Rusia Hancurkan Sejumlah Besar Senjata yang Dipasok Barat di Ukraina
Rabu, 27 April 2022 - 22:41 WIB
MOSKOW - Sejumlah besar senjata dan amunisi yang dikirim ke Kiev oleh negara-negara Barat dihancurkan di tenggara Ukraina pada Rabu (27/4/2022).
Pernyataan itu diungkapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia.
“Satu gudang militer yang didirikan di wilayah pabrik aluminium industri Zaporozhye dihantam oleh rudal Kalibr, yang ditembakkan dari kapal Angkatan Laut Rusia di Laut Hitam,” papar pernyataan Kemhan Rusia, dilansir RT.com.
Kemhan Rusia menambahkan, “Fasilitas itu menampung sejumlah besar senjata dan amunisi asing, yang dipasok AS dan negara-negara Eropa untuk tentara Ukraina."
“Pesawat-pesawat tempur Rusia menghantam 59 sasaran militer Ukraina semalam, sementara artileri melakukan 573 serangan terhadap pasukan Kiev, 18 drone juga ditembak jatuh,” ungkap Kemhan.
Pada Senin, Moskow mengumumkan penghancuran enam pusat kereta api di Ukraina barat, dengan mengatakan mereka digunakan untuk mengirimkan "senjata asing dan perangkat keras militer ke pasukan Ukraina."
Rusia telah berulang kali memperingatkan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Inggris dan Uni Eropa (UE) agar tidak mengirim bantuan mematikan ke Ukraina, dengan mengatakan itu hanya mengacaukan situasi dan menghambat prospek perdamaian.
“Senjata-senjata ini akan menjadi target yang sah bagi Angkatan Bersenjata Rusia,” tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov pada Selasa.
“Gudang, termasuk di barat Ukraina, telah menjadi target lebih dari sekali. Bagaimana lagi? NATO pada dasarnya akan berperang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu. Perang berarti perang,” ujar dia.
Tetapi anggota NATO, yang telah mempersenjatai Kiev dengan sistem rudal anti-tank dan anti-pesawat, kendaraan lapis baja, howitzer, dan senjata lainnya, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur.
Pada Senin, AS mengatakan telah mengadakan pertemuan 40 negara di Pangkalan Udara Ramstein di Jerman untuk membahas bagaimana membantu Kiev lebih lanjut dalam konfliknya dengan Moskow.
Selama acara tersebut, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan Washington akan "terus menggerakkan langit dan bumi sehingga kita dapat memenuhi" kebutuhan militer pemerintah Ukraina, sambil mendesak negara-negara lain untuk juga berkontribusi pada tujuan tersebut.
Sehari sebelumnya, Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken melakukan perjalanan ke Kiev untuk secara pribadi meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tentang dukungan Barat.
Rusia menyerang tetangganya pada akhir Februari, setelah penolakan Ukraina menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral dan memberikan jaminan bahwa ia tidak akan bergabung dengan NATO.
Ukraina memandang serangan Rusia sebagai tindakan perang yang tidak beralasan, dan telah membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Pernyataan itu diungkapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia.
“Satu gudang militer yang didirikan di wilayah pabrik aluminium industri Zaporozhye dihantam oleh rudal Kalibr, yang ditembakkan dari kapal Angkatan Laut Rusia di Laut Hitam,” papar pernyataan Kemhan Rusia, dilansir RT.com.
Kemhan Rusia menambahkan, “Fasilitas itu menampung sejumlah besar senjata dan amunisi asing, yang dipasok AS dan negara-negara Eropa untuk tentara Ukraina."
“Pesawat-pesawat tempur Rusia menghantam 59 sasaran militer Ukraina semalam, sementara artileri melakukan 573 serangan terhadap pasukan Kiev, 18 drone juga ditembak jatuh,” ungkap Kemhan.
Pada Senin, Moskow mengumumkan penghancuran enam pusat kereta api di Ukraina barat, dengan mengatakan mereka digunakan untuk mengirimkan "senjata asing dan perangkat keras militer ke pasukan Ukraina."
Rusia telah berulang kali memperingatkan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya di Inggris dan Uni Eropa (UE) agar tidak mengirim bantuan mematikan ke Ukraina, dengan mengatakan itu hanya mengacaukan situasi dan menghambat prospek perdamaian.
“Senjata-senjata ini akan menjadi target yang sah bagi Angkatan Bersenjata Rusia,” tegas Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov pada Selasa.
“Gudang, termasuk di barat Ukraina, telah menjadi target lebih dari sekali. Bagaimana lagi? NATO pada dasarnya akan berperang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu. Perang berarti perang,” ujar dia.
Tetapi anggota NATO, yang telah mempersenjatai Kiev dengan sistem rudal anti-tank dan anti-pesawat, kendaraan lapis baja, howitzer, dan senjata lainnya, tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur.
Pada Senin, AS mengatakan telah mengadakan pertemuan 40 negara di Pangkalan Udara Ramstein di Jerman untuk membahas bagaimana membantu Kiev lebih lanjut dalam konfliknya dengan Moskow.
Selama acara tersebut, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan Washington akan "terus menggerakkan langit dan bumi sehingga kita dapat memenuhi" kebutuhan militer pemerintah Ukraina, sambil mendesak negara-negara lain untuk juga berkontribusi pada tujuan tersebut.
Sehari sebelumnya, Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken melakukan perjalanan ke Kiev untuk secara pribadi meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky tentang dukungan Barat.
Rusia menyerang tetangganya pada akhir Februari, setelah penolakan Ukraina menerapkan ketentuan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral dan memberikan jaminan bahwa ia tidak akan bergabung dengan NATO.
Ukraina memandang serangan Rusia sebagai tindakan perang yang tidak beralasan, dan telah membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda