Kecewa Berat pada NATO, Presiden Ukraina Cari Kompromi Soal Krimea dan Donbass
Selasa, 08 Maret 2022 - 20:02 WIB
Peringatan bahwa Ukraina “tidak siap untuk ultimatum”, Zelensky tetap menyatakan kesediaannya untuk berdialog dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Mengenai NATO, saya sudah lama tenang tentang pertanyaan ini, setelah kita memahami bahwa NATO tidak siap untuk menerima Ukraina,” ujar Zelensky.
“Aliansi ini takut akan hal-hal kontroversial dan konfrontasi dengan Rusia. Kita tidak pernah ingin menjadi negara yang memohon sesuatu dengan berlutut, dan kita tidak akan menjadi negara itu dan saya tidak ingin menjadi presiden itu," tegas Zelensky.
Rusia dan Ukraina mengadakan pembicaraan damai putaran ketiga pada Senin di wilayah Brest, Belarusia barat.
Negosiator Ukraina memberikan jaminan kepada rekan-rekan mereka dari Rusia bahwa koridor kemanusiaan yang diumumkan oleh militer Rusia pada Senin akan mulai beroperasi seperti biasa.
Kepala negosiator Rusia Vladimir Medinsky menyatakan kekecewaannya tentang kurangnya kemajuan dalam pembicaraan, dengan mengatakan pihak Ukraina tidak menandatangani protokol yang diusulkan Rusia mengenai masalah yang telah disepakati secara prinsip dalam putaran diskusi sebelumnya.
Kedua belah pihak menyatakan kesiapan untuk melanjutkan negosiasi.
Rusia memulai operasi militer di Ukraina yang bertujuan demiliterisasi negara itu pada 24 Februari. Misi tersebut, yang dilakukan dalam koordinasi dengan sekutu Rusia, Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk, dimulai setelah berminggu-minggu meningkatnya serangan penembakan, penembak jitu dan sabotase oleh pasukan Ukraina terhadap milisi dan warga permukiman Donbass.
Krisis saat ini di Ukraina adalah puncak dari bencana yang dimulai pada Februari 2014, ketika kekuatan politik yang didukung AS dan Uni Eropa dibantu oleh ultranasionalis menggulingkan pemerintah Ukraina.
Kekacauan tersebut mendorong pihak berwenang di Krimea untuk mengadakan referendum tentang status semenanjung itu, dengan sebagian besar penduduk di wilayah yang sebagian besar etnis-Rusia itu memilih memisahkan diri dari yurisdiksi Ukraina dan kembali ke Rusia.
“Mengenai NATO, saya sudah lama tenang tentang pertanyaan ini, setelah kita memahami bahwa NATO tidak siap untuk menerima Ukraina,” ujar Zelensky.
“Aliansi ini takut akan hal-hal kontroversial dan konfrontasi dengan Rusia. Kita tidak pernah ingin menjadi negara yang memohon sesuatu dengan berlutut, dan kita tidak akan menjadi negara itu dan saya tidak ingin menjadi presiden itu," tegas Zelensky.
Rusia dan Ukraina mengadakan pembicaraan damai putaran ketiga pada Senin di wilayah Brest, Belarusia barat.
Negosiator Ukraina memberikan jaminan kepada rekan-rekan mereka dari Rusia bahwa koridor kemanusiaan yang diumumkan oleh militer Rusia pada Senin akan mulai beroperasi seperti biasa.
Kepala negosiator Rusia Vladimir Medinsky menyatakan kekecewaannya tentang kurangnya kemajuan dalam pembicaraan, dengan mengatakan pihak Ukraina tidak menandatangani protokol yang diusulkan Rusia mengenai masalah yang telah disepakati secara prinsip dalam putaran diskusi sebelumnya.
Kedua belah pihak menyatakan kesiapan untuk melanjutkan negosiasi.
Rusia memulai operasi militer di Ukraina yang bertujuan demiliterisasi negara itu pada 24 Februari. Misi tersebut, yang dilakukan dalam koordinasi dengan sekutu Rusia, Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk, dimulai setelah berminggu-minggu meningkatnya serangan penembakan, penembak jitu dan sabotase oleh pasukan Ukraina terhadap milisi dan warga permukiman Donbass.
Krisis saat ini di Ukraina adalah puncak dari bencana yang dimulai pada Februari 2014, ketika kekuatan politik yang didukung AS dan Uni Eropa dibantu oleh ultranasionalis menggulingkan pemerintah Ukraina.
Kekacauan tersebut mendorong pihak berwenang di Krimea untuk mengadakan referendum tentang status semenanjung itu, dengan sebagian besar penduduk di wilayah yang sebagian besar etnis-Rusia itu memilih memisahkan diri dari yurisdiksi Ukraina dan kembali ke Rusia.
Lihat Juga :
tulis komentar anda