Diplomat AS dan Eropa Desak Sri Lanka Cabut Status Keadaan Darurat
Sabtu, 07 Mei 2022 - 23:00 WIB
KOLOMBO - Para diplomat Amerika Serikat dan Eropa pada Sabtu (7/4/2022) mendesak presiden Sri Lanka yang terkepung untuk mencabut keadaan darurat yang diberlakukan setelah pemogokan umum menghentikan negara yang bangkrut itu.
Pemadaman selama berbulan-bulan dan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan telah menyebabkan penderitaan yang meluas di negara kepulauan Asia Selatan itu. Sri Lanka juga mengalami penurunan ekonomi terburuk yang pernah ada.
Presiden Gotabaya Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat baru pada hari Jumat, setelah protes berminggu-minggu menuntut pemerintahnya mundur karena salah urus krisis.
Duta Besar AS Julie Chung mengaku prihatin dengan keadaan darurat kedua dalam beberapa bulan. Ia menambahkan bahwa krisis ekonomi yang mendalam di Sri Lanka dan kemacetan politik membutuhkan solusi jangka panjang.
"Keadaan Darurat tidak akan membantu melakukan itu," kata Chung di Twitter, seperti dikutip dari AFP.
Uni Eropa mengatakan peraturan itu "dapat memiliki efek kontra produktif" dan mencatat bahwa protes anti-pemerintah selama sebulan sejauh ini berlangsung damai.
Seorang juru bicara Rajapaksa mengatakan, keadaan darurat diberlakukan untuk "memastikan ketertiban umum" setelah pemogokan umum hari Jumat membuat transportasi umum dan kegiatan ekonomi terhenti.
Tindakan tersebut memberikan kekuatan penahanan yang luas kepada militer dan memungkinkan presiden untuk membuat undang-undang tanpa persetujuan parlemen.
Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat sebelumnya pada 1 April, sehari setelah ribuan pengunjuk rasa berusaha menyerbu rumahnya di ibu kota Kolombo. Itu dibiarkan lewat beberapa hari kemudian, tetapi protes sejak itu meningkat dan menyebar ke setiap sudut pulau.
Ribuan orang telah berkemah di luar kantor tepi laut Rajapaksa selama hampir sebulan untuk menuntut pengunduran dirinya. Polisi menembakkan rentetan gas air mata dan meriam air pada hari Jumat dalam upaya untuk membubarkan pengunjuk rasa mahasiswa yang memblokade parlemen.
Pemerintah mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Sabtu bahwa Sri Lanka sedang menghadapi "krisis ekonomi terburuk dan ketidakstabilan politik yang pernah ada".
"Status darurat diumumkan untuk memastikan stabilitas politik yang merupakan kondisi vital dalam mengatasi krisis sosial ekonomi saat ini," tambah pernyataan itu.
Deklarasi darurat tersebut merupakan pukulan bagi industri pariwisata vital Sri Lanka, yang telah mengalami pemulihan yang lambat setelah dilumpuhkan oleh pandemi virus corona.
"Operator tur akan enggan karena keadaan darurat juga berarti premi asuransi yang lebih tinggi berlaku untuk tempat-tempat bermasalah," kata seorang manajer hotel Kolombo kepada AFP.
Pemadaman selama berbulan-bulan dan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan telah menyebabkan penderitaan yang meluas di negara kepulauan Asia Selatan itu. Sri Lanka juga mengalami penurunan ekonomi terburuk yang pernah ada.
Presiden Gotabaya Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat baru pada hari Jumat, setelah protes berminggu-minggu menuntut pemerintahnya mundur karena salah urus krisis.
Duta Besar AS Julie Chung mengaku prihatin dengan keadaan darurat kedua dalam beberapa bulan. Ia menambahkan bahwa krisis ekonomi yang mendalam di Sri Lanka dan kemacetan politik membutuhkan solusi jangka panjang.
"Keadaan Darurat tidak akan membantu melakukan itu," kata Chung di Twitter, seperti dikutip dari AFP.
Uni Eropa mengatakan peraturan itu "dapat memiliki efek kontra produktif" dan mencatat bahwa protes anti-pemerintah selama sebulan sejauh ini berlangsung damai.
Seorang juru bicara Rajapaksa mengatakan, keadaan darurat diberlakukan untuk "memastikan ketertiban umum" setelah pemogokan umum hari Jumat membuat transportasi umum dan kegiatan ekonomi terhenti.
Tindakan tersebut memberikan kekuatan penahanan yang luas kepada militer dan memungkinkan presiden untuk membuat undang-undang tanpa persetujuan parlemen.
Rajapaksa mengumumkan keadaan darurat sebelumnya pada 1 April, sehari setelah ribuan pengunjuk rasa berusaha menyerbu rumahnya di ibu kota Kolombo. Itu dibiarkan lewat beberapa hari kemudian, tetapi protes sejak itu meningkat dan menyebar ke setiap sudut pulau.
Ribuan orang telah berkemah di luar kantor tepi laut Rajapaksa selama hampir sebulan untuk menuntut pengunduran dirinya. Polisi menembakkan rentetan gas air mata dan meriam air pada hari Jumat dalam upaya untuk membubarkan pengunjuk rasa mahasiswa yang memblokade parlemen.
Pemerintah mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Sabtu bahwa Sri Lanka sedang menghadapi "krisis ekonomi terburuk dan ketidakstabilan politik yang pernah ada".
"Status darurat diumumkan untuk memastikan stabilitas politik yang merupakan kondisi vital dalam mengatasi krisis sosial ekonomi saat ini," tambah pernyataan itu.
Deklarasi darurat tersebut merupakan pukulan bagi industri pariwisata vital Sri Lanka, yang telah mengalami pemulihan yang lambat setelah dilumpuhkan oleh pandemi virus corona.
"Operator tur akan enggan karena keadaan darurat juga berarti premi asuransi yang lebih tinggi berlaku untuk tempat-tempat bermasalah," kata seorang manajer hotel Kolombo kepada AFP.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda