Prancis Bantah Sembunyikan Presiden Terguling Burkina Faso
Minggu, 02 Oktober 2022 - 10:20 WIB
PARIS - Kementerian Luar Negeri Prancis telah membantah keterlibatan negara itu dalam peristiwa yang terjadi setelah pengambilalihan militer di Burkina Faso. Prancis mengeluarkan bantahan di tengah tuduhan bahwa pemimpin terguling Paul-Henri Sandaogo Damiba mencari perlindungan di sebuah pangkalan militer Prancis.
"Prancis secara resmi membantah terlibat dalam peristiwa yang terjadi sejak kemarin di Burkina Faso. Pangkalan di mana pasukan Prancis berada tidak pernah menjadi tuan rumah Paul-Henri Sandaogo Damiba, begitu pula kedutaan kami," bunyi pernyataan itu seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (2/10/2022).
Pada Jumat malam, media di Burkina Faso melaporkan bahwa Damiba, pemimpin pemerintahan sementara yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada Januari lalu, digulingkan oleh sekelompok militer yang dipimpin oleh Kapten Ibrahim Traore. Ini adalah pengambilalihan kekuasaan oleh militer kedua di negara itu dalam delapan bulan.
Kelompok Traore menangguhkan konstitusi dan menutup perbatasan. Dikatakan juga bahwa Damiba bersembunyi di pangkalan militer Prancis dan merencanakan serangan balasan. Kedutaan Prancis membantah keterlibatannya pada hari sebelumnya.
Setelah mengambil alih kekuasaan pada Januari, Damiba berjanji untuk mengakhiri kekerasan ekstremis Islam yang telah memaksa 2 juta orang meninggalkan rumah mereka di Burkina Faso. Tetapi kelompok petugas yang dipimpin oleh Traore mengatakan pada hari Jumat bahwa Damiba telah gagal dan digulingkan.
Kepemimpinan junta baru mengatakan akan berkomitmen semua kekuatan tempur untuk kembali fokus pada masalah keamanan dan pemulihan integritas wilayah.
Tetapi masih harus dilihat apakah junta yang baru dapat membalikkan krisis. Kekhawatiran meningkat pada hari Sabtu bahwa ketidakstabilan politik terbaru akan semakin mengalihkan perhatian militer dan memungkinkan para ekstrimis untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara yang dulu damai.
Bagi beberapa orang di militer Burkina Faso, Damiba dipandang terlalu nyaman dengan mantan penjajah Prancis, yang mempertahankan kehadiran militer di wilayah Sahel Afrika untuk membantu negara-negara memerangi ekstremis Islam. Beberapa yang mendukung pemimpin kudeta baru, Traore, telah meminta pemerintah Burkina Faso untuk mencari dukungan Rusia sebagai gantinya.
"Prancis secara resmi membantah terlibat dalam peristiwa yang terjadi sejak kemarin di Burkina Faso. Pangkalan di mana pasukan Prancis berada tidak pernah menjadi tuan rumah Paul-Henri Sandaogo Damiba, begitu pula kedutaan kami," bunyi pernyataan itu seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (2/10/2022).
Pada Jumat malam, media di Burkina Faso melaporkan bahwa Damiba, pemimpin pemerintahan sementara yang mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada Januari lalu, digulingkan oleh sekelompok militer yang dipimpin oleh Kapten Ibrahim Traore. Ini adalah pengambilalihan kekuasaan oleh militer kedua di negara itu dalam delapan bulan.
Kelompok Traore menangguhkan konstitusi dan menutup perbatasan. Dikatakan juga bahwa Damiba bersembunyi di pangkalan militer Prancis dan merencanakan serangan balasan. Kedutaan Prancis membantah keterlibatannya pada hari sebelumnya.
Setelah mengambil alih kekuasaan pada Januari, Damiba berjanji untuk mengakhiri kekerasan ekstremis Islam yang telah memaksa 2 juta orang meninggalkan rumah mereka di Burkina Faso. Tetapi kelompok petugas yang dipimpin oleh Traore mengatakan pada hari Jumat bahwa Damiba telah gagal dan digulingkan.
Kepemimpinan junta baru mengatakan akan berkomitmen semua kekuatan tempur untuk kembali fokus pada masalah keamanan dan pemulihan integritas wilayah.
Tetapi masih harus dilihat apakah junta yang baru dapat membalikkan krisis. Kekhawatiran meningkat pada hari Sabtu bahwa ketidakstabilan politik terbaru akan semakin mengalihkan perhatian militer dan memungkinkan para ekstrimis untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara yang dulu damai.
Bagi beberapa orang di militer Burkina Faso, Damiba dipandang terlalu nyaman dengan mantan penjajah Prancis, yang mempertahankan kehadiran militer di wilayah Sahel Afrika untuk membantu negara-negara memerangi ekstremis Islam. Beberapa yang mendukung pemimpin kudeta baru, Traore, telah meminta pemerintah Burkina Faso untuk mencari dukungan Rusia sebagai gantinya.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda