Soal Malaysia Harus Rebut Kepulauan Riau, Begini Klarifikasi Mahathir Mohamad
Jum'at, 24 Juni 2022 - 10:52 WIB
KUALA LUMPUR - Mantan perdana menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad mengklarifikasi laporan media bahwa dirinya menyebut Malaysia harus merebut kembali Singapura dan Kepuluan Riau (wilayah Indonesia).
Dia mengatakan laporan yang diterbitkan The Straits Times pada 20 Juni itu sudah di luar konteks dari yang dia sampaikan. Mahathir juga menganggap laporan itu tidak akurat dan dirinya mengejek gagasan semacam itu.
“Saya tidak meminta Malaysia untuk mengeklaim tanah yang telah kami hilangkan," katanya pada hari Kamis (23/6/2022).
"Saya mencoba untuk menunjukkan bahwa kami sangat prihatin kehilangan Pulau Batu Puteh—'batu seukuran meja'—tetapi tidak pernah tentang bagian yang lebih besar dari Malaysia ketika mereka diambil dari kami. Kehilangan bukanlah masalah besar. Adalah kesalahan pemerintah Johor untuk menyangkal bahwa batu itu milik Johor," paparnya.
“Jika penyangkalan itu tidak dilakukan, tidak akan ada perselisihan sekarang. Kita patut bersyukur pengadilan dunia menganugerahkan Pulau Ligitan dan Sipadan kepada kita. Mereka jauh lebih berharga daripada Pulau Batu Puteh—hanya singkapan batu. Kita patut bersyukur bahwa Indonesia tidak mempermasalahkan penganugerahan tersebut. Sungguh, kami tidak bersyukur atas keuntungan kami," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir MalayMail.
Versi laporan The Straits Times, Mahathir mengatakan Malaysia tidak boleh berhenti mengeklaim Pedra Branca, tetapi juga Singapura dan Kepulauan Riau (wilayah Indonesia) karena itu pernah menjadi bagian dari negaranya.
Pada tahun 2008, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa Pedra Branca (Pulau Batu Puteh) milik Singapura, sedangkan kedaulatan atas Terumbu Karang Tengah di dekatnya diberikan kepada Malaysia.
Pada tahun 2017, pemerintah Malaysia mengajukan permohonan peninjauan kembali atas keputusan ICJ tetapi pemerintah Pakatan Harapan (PH) di bawah Mahathir menarik permohonan tersebut sebelum kasus tersebut dijadwalkan untuk disidangkan pada 11 Juni 2018.
Dia mengatakan laporan yang diterbitkan The Straits Times pada 20 Juni itu sudah di luar konteks dari yang dia sampaikan. Mahathir juga menganggap laporan itu tidak akurat dan dirinya mengejek gagasan semacam itu.
“Saya tidak meminta Malaysia untuk mengeklaim tanah yang telah kami hilangkan," katanya pada hari Kamis (23/6/2022).
"Saya mencoba untuk menunjukkan bahwa kami sangat prihatin kehilangan Pulau Batu Puteh—'batu seukuran meja'—tetapi tidak pernah tentang bagian yang lebih besar dari Malaysia ketika mereka diambil dari kami. Kehilangan bukanlah masalah besar. Adalah kesalahan pemerintah Johor untuk menyangkal bahwa batu itu milik Johor," paparnya.
“Jika penyangkalan itu tidak dilakukan, tidak akan ada perselisihan sekarang. Kita patut bersyukur pengadilan dunia menganugerahkan Pulau Ligitan dan Sipadan kepada kita. Mereka jauh lebih berharga daripada Pulau Batu Puteh—hanya singkapan batu. Kita patut bersyukur bahwa Indonesia tidak mempermasalahkan penganugerahan tersebut. Sungguh, kami tidak bersyukur atas keuntungan kami," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir MalayMail.
Versi laporan The Straits Times, Mahathir mengatakan Malaysia tidak boleh berhenti mengeklaim Pedra Branca, tetapi juga Singapura dan Kepulauan Riau (wilayah Indonesia) karena itu pernah menjadi bagian dari negaranya.
Pada tahun 2008, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa Pedra Branca (Pulau Batu Puteh) milik Singapura, sedangkan kedaulatan atas Terumbu Karang Tengah di dekatnya diberikan kepada Malaysia.
Pada tahun 2017, pemerintah Malaysia mengajukan permohonan peninjauan kembali atas keputusan ICJ tetapi pemerintah Pakatan Harapan (PH) di bawah Mahathir menarik permohonan tersebut sebelum kasus tersebut dijadwalkan untuk disidangkan pada 11 Juni 2018.
(min)
tulis komentar anda