Mantan Tentara Afghanistan yang Dilatih AS Bisa Direkrut Rusia, China, dan Iran
Senin, 15 Agustus 2022 - 21:33 WIB
WASHINGTON - Mantan personel keamanan Afghanistan dengan “pengetahuan sensitif tentang operasi Amerika Serikat (AS)” dapat direkrut Rusia, China, dan Iran.
Para personil itu banyak yang tertinggal setelah penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan.
Kekhawatiran itu diungkapkan anggota parlemen AS dari Partai Republik dalam laporan sementara yang belum dirilis, seperti dikutip Reuters pada Minggu (14/8/2022).
“Ini terutama benar mengingat laporan bahwa beberapa mantan personel militer Afghanistan telah melarikan diri ke Iran,” tulis anggota Partai Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS pada peringatan tahun pertama perebutan Kabul oleh Taliban.
Taliban merebut ibu kota Afghanistan dengan sedikit atau tanpa perlawanan pada Agustus 2021, selama tahap akhir penarikan pasukan AS.
Jatuhnya Kabul mendorong evakuasi yang sibuk oleh negara-negara Barat untuk warga negara mereka dan para pembantu asal Afghanistan.
Seorang ajudan komite mengatakan kepada Washington Post bahwa sekitar 3.000 personel keamanan Afghanistan menyeberang ke Iran, membawa peralatan dan kendaraan mereka.
"Kami percaya ini terjadi karena mereka tidak dievakuasi oleh AS atau sekutu kami, dan karena itu tidak punya pilihan lain," papar ajudan itu.
Laporan itu menuduh Presiden AS Joe Biden salah menangani proses penarikan dan menyatakan lebih dari 800 warga AS tertinggal ketika evakuasi selesai pada 31 Agustus 2021, menurut Post.
Surat kabar itu mengutip seorang ajudan yang mengatakan 84 warga AS berusaha meninggalkan Afghanistan pada akhir bulan lalu.
Michael McCaul, tokoh Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR, mengatakan kepada Face the Nation di CBS pada Minggu bahwa pemerintahan Biden “tidak memiliki rencana” untuk penarikan itu.
Gedung Putih menolak laporan itu sebagai partisan dan “dipenuhi dengan karakterisasi yang tidak akurat, informasi yang tidak tepat, dan klaim palsu.”
“Ketika Presiden Biden menjabat, dia dihadapkan pada pilihan: meningkatkan perang dan menempatkan lebih banyak pasukan Amerika dalam bahaya, atau akhirnya mengakhiri perang terpanjang Amerika Serikat setelah dua dekade presiden Amerika mengirim pasukan AS untuk berperang dan mati di Afghanistan,” ujar Adrienne Watson, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS.
Laporan yang berjudul “Kegagalan Strategis: Menilai Penarikan Administrasi Afghanistan” diharapkan akan dipublikasikan pekan ini, menurut The Hill.
Para personil itu banyak yang tertinggal setelah penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan.
Kekhawatiran itu diungkapkan anggota parlemen AS dari Partai Republik dalam laporan sementara yang belum dirilis, seperti dikutip Reuters pada Minggu (14/8/2022).
“Ini terutama benar mengingat laporan bahwa beberapa mantan personel militer Afghanistan telah melarikan diri ke Iran,” tulis anggota Partai Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR AS pada peringatan tahun pertama perebutan Kabul oleh Taliban.
Taliban merebut ibu kota Afghanistan dengan sedikit atau tanpa perlawanan pada Agustus 2021, selama tahap akhir penarikan pasukan AS.
Jatuhnya Kabul mendorong evakuasi yang sibuk oleh negara-negara Barat untuk warga negara mereka dan para pembantu asal Afghanistan.
Seorang ajudan komite mengatakan kepada Washington Post bahwa sekitar 3.000 personel keamanan Afghanistan menyeberang ke Iran, membawa peralatan dan kendaraan mereka.
"Kami percaya ini terjadi karena mereka tidak dievakuasi oleh AS atau sekutu kami, dan karena itu tidak punya pilihan lain," papar ajudan itu.
Laporan itu menuduh Presiden AS Joe Biden salah menangani proses penarikan dan menyatakan lebih dari 800 warga AS tertinggal ketika evakuasi selesai pada 31 Agustus 2021, menurut Post.
Surat kabar itu mengutip seorang ajudan yang mengatakan 84 warga AS berusaha meninggalkan Afghanistan pada akhir bulan lalu.
Michael McCaul, tokoh Republik di Komite Urusan Luar Negeri DPR, mengatakan kepada Face the Nation di CBS pada Minggu bahwa pemerintahan Biden “tidak memiliki rencana” untuk penarikan itu.
Gedung Putih menolak laporan itu sebagai partisan dan “dipenuhi dengan karakterisasi yang tidak akurat, informasi yang tidak tepat, dan klaim palsu.”
“Ketika Presiden Biden menjabat, dia dihadapkan pada pilihan: meningkatkan perang dan menempatkan lebih banyak pasukan Amerika dalam bahaya, atau akhirnya mengakhiri perang terpanjang Amerika Serikat setelah dua dekade presiden Amerika mengirim pasukan AS untuk berperang dan mati di Afghanistan,” ujar Adrienne Watson, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS.
Laporan yang berjudul “Kegagalan Strategis: Menilai Penarikan Administrasi Afghanistan” diharapkan akan dipublikasikan pekan ini, menurut The Hill.
(sya)
tulis komentar anda