Zelensky Gantungkan Nasib Ukraina Timur Pada Pertempuran Kota Severodonetsk
Kamis, 09 Juni 2022 - 05:50 WIB
KIEV - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan bahwa pertempuran untuk kota Severodonetsk dapat menentukan hasil perang di wilayah timur negara itu.
"Dalam banyak hal, nasib Donbas sedang diputuskan di sana," katanya saat pertempuran dengan pasukan Rusia dan separatis terus berkecamuk di kawasan industri seperti dilansir dari BBC, Kamis (9/6/2022).
Dia mengatakan pasukannya berhasil menimbulkan kerugian besar pada pasukan musuh.
Tetapi, menurut pejabat tinggi Ukraina di wilayah itu, pasukan Ukraina telah didorong kembali ke pinggiran kota.
Gubernur wilayah Luhansk, yang membentuk Donbas bersama dengan wilayah tetangga Donetsk, Serhiy Haidai mengatakan pasukan khusus Ukraina telah mundur setelah Rusia mulai meratakan daerah itu dengan tembakan artileri dan serangan udara.
"(Pasukan) kami sekarang hanya mengendalikan pinggiran kota," katanya kepada media lokal.
"Tapi pertempuran masih berlangsung, (pasukan) kami mempertahankan Severodonetsk," imbuhnya.
"Tidak mungkin untuk mengatakan bahwa Rusia sepenuhnya mengendalikan kota," tambahnya.
Haidai mengatakan sekitar 15.000 warga sipil tetap berada di Severodonetsk dan kota terdekat Lysychansk.
Rusia mengatakan pada hari Rabu bahwa Ukraina menderita kerugian yang signifikan dalam sumber daya manusia, senjata dan peralatan militer di Donbas.
Fokus perang beralih ke timur pada akhir Maret setelah pasukan Rusia mundur dari wilayah sekitar Ibu Kota Ukraina, Kiev. Sebagian besar Donbas telah berada di bawah kendali separatis yang didukung Rusia sejak pertempuran sebelumnya pada 2014-15.
Dalam perkembangan lain, Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa konsekuensi bagi dunia dari invasi Rusia semakin memburuk, dengan 1,6 miliar orang terkena dampaknya.
"Dampak perang terhadap ketahanan pangan, energi, dan keuangan bersifat sistemik, parah, dan semakin cepat," katanya.
Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, dengan mengatakan bahwa pihaknya berusaha untuk mendemiliterisasi dan "denazifikasi," sebuah klaim yang telah didiskreditkan secara luas.
Menurut PBB, sejak perang dimulai, setidaknya 4.253 warga sipil telah tewas dan 5.141 terluka bersama dengan ribuan tentara di kedua sisi, sementara lebih dari 14 juta orang telah meninggalkan rumah mereka.
"Dalam banyak hal, nasib Donbas sedang diputuskan di sana," katanya saat pertempuran dengan pasukan Rusia dan separatis terus berkecamuk di kawasan industri seperti dilansir dari BBC, Kamis (9/6/2022).
Dia mengatakan pasukannya berhasil menimbulkan kerugian besar pada pasukan musuh.
Tetapi, menurut pejabat tinggi Ukraina di wilayah itu, pasukan Ukraina telah didorong kembali ke pinggiran kota.
Gubernur wilayah Luhansk, yang membentuk Donbas bersama dengan wilayah tetangga Donetsk, Serhiy Haidai mengatakan pasukan khusus Ukraina telah mundur setelah Rusia mulai meratakan daerah itu dengan tembakan artileri dan serangan udara.
"(Pasukan) kami sekarang hanya mengendalikan pinggiran kota," katanya kepada media lokal.
"Tapi pertempuran masih berlangsung, (pasukan) kami mempertahankan Severodonetsk," imbuhnya.
"Tidak mungkin untuk mengatakan bahwa Rusia sepenuhnya mengendalikan kota," tambahnya.
Haidai mengatakan sekitar 15.000 warga sipil tetap berada di Severodonetsk dan kota terdekat Lysychansk.
Rusia mengatakan pada hari Rabu bahwa Ukraina menderita kerugian yang signifikan dalam sumber daya manusia, senjata dan peralatan militer di Donbas.
Fokus perang beralih ke timur pada akhir Maret setelah pasukan Rusia mundur dari wilayah sekitar Ibu Kota Ukraina, Kiev. Sebagian besar Donbas telah berada di bawah kendali separatis yang didukung Rusia sejak pertempuran sebelumnya pada 2014-15.
Dalam perkembangan lain, Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan bahwa konsekuensi bagi dunia dari invasi Rusia semakin memburuk, dengan 1,6 miliar orang terkena dampaknya.
"Dampak perang terhadap ketahanan pangan, energi, dan keuangan bersifat sistemik, parah, dan semakin cepat," katanya.
Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, dengan mengatakan bahwa pihaknya berusaha untuk mendemiliterisasi dan "denazifikasi," sebuah klaim yang telah didiskreditkan secara luas.
Menurut PBB, sejak perang dimulai, setidaknya 4.253 warga sipil telah tewas dan 5.141 terluka bersama dengan ribuan tentara di kedua sisi, sementara lebih dari 14 juta orang telah meninggalkan rumah mereka.
(ian)
tulis komentar anda