Mantan Presiden Yaman Diduga dalam Tahanan Rumah di Arab Saudi
Selasa, 19 April 2022 - 21:23 WIB
RIYADH - Mantan Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi dilaporkan telah menjadi tahanan rumah di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, setelah kesepakatan untuk mencopotnya dari kekuasaan awal bulan ini.
Berbicara kepada Wall Street Journal (WSJ) dengan syarat anonim, pejabat Saudi dan Yaman mengatakan Riyadh menekan Hadi untuk mundur sebelum dia akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada dewan faksi Yaman pada 7 April, dan dia telah ditahan sejak itu.
“Hadi secara efektif berada di bawah tahanan rumah di kediamannya di Riyadh tanpa akses ke telepon,” papar seorang pejabat Saudi kepada WSJ.
Sumber lain mencatat beberapa politisi Yaman telah diizinkan untuk melihatnya, tetapi hanya dengan izin pemerintah.
Abdullah al-Alimi, direktur kantor kepresidenan Yaman, yang sekarang menjabat sebagai wakil presiden dewan kepemimpinan baru, menentang istilah “tahanan rumah”.
Namun dia mengatakan akan membutuhkan waktu untuk mengatur panggilan telepon dengan Hadi. Dia menyebut beberapa tingkat pembatasan komunikasinya.
“Beberapa pejabat Saudi juga dilaporkan mengancam untuk mempublikasikan apa yang mereka katakan sebagai bukti korupsi yang diduga dilakukan oleh Hadi untuk memaksa pengunduran dirinya,” ungkap laporan WSJ yang kemudian mengutip pejabat anonim lain yang menolak tuduhan ini.
"Arab Saudi tidak mengatur pencopotan Hadi atau mengancam akan mengungkap dugaan korupsi," papar mereka.
Sumber itu menjelaskan, “Perannya terbatas untuk menyampaikan keinginan faksi-faksi Yaman yang berpartisipasi bersama dalam pembicaraan Yaman-Yaman kepada Presiden Hadi.”
Pengunduran diri Hadi mengikuti lebih dari tujuh tahun pertempuran brutal di Yaman, di mana koalisi negara-negara yang dipimpin Arab Saudi dan sangat didukung Amerika Serikat, melancarkan kampanye pengeboman tanpa henti.
Serangan militer itu membantu mendorong apa yang dianggap PBB sebagai bencana kemanusiaan paling mengerikan di dunia.
Pria berusia 76 tahun itu terpilih melalui pemungutan suara untuk satu orang calon presiden pada 2012.
Namun dia terpaksa melarikan diri dari ibu kota Yaman, Sanaa, pada 2015 karena pemberontakan Houthi, yang sejak itu memegang kekuasaan di negara itu.
Pihak-pihak yang bertikai baru-baru ini menyetujui gencatan senjata dua bulan, yang bertepatan dengan pemecatan Hadi dari jabatannya.
Pejabat PBB menyuarakan harapan gencatan senjata dapat mengakhiri pertempuran yang telah menghancurkan infrastruktur sipil di seluruh Yaman, termasuk pertanian, pabrik, rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan dan situs budaya kuno.
Sekitar 400.000 orang telah tewas sampai saat ini, dalam pertempuran dan serangan udara.
Berbicara kepada Wall Street Journal (WSJ) dengan syarat anonim, pejabat Saudi dan Yaman mengatakan Riyadh menekan Hadi untuk mundur sebelum dia akhirnya menyerahkan kekuasaan kepada dewan faksi Yaman pada 7 April, dan dia telah ditahan sejak itu.
“Hadi secara efektif berada di bawah tahanan rumah di kediamannya di Riyadh tanpa akses ke telepon,” papar seorang pejabat Saudi kepada WSJ.
Sumber lain mencatat beberapa politisi Yaman telah diizinkan untuk melihatnya, tetapi hanya dengan izin pemerintah.
Abdullah al-Alimi, direktur kantor kepresidenan Yaman, yang sekarang menjabat sebagai wakil presiden dewan kepemimpinan baru, menentang istilah “tahanan rumah”.
Namun dia mengatakan akan membutuhkan waktu untuk mengatur panggilan telepon dengan Hadi. Dia menyebut beberapa tingkat pembatasan komunikasinya.
“Beberapa pejabat Saudi juga dilaporkan mengancam untuk mempublikasikan apa yang mereka katakan sebagai bukti korupsi yang diduga dilakukan oleh Hadi untuk memaksa pengunduran dirinya,” ungkap laporan WSJ yang kemudian mengutip pejabat anonim lain yang menolak tuduhan ini.
"Arab Saudi tidak mengatur pencopotan Hadi atau mengancam akan mengungkap dugaan korupsi," papar mereka.
Sumber itu menjelaskan, “Perannya terbatas untuk menyampaikan keinginan faksi-faksi Yaman yang berpartisipasi bersama dalam pembicaraan Yaman-Yaman kepada Presiden Hadi.”
Pengunduran diri Hadi mengikuti lebih dari tujuh tahun pertempuran brutal di Yaman, di mana koalisi negara-negara yang dipimpin Arab Saudi dan sangat didukung Amerika Serikat, melancarkan kampanye pengeboman tanpa henti.
Serangan militer itu membantu mendorong apa yang dianggap PBB sebagai bencana kemanusiaan paling mengerikan di dunia.
Pria berusia 76 tahun itu terpilih melalui pemungutan suara untuk satu orang calon presiden pada 2012.
Namun dia terpaksa melarikan diri dari ibu kota Yaman, Sanaa, pada 2015 karena pemberontakan Houthi, yang sejak itu memegang kekuasaan di negara itu.
Pihak-pihak yang bertikai baru-baru ini menyetujui gencatan senjata dua bulan, yang bertepatan dengan pemecatan Hadi dari jabatannya.
Pejabat PBB menyuarakan harapan gencatan senjata dapat mengakhiri pertempuran yang telah menghancurkan infrastruktur sipil di seluruh Yaman, termasuk pertanian, pabrik, rumah sakit, sekolah, jalan, jembatan dan situs budaya kuno.
Sekitar 400.000 orang telah tewas sampai saat ini, dalam pertempuran dan serangan udara.
(sya)
tulis komentar anda