Agama Warga Negara Thailand dan Persentasenya
Kamis, 23 Juni 2022 - 05:30 WIB
BANGKOK - Thailand merupakan negara di Asia Tenggara yang menjadi destinasi wisata pelancong mancanegara. Banyak tempat wisata yang dimiliki Thailand.
Sebut saja, Phuket, Krabi, serta objek wisata The Grand Palace dan Wat Arun. Penduduk negara ini pun terkenal sangat ramah dan hangat menyambut para turis.
Dilihat dari demografinya, Thailand memiliki jumlah penduduk hingga 70 juta jiwa per Juni 2022. Data ini disebutkan Worldometers, hasil elaborasi data terkini dari PBB.
Selain penduduk asli, populasi Thailand terdiri dari berbagai etnis, seperti China, Melayu, Kamboja, Vietnam, dan India.
Sebanyak 94,6% masyarakat Thailand menganut agama Buddha, 4,3% beragama Islam, dan 1% lainnya menganut agama Kristen.
Meskipun Buddha menjadi agama dominan di Thailand, namun kebebasan berekspresi dan demokrasi tetap berjalan lancar di negeri ini.
Bahkan, perlindungan hukum dilakukan menyeluruh tanpa pandang bulu. Selain itu, ada pula masyarakat Thailand yang tidak memiliki kepercayaan, dengan jumlah di bawah 1% dari populasi.
Cultural Atlas menyebut, bentuk Buddhisme yang paling banyak dianut dan dipraktikkan warga Thailand adalah Buddhisme Theravada.
Kepercayaan ini berlindung dalam 3 permata, yakni guru (Buddha), ajaran atau dhamma, dan komunitas monastic atau sangha.
Dalam Theravada, Buddha tidak dianggap sebagai Tuhan. Pengabdian kepada sang Buddha lebih diartikan sebagai bentuk pengabdian seorang siswa kepada gurunya.
Di sisi lain, penghormatan terhadap Buddha merupakan prinsip penting yang harus dijalankan penganut Buddha di Thailand dan dilembagakan melalui hukum. Penghinaan atau pencemaran terhadap Buddha adalah satu hal yang sangat dilarang.
Thailand memiliki tiga provinsi yang 80% penduduknya menganut agama Islam. Mereka tersebar di Provinsi Yala, Narathiwat, dan Patani.
Toleransi antarumat beragama sangat terlihat di negara ini. Salah satunya terlihat di pusat kerajinan tangan Si Ma Ya di Yala.
Meskipun memiliki agama berbeda dan latar belakang tak sama, namun masyarakat Yala tergolong rukun dan hidup bergotong royong.
Ibu rumah tangga di wilayah itu bersama-sama mengolah tanah Gunung Kampan dan dijadikan bahan dasar pewarna kaos sebagai buah tangan para wisatawan yang berkunjung.
Sebut saja, Phuket, Krabi, serta objek wisata The Grand Palace dan Wat Arun. Penduduk negara ini pun terkenal sangat ramah dan hangat menyambut para turis.
Dilihat dari demografinya, Thailand memiliki jumlah penduduk hingga 70 juta jiwa per Juni 2022. Data ini disebutkan Worldometers, hasil elaborasi data terkini dari PBB.
Selain penduduk asli, populasi Thailand terdiri dari berbagai etnis, seperti China, Melayu, Kamboja, Vietnam, dan India.
Sebanyak 94,6% masyarakat Thailand menganut agama Buddha, 4,3% beragama Islam, dan 1% lainnya menganut agama Kristen.
Meskipun Buddha menjadi agama dominan di Thailand, namun kebebasan berekspresi dan demokrasi tetap berjalan lancar di negeri ini.
Bahkan, perlindungan hukum dilakukan menyeluruh tanpa pandang bulu. Selain itu, ada pula masyarakat Thailand yang tidak memiliki kepercayaan, dengan jumlah di bawah 1% dari populasi.
Cultural Atlas menyebut, bentuk Buddhisme yang paling banyak dianut dan dipraktikkan warga Thailand adalah Buddhisme Theravada.
Kepercayaan ini berlindung dalam 3 permata, yakni guru (Buddha), ajaran atau dhamma, dan komunitas monastic atau sangha.
Dalam Theravada, Buddha tidak dianggap sebagai Tuhan. Pengabdian kepada sang Buddha lebih diartikan sebagai bentuk pengabdian seorang siswa kepada gurunya.
Di sisi lain, penghormatan terhadap Buddha merupakan prinsip penting yang harus dijalankan penganut Buddha di Thailand dan dilembagakan melalui hukum. Penghinaan atau pencemaran terhadap Buddha adalah satu hal yang sangat dilarang.
Thailand memiliki tiga provinsi yang 80% penduduknya menganut agama Islam. Mereka tersebar di Provinsi Yala, Narathiwat, dan Patani.
Toleransi antarumat beragama sangat terlihat di negara ini. Salah satunya terlihat di pusat kerajinan tangan Si Ma Ya di Yala.
Meskipun memiliki agama berbeda dan latar belakang tak sama, namun masyarakat Yala tergolong rukun dan hidup bergotong royong.
Ibu rumah tangga di wilayah itu bersama-sama mengolah tanah Gunung Kampan dan dijadikan bahan dasar pewarna kaos sebagai buah tangan para wisatawan yang berkunjung.
(sya)
tulis komentar anda