Gawat, AS Bahas Kemungkinan Penggunaan Senjata Nuklir dalam Krisis Ukraina
Rabu, 23 Maret 2022 - 06:38 WIB
WASHINGTON - Gedung Putih akan membahas potensi penggunaan senjata nuklir dengan sekutu dan mitra dalam konteks krisis di Ukraina. Pernyataan itu diungkapkan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) Jake Sullivan.
Presiden AS Joe Biden akan melakukan perjalanan ke Eropa pada Rabu (23/3/2022) untuk pertemuan Dewan Eropa dan NATO pada Kamis (24/3/2022). Dari sana, dia diperkirakan menuju ke Polandia pada Jumat (25/3/2022) untuk membahas krisis Ukraina.
“Presiden Putin di masa-masa awal konflik sebenarnya telah mengangkat momok potensi penggunaan senjata nuklir. Itu adalah sesuatu yang memang harus kita khawatirkan,” ujar Sullivan, dilansir Sputnik, Rabu (23/3/2022).
Dia menjelaskan, “Berdasarkan analisis kami saat ini, kami belum mengubah postur nuklir kami hingga saat ini. Kami terus memantau kemungkinan kontinjensi itu dan tentu saja kami menganggapnya seserius mungkin.”
“Kami akan berkonsultasi dengan sekutu dan mitra mengenai potensi kemungkinan itu di antara berbagai kemungkinan lainnya dan mendiskusikan apa tanggapan potensial kami," ungkap Sullivan dalam briefing di Washington pada Selasa.
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan nuklir Rusia ditempatkan pada siaga tinggi akhir bulan lalu, mengutip "pernyataan agresif" Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss tentang kemungkinan keterlibatan NATO dalam krisis Ukraina.
Pada 1 Maret, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov meminta AS menghapus senjata nuklirnya dari Eropa dan membongkar infrastruktur terkait.
Mengomentari perjalanan Biden ke Eropa yang akan datang, Sullivan mengatakan presiden tidak akan berusaha menekan sekutu Washington untuk segera melarang pasokan energi Rusia, tetapi dia berencana mengumumkan "tanggapan bersama" yang bertujuan mengurangi ketergantungan Eropa pada Moskow.
"Dia akan bekerja dengan sekutu dalam penyesuaian jangka panjang untuk postur pasukan NATO di sisi timur. Dia akan mengumumkan aksi bersama untuk meningkatkan keamanan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia pada akhirnya," ungkap Sullivan.
“AS dan sekutunya juga akan memiliki kesempatan berkoordinasi pada fase berikutnya dari bantuan militer ke Ukraina, dan akan memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia, dan memperketat sanksi yang ada untuk menindak penghindaran dan memastikan penegakan yang kuat," ujar dia.
Mengomentari pengumuman Biden awal bulan ini tentang larangan total impor energi Rusia ke AS, Sullivan mengatakan presiden telah menjelaskan bahwa dia "tidak akan menekan" sekutu untuk mengikutinya.
"Dari sudut pandangnya, apa yang telah kami capai dengan mitra Eropa kami dalam hal sanksi keuangan, kontrol ekspor, dan langkah-langkah lain untuk memukul ekonomi Rusia dengan keras memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya pada ekonomi besar dalam skala yang belum pernah kami lihat sebelumnya," ungkap dia.
Rusia melancarkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari yang menurut Putin ditujukan untuk "demiliterisasi" dan membersihkannya dari pengaruh besar elemen neo-Nazi dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata.
Operasi itu dimulai setelah permintaan bantuan dari republik Donbass, yang menghadapi peningkatan penembakan, sabotase, dan serangan penembak jitu selama berminggu-minggu oleh militer Ukraina sebelum secara resmi diakui sebagai negara merdeka oleh Rusia pada 21 Februari.
Pada Maret, Kementerian Pertahanan Rusia mulai menyajikan bukti dugaan rencana Ukraina meluncurkan serangan skala penuh di Donbass.
Rusia melaporkan keberadaan jaringan laboratorium biologi yang didanai Pentagon di Ukraina yang pertama kali dibantah pejabat dan media AS tapi kemudian dikonfirmasi ada.
Presiden AS Joe Biden akan melakukan perjalanan ke Eropa pada Rabu (23/3/2022) untuk pertemuan Dewan Eropa dan NATO pada Kamis (24/3/2022). Dari sana, dia diperkirakan menuju ke Polandia pada Jumat (25/3/2022) untuk membahas krisis Ukraina.
“Presiden Putin di masa-masa awal konflik sebenarnya telah mengangkat momok potensi penggunaan senjata nuklir. Itu adalah sesuatu yang memang harus kita khawatirkan,” ujar Sullivan, dilansir Sputnik, Rabu (23/3/2022).
Dia menjelaskan, “Berdasarkan analisis kami saat ini, kami belum mengubah postur nuklir kami hingga saat ini. Kami terus memantau kemungkinan kontinjensi itu dan tentu saja kami menganggapnya seserius mungkin.”
“Kami akan berkonsultasi dengan sekutu dan mitra mengenai potensi kemungkinan itu di antara berbagai kemungkinan lainnya dan mendiskusikan apa tanggapan potensial kami," ungkap Sullivan dalam briefing di Washington pada Selasa.
Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan pasukan nuklir Rusia ditempatkan pada siaga tinggi akhir bulan lalu, mengutip "pernyataan agresif" Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss tentang kemungkinan keterlibatan NATO dalam krisis Ukraina.
Pada 1 Maret, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov meminta AS menghapus senjata nuklirnya dari Eropa dan membongkar infrastruktur terkait.
Mengomentari perjalanan Biden ke Eropa yang akan datang, Sullivan mengatakan presiden tidak akan berusaha menekan sekutu Washington untuk segera melarang pasokan energi Rusia, tetapi dia berencana mengumumkan "tanggapan bersama" yang bertujuan mengurangi ketergantungan Eropa pada Moskow.
"Dia akan bekerja dengan sekutu dalam penyesuaian jangka panjang untuk postur pasukan NATO di sisi timur. Dia akan mengumumkan aksi bersama untuk meningkatkan keamanan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia pada akhirnya," ungkap Sullivan.
“AS dan sekutunya juga akan memiliki kesempatan berkoordinasi pada fase berikutnya dari bantuan militer ke Ukraina, dan akan memberlakukan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia, dan memperketat sanksi yang ada untuk menindak penghindaran dan memastikan penegakan yang kuat," ujar dia.
Mengomentari pengumuman Biden awal bulan ini tentang larangan total impor energi Rusia ke AS, Sullivan mengatakan presiden telah menjelaskan bahwa dia "tidak akan menekan" sekutu untuk mengikutinya.
"Dari sudut pandangnya, apa yang telah kami capai dengan mitra Eropa kami dalam hal sanksi keuangan, kontrol ekspor, dan langkah-langkah lain untuk memukul ekonomi Rusia dengan keras memiliki dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya pada ekonomi besar dalam skala yang belum pernah kami lihat sebelumnya," ungkap dia.
Rusia melancarkan operasi militer di Ukraina pada 24 Februari yang menurut Putin ditujukan untuk "demiliterisasi" dan membersihkannya dari pengaruh besar elemen neo-Nazi dalam pemerintahan dan angkatan bersenjata.
Operasi itu dimulai setelah permintaan bantuan dari republik Donbass, yang menghadapi peningkatan penembakan, sabotase, dan serangan penembak jitu selama berminggu-minggu oleh militer Ukraina sebelum secara resmi diakui sebagai negara merdeka oleh Rusia pada 21 Februari.
Pada Maret, Kementerian Pertahanan Rusia mulai menyajikan bukti dugaan rencana Ukraina meluncurkan serangan skala penuh di Donbass.
Rusia melaporkan keberadaan jaringan laboratorium biologi yang didanai Pentagon di Ukraina yang pertama kali dibantah pejabat dan media AS tapi kemudian dikonfirmasi ada.
(sya)
tulis komentar anda