Besaran Utang Turki Utsmani ke Negara Barat yang Membuatnya Bangkrut
Kamis, 23 Juni 2022 - 16:26 WIB
JAKARTA - Pada tahun 1500-an, TurkiUtsmani menjadi salah satu kekuatan militer dan ekonomi terkuat di dunia. Kala itu, wilayah kekuasaannya mencapai sebagian besar Eropa tenggara, Afrika Utara, hingga Timur Tengah.
Namun, kejayaan Turki Utsmani ternyata tidak berlangsung lama dan hanya bertahan sekitar 600 tahun. Dalam hal ini, cukup banyak faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Turki Utsmani. Salah satunya adalah karena utang .
Dilansir dari situs Turkeys War, pada pertengahan abad ke-19, kekaisaran Ottoman mengalami situasi keuangan yang cukup genting. Kala itu, mereka tertinggal jauh dari kemajuan teknologi Eropa dan tidak mampu mengejar ketertinggalannya.
Saat itu, nilai mata uang Utsmaniyah sedang anjlok. Ketika Sultan Mahmud II naik tahta pada 1808, satu poundsterling diperdagangkan pada 19 piaster. Setelah dia meninggal pada 1839, tarifnya menjadi 106 piaster untuk satu poundsterling.
Dalam hal ini, pemerintah Turki Utsmani mengambil beberapa langkah baru dalam kebijakannya. Salah satunya adalah mencetak uang kertas seperti bangsa Eropa. Praktik ini mulai dijalankan pada 1840.
Setelah Perang Crimea, Turki Utsmani mulai menggunakan pinjaman dari luar negeri. Tujuannya adalah untuk membiayai defisit yang terjadi. Mereka pertama kali mengambil pinjaman luar negeri pada 1854.
Kala itu, pinjaman senilai 3 juta poundsterling dengan bunga 6 persen didapatkan dari Inggris. Peristiwa ini menjadi awal dari serangkaian pinjaman yang diperoleh dari bangsa Eropa. Pinjaman kedua datang pada tahun 1855. Kali ini, pinjamannya senilai 5 juta poundsterling dengan tingkat bunga 4 persen yang dijamin pemerintah Inggris dan Prancis.
Pinjaman ketiga hadir sebesar 5 juta poundsterling pada tahun 1858 dengan bunga 6 persen. Setelah kematian Sultan Abdulmecid pada 1861, muncul sebuah pinjaman baru senilai 8 juta poundsterling dengan bunga 6 persen. Utang ini dimaksudkan agar pemerintah bisa menebus uang kertas yang beredar dan mengembalikan kepercayaan pasar.
Beberapa tahun setelahnya, Bank Imperial Ottoman mengorganisir dua pinjaman yang masing-masing senilai 8 juta poundsterling dan 6 juta poundsterling dengan bunga 6 persen. Pinjaman ini digunakan untuk pembayaran utang luar negeri sebelumnya serta utang dalam negeri. Karena diketahui, Turki Utsmani selain meminjam dari luar negeri juga meminjam dari bankir lokal.
Selama lima tahun antara 1865 sampai 1870, pinjaman luar negeri terus berlanjut dan pemerintah mendapat 86 juta poundsterling. Selanjutnya, antara 1871 hingga 1874, lima pinjaman baru kembali ditandatangani dengan nilai total 98,5 juta poundsterling. Saat itu, 55 persen anggaran Turki Utsmani diserap oleh utang luar negeri.
Setelah itu, keruntuhan Turki Utsmani sudah berada di depan mata. Di sisi lain, Serbia menyatakan deklarasi perang, ada juga ancaman agresi dari Rusia. Menyikapi krisis ini, pemerintah terpaksa untuk mengeluarkan uang kertas kembali.
Terlepas dari status Turki Utsmani yang berhasil menghasilkan surplus anggaran dan secara teratur membayar hutangnya selama dua dekade terakhir, muncul masalah lain yang serius. Defisit terjadi lagi dan mereka harus berhutang lagi.
Pada tahun 1914, utang pemerintah diketahui telah mencapai 140 juta poundsterling atau setara dengan 60 persen dari produk domestik Ottoman.
Namun, kejayaan Turki Utsmani ternyata tidak berlangsung lama dan hanya bertahan sekitar 600 tahun. Dalam hal ini, cukup banyak faktor yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan Turki Utsmani. Salah satunya adalah karena utang .
Dilansir dari situs Turkeys War, pada pertengahan abad ke-19, kekaisaran Ottoman mengalami situasi keuangan yang cukup genting. Kala itu, mereka tertinggal jauh dari kemajuan teknologi Eropa dan tidak mampu mengejar ketertinggalannya.
Saat itu, nilai mata uang Utsmaniyah sedang anjlok. Ketika Sultan Mahmud II naik tahta pada 1808, satu poundsterling diperdagangkan pada 19 piaster. Setelah dia meninggal pada 1839, tarifnya menjadi 106 piaster untuk satu poundsterling.
Dalam hal ini, pemerintah Turki Utsmani mengambil beberapa langkah baru dalam kebijakannya. Salah satunya adalah mencetak uang kertas seperti bangsa Eropa. Praktik ini mulai dijalankan pada 1840.
Setelah Perang Crimea, Turki Utsmani mulai menggunakan pinjaman dari luar negeri. Tujuannya adalah untuk membiayai defisit yang terjadi. Mereka pertama kali mengambil pinjaman luar negeri pada 1854.
Kala itu, pinjaman senilai 3 juta poundsterling dengan bunga 6 persen didapatkan dari Inggris. Peristiwa ini menjadi awal dari serangkaian pinjaman yang diperoleh dari bangsa Eropa. Pinjaman kedua datang pada tahun 1855. Kali ini, pinjamannya senilai 5 juta poundsterling dengan tingkat bunga 4 persen yang dijamin pemerintah Inggris dan Prancis.
Pinjaman ketiga hadir sebesar 5 juta poundsterling pada tahun 1858 dengan bunga 6 persen. Setelah kematian Sultan Abdulmecid pada 1861, muncul sebuah pinjaman baru senilai 8 juta poundsterling dengan bunga 6 persen. Utang ini dimaksudkan agar pemerintah bisa menebus uang kertas yang beredar dan mengembalikan kepercayaan pasar.
Baca Juga
Beberapa tahun setelahnya, Bank Imperial Ottoman mengorganisir dua pinjaman yang masing-masing senilai 8 juta poundsterling dan 6 juta poundsterling dengan bunga 6 persen. Pinjaman ini digunakan untuk pembayaran utang luar negeri sebelumnya serta utang dalam negeri. Karena diketahui, Turki Utsmani selain meminjam dari luar negeri juga meminjam dari bankir lokal.
Selama lima tahun antara 1865 sampai 1870, pinjaman luar negeri terus berlanjut dan pemerintah mendapat 86 juta poundsterling. Selanjutnya, antara 1871 hingga 1874, lima pinjaman baru kembali ditandatangani dengan nilai total 98,5 juta poundsterling. Saat itu, 55 persen anggaran Turki Utsmani diserap oleh utang luar negeri.
Setelah itu, keruntuhan Turki Utsmani sudah berada di depan mata. Di sisi lain, Serbia menyatakan deklarasi perang, ada juga ancaman agresi dari Rusia. Menyikapi krisis ini, pemerintah terpaksa untuk mengeluarkan uang kertas kembali.
Terlepas dari status Turki Utsmani yang berhasil menghasilkan surplus anggaran dan secara teratur membayar hutangnya selama dua dekade terakhir, muncul masalah lain yang serius. Defisit terjadi lagi dan mereka harus berhutang lagi.
Pada tahun 1914, utang pemerintah diketahui telah mencapai 140 juta poundsterling atau setara dengan 60 persen dari produk domestik Ottoman.
(ian)
tulis komentar anda