Sandera Orang di Bank agar Uangnya Dikembalikan, Pria Ini Dianggap Pahlawan di Lebanon

Senin, 15 Agustus 2022 - 17:38 WIB
Bassam al-Sheikh Hussein dianggap pahlawan setelah menyandera sejumlah orang di bank di Beirut, Lebanon. Foto/fmn
BEIRUT - Seorang pria bersenjata muncul sebagai pahlawan rakyat di Lebanon setelah menyandera sejumlah orang di bank sentral Beirut.

Pelaku penyanderaan menuntut akses ke uangnya sendiri yang tak bisa diambil. Aksi penyanderaan ini justru menghasilkan dukungan publik yang luas.

Mengacungkan senapan dan mengancam akan menyiram dirinya dengan bensin, Bassam al-Sheikh Hussein, memasuki cabang Bank Federal sekitar tengah hari pada Kamis lalu.

Dia bersikeras menarik sebagian dari uang tabungannya yang dibekukan sebesar USD210.000 untuk membantu membayar tagihan rumah sakit ayahnya.





Seperti hampir semua warga Lebanon, uang penyandera dilarang diambil selama lebih dari dua tahun.

Bank, yang dilanda krisis ekonomi, hanya mengizinkan nasabah menarik dolar setiap bulan yang jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan paling dasar.

Berita penyanderaan itu dengan cepat menyebar ke penjuru negeri di mana hampir 80% penduduknya sekarang dianggap miskin setelah diberlakukannya kontrol modal informal.



Adegan-adegan seorang penyandera yang menantang tindakan bank untuk mendapatkan uangnya sendiri itu memicu dukungan publik.

Apalagi saat ini ratusan ribu orang mengalami dampak keruntuhan ekonomi yang mengejutkan yang telah melumpuhkan Lebanon dan berpotensi melenyapkan miliaran dolar dalam tabungan para nasabah.

Para tentara dan polisi yang berkumpul di dekat bank saat pengepungan juga mengalami krisis serupa.

Gaji tentara dan polisi dikurangi lebih dari dua puluh kali lipat sejak awal 2020, dengan banyak yang sekarang berpenghasilan setara dengan USD70 per bulan.

Para pengamat berbicara tentang dukungan mereka untuk tindakan berani, yang tampaknya dikagumi banyak orang, meskipun faktanya kejadian itu menutup aktivitas di sebagian besar distrik Hamra di Beirut.

“Dia bahkan bukan perampok sungguhan,” ujar Ghassan Moula, warga di jalan di sebelah bank.

“Dia hanya meminta apa yang menjadi miliknya. Para pemimpin kita yang terkasih mengirimkan semua miliaran uang mereka ke bank-bank Swiss dengan bantuan bank sentral, dan kita semua dibiarkan menderita. Seluruh Lebanon ingin melakukan ini,” papar Moula.

Menjelang malam, sikap pria bersenjata itu tampaknya berhasil, dengan bank setuju memberinya USD30.000 setelah dia menolak tawaran sebelumnya sebesar USD10.000.

Saat malam semakin dekat, dia membiarkan para sanderanya diberi makan oleh restoran lokal, yang mengantarkan makanan ke pintu bank. Tak lama kemudian dia menyerahkan diri ke polisi.

“Tidak ada yang akan mengatakan dia melakukan hal yang salah,” ujar Ahmad Yatoum, pengamat lainnya.

“Orang yang putus asa melakukan hal-hal yang putus asa. Kita semua seperti dia, bahkan para tentara dan polisi anti huru hara menyukainya,” tutur dia.

Penyanderaan bank adalah yang kedua dari jenisnya tahun ini, setelah nasabah yang marah menyiram nasabah di bank regional dengan bahan bakar pada bulan Januari dan menuntut tabungannya.

Dia juga sukses. Namun, tindakan pembangkangan seperti itu jarang terjadi di Lebanon meskipun penduduknya menderita dan semakin menderita terus menerus.

Pengiriman uang dari kerabat di luar negeri telah lama menjadi penyelamat bagi warga Lebanon.

Dengan mata uang lokal yang masih jatuh, krisis politik yang terus berlanjut dan tidak ada tanda nyata bahwa para pemimpin siap memenuhi tuntutan kejujuran yang penting untuk paket penyelamatan global, pengiriman uang dari luar negeri itu sangat penting untuk menjaga negara tetap utuh.

Banyak nasabah dibatasi untuk menerima minimal USD200 sebulan dari bank selain versi hibrida dari mata uang lokal, yang dikenal sebagai lolar, yang dibagikan sekitar sepertiga dari harga pasar.

Ada ketakutan yang meluas bahwa simpanan dolar di bank dapat menjadi tidak berharga jika dan ketika solusi keuangan ditemukan.

Sebagian besar barang dan jasa sekarang dijual dengan nilai dolar, yang membuat ketersediaan mata uang dolar semakin penting bagi mereka yang tidak memiliki akses ke rekening luar negeri atau aliran pendapatan siap pakai dari luar Lebanon.

“Hiperinflasi telah menghancurkan kami,” papar George Haddad, seorang pembuat roti.

Dia menjelaskan, “Bahkan hal yang paling mendasar dalam hidup seperti roti berada di luar jangkauan banyak orang.”
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More