Mulai Hari Ini, Jepang Penjarakan Pelaku Cyberbullying
Kamis, 07 Juli 2022 - 18:46 WIB
TOKYO - Sebuah undang-undang yang memberlakukan hukuman ketat untuk pelaku cyberbullying mulai berlaku di Jepang , mengancam pelakunya dengan hukuman penjara satu tahun dan denda yang lebih besar bagi pelanggar.
Jepang memperketat aturan di dunia maya bertahun-tahun setelah seorang bintang televisi terkenal melakukan bunuh diri . Ia menghadapi pelecehan online sebelumnya kematiannya.
Peristiwa ini memicu seruan untuk dilakukannya reformasi hukum. Undang-undang tersebut mulai berlaku di seluruh Jepang pada hari Kamis (7/7/2022), dengan pelanggar sekarang menghadapi denda hingga USD2.200 atau sekitar Rp33 juta dan satu tahun di balik jeruji besi.
Hukuman ini secara signifikan lebih kuat dari hukuman maksimum sebelumnya yang menjatuhkan denda sekitar USD75 (Rp1,1 juta) dan hukuman tidak lebih dari 30 hari penahanan.
Disahkan pada pertengahan Juni setelah partai Demokrat Liberal yang berkuasa mencapai kesepakatan dengan anggota parlemen oposisi, RUU itu akan ditinjau dalam waktu tiga tahun sejak diundangkan untuk menentukan apakah RUU itu menempatkan pembatasan yang tidak semestinya pada kebebasan berbicara. Jika iya, undang-undang akan diubah seperti disitir dari Russia Today.
Hukuman keras untuk "penghinaan online" datang lebih dari dua tahun setelah bunuh diri bintang reality show berusia 22 tahun dan pegulat pro Hana Kimura.
Kimura mengambil nyawanya sendiri pada Mei 2020 setelah gelombang cyberbullying yang dia terima karena penampilannya di acara 'Terrace House' Netflix.
Sementara kasus tersebut menarik perhatian dunia internasional terhadap masalah cyberbullying di Jepang, dua pria yang dinyatakan bersalah menargetkan Kimura di dunia maya hanya diberi denda ringan.
Setelah kematian Kimura, dewan legislatif Kementerian Kehakiman Jepang merekomendasikan hukuman yang lebih keras kepada Menteri Kehakiman Yoshihisa Furukawa, yang mengatakan kepada wartawan awal pekan ini bahwa kerangka kerja baru menunjukkan penilaian hukum bahwa (perundungan dunia maya) adalah kejahatan yang harus ditangani secara serius, dan bertindak sebagai pencegah.
Menolak kritik yang mengecam undang-undang itu sebagai tindakan yang kejam, Furukawa juga berpendapat aturan itu tidak akan berarti pembatasan kebebasan berekspresi yang tidak dapat dibenarkan.
Jepang memperketat aturan di dunia maya bertahun-tahun setelah seorang bintang televisi terkenal melakukan bunuh diri . Ia menghadapi pelecehan online sebelumnya kematiannya.
Peristiwa ini memicu seruan untuk dilakukannya reformasi hukum. Undang-undang tersebut mulai berlaku di seluruh Jepang pada hari Kamis (7/7/2022), dengan pelanggar sekarang menghadapi denda hingga USD2.200 atau sekitar Rp33 juta dan satu tahun di balik jeruji besi.
Hukuman ini secara signifikan lebih kuat dari hukuman maksimum sebelumnya yang menjatuhkan denda sekitar USD75 (Rp1,1 juta) dan hukuman tidak lebih dari 30 hari penahanan.
Disahkan pada pertengahan Juni setelah partai Demokrat Liberal yang berkuasa mencapai kesepakatan dengan anggota parlemen oposisi, RUU itu akan ditinjau dalam waktu tiga tahun sejak diundangkan untuk menentukan apakah RUU itu menempatkan pembatasan yang tidak semestinya pada kebebasan berbicara. Jika iya, undang-undang akan diubah seperti disitir dari Russia Today.
Hukuman keras untuk "penghinaan online" datang lebih dari dua tahun setelah bunuh diri bintang reality show berusia 22 tahun dan pegulat pro Hana Kimura.
Kimura mengambil nyawanya sendiri pada Mei 2020 setelah gelombang cyberbullying yang dia terima karena penampilannya di acara 'Terrace House' Netflix.
Sementara kasus tersebut menarik perhatian dunia internasional terhadap masalah cyberbullying di Jepang, dua pria yang dinyatakan bersalah menargetkan Kimura di dunia maya hanya diberi denda ringan.
Setelah kematian Kimura, dewan legislatif Kementerian Kehakiman Jepang merekomendasikan hukuman yang lebih keras kepada Menteri Kehakiman Yoshihisa Furukawa, yang mengatakan kepada wartawan awal pekan ini bahwa kerangka kerja baru menunjukkan penilaian hukum bahwa (perundungan dunia maya) adalah kejahatan yang harus ditangani secara serius, dan bertindak sebagai pencegah.
Menolak kritik yang mengecam undang-undang itu sebagai tindakan yang kejam, Furukawa juga berpendapat aturan itu tidak akan berarti pembatasan kebebasan berekspresi yang tidak dapat dibenarkan.
(ian)
tulis komentar anda