Hamas: Rencana Aneksasi Israel Adalah Deklarasi Perang
Jum'at, 26 Juni 2020 - 00:16 WIB
GAZA - Kelompok perlawanan Hamas menganggap rencana Israel untuk mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki sebagai deklarasi perang terhadap rakyat Palestina .
Juru bicara Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militer kelompok Hamas, Abu Obeida dalam sebuah pesan video berjanji bahwa mereka akan tetap menjadi penjaga setia dalam membela rakyat Palestina dan tanah serta tempat suci mereka, seperti dilansir dari Anadolu, Jumat (26/6/2020).
Daerah Tepi Barat dan Lembah Jordan telah memasuki kondisi tidak pasti jelang tanggal 1 Juli, tanggal yang diumumkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahusebagai tanggal untuk mendeklarasikan kedaulatan Israel di dua wilayah tersebut.(Baca: Di Pertemuan DK PBB, RI Tegaskan Alasan Mengapa Dunia Harus Tolak Aneksasi Israel )
Netanyahu bulan lalu membuat pengumuman tersebut merunut pada apa yang disebut Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai "Kesepakatan Abad Ini."
Para pejabat Palestina mengatakan bahwa di bawah rencana AS itu, Israel akan mencaplok 30-40% wilayah Tepi Barat, termasuk semua daerah Yerusalem Timur.(Baca: Liga Arab: Aneksasi Israel atas Tanah Palestina Bisa Picu Perang Besar )
Secara terpisah, juru bicara Hamas mengatakan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan dengan Tel Aviv adalah salah satu prioritas utama mereka.
Israel bersikeras menolak pembebasan warga Palestina yang dituduh "membunuh warga Israel."
Pada April 2016, Hamas mengumumkan bahwa mereka telah menangkap empat tentara Israel sambil menahan identitas mereka kecuali Oron Shaul, seorang tentara Israel yang hilang sejak konflik 2014 di Gaza.
Sebaliknya, Israel menahan sekitar 5.000 warga Palestina, termasuk 180 anak-anak dan 700 pasien.
Juru bicara Brigade Ezzedine al-Qassam, sayap militer kelompok Hamas, Abu Obeida dalam sebuah pesan video berjanji bahwa mereka akan tetap menjadi penjaga setia dalam membela rakyat Palestina dan tanah serta tempat suci mereka, seperti dilansir dari Anadolu, Jumat (26/6/2020).
Daerah Tepi Barat dan Lembah Jordan telah memasuki kondisi tidak pasti jelang tanggal 1 Juli, tanggal yang diumumkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahusebagai tanggal untuk mendeklarasikan kedaulatan Israel di dua wilayah tersebut.(Baca: Di Pertemuan DK PBB, RI Tegaskan Alasan Mengapa Dunia Harus Tolak Aneksasi Israel )
Netanyahu bulan lalu membuat pengumuman tersebut merunut pada apa yang disebut Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai "Kesepakatan Abad Ini."
Para pejabat Palestina mengatakan bahwa di bawah rencana AS itu, Israel akan mencaplok 30-40% wilayah Tepi Barat, termasuk semua daerah Yerusalem Timur.(Baca: Liga Arab: Aneksasi Israel atas Tanah Palestina Bisa Picu Perang Besar )
Secara terpisah, juru bicara Hamas mengatakan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan dengan Tel Aviv adalah salah satu prioritas utama mereka.
Israel bersikeras menolak pembebasan warga Palestina yang dituduh "membunuh warga Israel."
Pada April 2016, Hamas mengumumkan bahwa mereka telah menangkap empat tentara Israel sambil menahan identitas mereka kecuali Oron Shaul, seorang tentara Israel yang hilang sejak konflik 2014 di Gaza.
Sebaliknya, Israel menahan sekitar 5.000 warga Palestina, termasuk 180 anak-anak dan 700 pasien.
(ber)
tulis komentar anda