Macron Tolak Tetapkan Rusia sebagai Negara Sponsor Terorisme
Rabu, 29 Juni 2022 - 09:17 WIB
PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron tidak mendukung usul Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menunjuk Rusia sebagai “sponsor terorisme”.
Macron menjelaskan Paris tidak memerlukan “definisi” apa pun untuk memberikan sanksi kepada Moskow atau mengutuk dugaan “kejahatan perangnya.”
Pada Senin (27/6/2022), Zelensky mengklaim, "Negara Rusia telah menjadi organisasi teroris terbesar di dunia. Dan ini harus menjadi fakta hukum,” tulis presiden Ukraina di Telegram.
Mengomentari pernyataan Zelensky selama konferensi pers pada Selasa (28/6/2022), Macron mengatakan negaranya tidak mengikuti “metodologi” seperti itu dan telah konsisten dalam pendekatannya terhadap “kejahatan perang” Rusia.
Mengacu pada dugaan pembunuhan warga sipil di kota Bucha oleh pasukan Rusia yang dibantah keras Moskow, Macron menyatakan, “Ini adalah kejahatan perang.”
Dia menekankan, Paris mengutuk para pelaku dan mendukung penyelidikan yang pada akhirnya akan membawa mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ke "keadilan Ukraina dan internasional."
Selain itu, Prancis tidak memerlukan definisi yudisial untuk memberikan sanksi kepada Rusia, klaim Macron.
“Kami memberikan sanksi kepada Rusia dan kami tidak memerlukan definisi apa pun untuk melaksanakan sanksi ini,” ujar pemimpin Prancis itu.
Dia menambahkan, karena “Rusia tidak dapat dan tidak boleh menang” dalam konflik tersebut, Prancis dan sekutunya akan terus memberlakukan pembatasan di Moskow dan untuk mendukung Ukraina, baik secara ekonomi maupun militer, selama diperlukan.
Menurut Macron, tujuannya adalah memastikan Kiev dapat bernegosiasi dengan Rusia “dengan persyaratannya dan pada saat yang dipilihnya.”
Macron secara konsisten menolak menggunakan istilah yudisial untuk menggambarkan situasi di Ukraina.
Pada April, dia mengatakan tidak akan menggunakan kata “genosida” untuk menggambarkan perilaku Rusia di Ukraina.
Menurut Macron, "Kata 'genosida' harus dikualifikasikan oleh para ahli hukum, bukan oleh politisi."
Zelensky, sementara itu, mengklaim setiap orang di dunia harus tahu bahwa, “Membeli atau mengangkut minyak Rusia, mempertahankan kontak dengan bank-bank Rusia, membayar pajak dan bea masuk ke negara Rusia berarti memberikan uang kepada teroris.”
Sejak peluncuran serangan militer Rusia di Ukraina, Moskow dan Kiev telah saling menuduh menargetkan warga sipil dan melakukan kejahatan perang lainnya.
Pada Senin, Ukraina mengklaim Rusia menyerang pusat perbelanjaan di kota Kremenchug, menewaskan dan melukai banyak warga sipil.
Militer Rusia menjawab mereka telah menargetkan persediaan senjata Barat tetapi ledakan amunisi menyebabkan kerusakan pada pusat perbelanjaan terdekat, yang menurut Moskow tidak berfungsi.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Macron menjelaskan Paris tidak memerlukan “definisi” apa pun untuk memberikan sanksi kepada Moskow atau mengutuk dugaan “kejahatan perangnya.”
Pada Senin (27/6/2022), Zelensky mengklaim, "Negara Rusia telah menjadi organisasi teroris terbesar di dunia. Dan ini harus menjadi fakta hukum,” tulis presiden Ukraina di Telegram.
Mengomentari pernyataan Zelensky selama konferensi pers pada Selasa (28/6/2022), Macron mengatakan negaranya tidak mengikuti “metodologi” seperti itu dan telah konsisten dalam pendekatannya terhadap “kejahatan perang” Rusia.
Mengacu pada dugaan pembunuhan warga sipil di kota Bucha oleh pasukan Rusia yang dibantah keras Moskow, Macron menyatakan, “Ini adalah kejahatan perang.”
Dia menekankan, Paris mengutuk para pelaku dan mendukung penyelidikan yang pada akhirnya akan membawa mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman ke "keadilan Ukraina dan internasional."
Selain itu, Prancis tidak memerlukan definisi yudisial untuk memberikan sanksi kepada Rusia, klaim Macron.
“Kami memberikan sanksi kepada Rusia dan kami tidak memerlukan definisi apa pun untuk melaksanakan sanksi ini,” ujar pemimpin Prancis itu.
Dia menambahkan, karena “Rusia tidak dapat dan tidak boleh menang” dalam konflik tersebut, Prancis dan sekutunya akan terus memberlakukan pembatasan di Moskow dan untuk mendukung Ukraina, baik secara ekonomi maupun militer, selama diperlukan.
Menurut Macron, tujuannya adalah memastikan Kiev dapat bernegosiasi dengan Rusia “dengan persyaratannya dan pada saat yang dipilihnya.”
Macron secara konsisten menolak menggunakan istilah yudisial untuk menggambarkan situasi di Ukraina.
Pada April, dia mengatakan tidak akan menggunakan kata “genosida” untuk menggambarkan perilaku Rusia di Ukraina.
Menurut Macron, "Kata 'genosida' harus dikualifikasikan oleh para ahli hukum, bukan oleh politisi."
Zelensky, sementara itu, mengklaim setiap orang di dunia harus tahu bahwa, “Membeli atau mengangkut minyak Rusia, mempertahankan kontak dengan bank-bank Rusia, membayar pajak dan bea masuk ke negara Rusia berarti memberikan uang kepada teroris.”
Sejak peluncuran serangan militer Rusia di Ukraina, Moskow dan Kiev telah saling menuduh menargetkan warga sipil dan melakukan kejahatan perang lainnya.
Pada Senin, Ukraina mengklaim Rusia menyerang pusat perbelanjaan di kota Kremenchug, menewaskan dan melukai banyak warga sipil.
Militer Rusia menjawab mereka telah menargetkan persediaan senjata Barat tetapi ledakan amunisi menyebabkan kerusakan pada pusat perbelanjaan terdekat, yang menurut Moskow tidak berfungsi.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)
tulis komentar anda