuhi hukuman mati.
Shadli al-Howeiti ditangkap pada tahun 2020 karena menentang penggusuran suku Howeitat. Pada Mei lalu, menurut ALQST, dia melakukan mogok makan untuk memprotes perlakuan buruknya di penjara, termasuk ditempatkan di sel isolasi.
Setelah dua minggu, pihak berwenang di Penjara Dhahban di Jeddah—fasilitas yang sama di mana aktivis hak-hak perempuan mengatakan mereka dilecehkan dan disiksa secara seksual pada tahun 2018—memasukkan tabung ke perutnya untuk memaksanya makan. Menurut ALQST, itu merupakan bentuk penyiksaan.
Pengadilan Kriminal Khusus Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati kepada Shadli al-Howeiti dan dua kerabatnya, Ibrahim al-Howeiti dan Ataullah al-Howeiti—yang juga ditangkap pada tahun 2020 karena perlawanan mereka terhadap penggusuran—pada 2 Oktober.
Ibrahim al-Howeiti, kata ALQST, adalah anggota delegasi penduduk setempat yang bertemu pada tahun 2020 dengan komisi resmi yang ditugaskan untuk mengamankan sertifikat pemerintah atas tanah yang dibutuhkan untuk megaproyek NEOM.
Menurut kelompok HAM tersebut, Ataullah al-Howeiti telah terlihat di beberapa klip video berbicara tentang kesengsaraan keluarganya dan semua warga terlantar lainnya yang juga menghadapi penggusuran.
"Hukuman mengejutkan ini sekali lagi menunjukkan ketidakpedulian pihak berwenang Saudi terhadap HAM, dan tindakan kejam yang siap mereka ambil untuk menghukum anggota suku Howeitat karena secara sah memprotes pengusiran paksa dari rumah mereka," kata Abdullah Aljuraywi dari ALQST.
Middle East Eye, dalam laporannya yang dikutip Selasa (11/10/2022), telah meminta komentar dari pemerintah Arab Saudi. Namun, pemerintah belum memberikan komentar.
Hukuman mereka dijatuhkan ketika suku Howeitat telah melaporkan eskalasi dalam kampanye oleh pihak berwenang untuk mengusir mereka dari tanah mereka untuk proyek unggulan, termasuk pemotongan layanan air dan listrik mereka, dan penggunaan drone pengintai.
Dua anggota suku Howeitat lainnya—Abdulilah al-Howeiti dan Abdullah Dukhail al-Howeiti—dijatuhi hukuman penjara 50 tahun dan larangan bepergian 50 tahun pada Agustus karena mendukung penolakan keluarga mereka untuk diusir dari rumah mereka di provinsi Tabuk.
Tiga pria yang ALQST laporkan dijatuhi hukuman mati adalah sepupu Alya al-Howeiti, anggota suku yang berbasis di Inggris yang memimpin kampanye Justice for Neom Victims dan pendiri Liga Oposisi Independen Arab yang baru-baru ini diluncurkan.
Alya al-Howeiti, yang tidak bisa mengonfirmasi hukuman itu, mengatakan kepada Middle East Eye pada hari Senin bahwa para pria itu berusia 30-an dan 40-an tahun.
Shadli, katanya, sangat terkenal di media sosial, seperti saudaranya Abdul Rahim al-Howeiti, yang secara teratur memposting video di YouTube memprotes perintah pengusiran pemerintah sebelum dia ditembak mati oleh pasukan khusus Arab Saudi dalam kebuntuan April 2020.
Jeed Basyouni, dari LSM anti-hukuman mati Reprieve, mengatakan penggunaan hukuman mati oleh kerajaan untuk menekan perbedaan pendapat terdokumentasi dengan baik.
“Dari 81 orang yang tewas dalam eksekusi massal Maret ini, lebih dari setengahnya telah dihukum karena ikut serta dalam demonstrasi pro-demokrasi,” kata Basyouni kepada Middle East Eye.
“Penerapan hukuman mati tanpa pandang bulu, termasuk terhadap anak-anak, pelanggar tanpa kekerasan dan orang-orang yang menggunakan hak kebebasan berbicara, sangat bertentangan dengan citra yang ingin diproyeksikan oleh rezim Mohammed bin Salman kepada dunia.”
Ketiga pria itu bergabung dengan daftar orang Arab Saudi yang terus bertambah yang telah dijatuhi hukuman ekstrem sejak Agustus. Mereka termasuk Salma al-Shehab, seorang mahasiswa Universitas Leeds dan ibu dari dua anak; dan Nourah binti Saeed al-Qahtani, ibu dari lima anak. Mereka diberi hukuman penjara masing-masing 34 tahun dan 45 tahun, atas tweet yang kritis terhadap pemerintah Saudi.
Menurut ALQST, Osama Khaled, seorang penulis, penerjemah dan pemrogram komputer, dijatuhi hukuman 32 tahun atas tuduhan yang berkaitan dengan hak kebebasan berbicara.
(min)
tulis komentar anda