Kiev: Invasi Rusia Tak Akan Terjadi Jika Ukraina Miliki Senjata Nuklir

Sabtu, 05 Maret 2022 - 14:36 WIB
Sebuah silo rudal yang dihancurkan di dekat Pervomaisk, Ukraina, pada tahun 2001. Ukraina percaya invasi Rusia tak akan terjadi jika ia memiliki senjata nuklir. Foto/REUTERS/Gleb Garanich
KIEV - Invasi Rusia tidak akan terjadi jika Ukraina tidak menyerahkan senjata nuklirnya pada 1990-an. Demikian disampaikan penasihat wakil perdana menteri Ukraina, Svitlana Zalishchuk.

Ukraina pernah menjadi kekuatan nuklir terbesar ketiga di dunia dengan mewarisi sekitar 5.000 hulu ledak nuklir Uni Soviet setelah negara itu menyatakan merdeka.

Pada tahun 1994, Ukraina menyerahkan semua senjata nuklir warisan itu, dan sebagai gantinya, kekuatan dunia termasuk Rusia berjanji untuk tidak melanggar keamanannya.



Ukraina menandatangani Memorandum Budapest ketika bergabung dengan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir global. Memorandum itu berbunyi: "Rusia, Inggris dan AS menegaskan kembali kewajiban mereka untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik Ukraina".



Ditanya apakah Ukraina membuat kesalahan dalam menyetujui memorandum untuk menyerahkan semua senjata nuklirnya, Svitlana Zalishchuk, yang merupakan penasihat kebijakan luar negeri wakil perdana menteri Ukraina untuk integrasi Eropa, mengatakan kepada Sky News: "Ya, tanpa keraguan."

"Jika kami adalah pemilik senjata nuklir saat ini, saya pikir perang ini tidak akan dimulai, tragedi ini tidak akan dialami oleh bangsa saya," ujarnya, yang dilansir Sabtu (5/3/2022).

Dia mengatakan kekuatan dunia yang memiliki senjata nuklir "tak tersentuh"."Dan tidak ditantang dengan kekuatan militer karena perang nuklir adalah bahaya bagi seluruh dunia," katanya.

"Karena secara sukarela kami menyerahkan senjata nuklir kami dan Memorandum Budapest telah diabaikan, kami menemukan diri kami dalam situasi yang kami hadapi," katanya.

"Jika ada satu negara di dunia ini, di Eropa saat ini, yang dapat menuntut jaminan keamanan, itu adalah Ukraina, tepatnya karena kami menyerahkan senjata nuklir kami, tepatnya karena kami menerima jaminan ini dari kekuatan terkuat di dunia bahwa mereka akan melindungi kami jika terjadi sesuatu," paparnya.

Beyza Unal, wakil direktur program keamanan internasional di lembaga think tank Chatham House, mengatakan dia memahami mengapa Ukraina mungkin merasa "dikhianati" tetapi mengatakan memorandum itu memberi negara mereka "assurances"—bukan "guarantee"—yang tidak mengikat secara hukum dan tidak ada mekanisme penegakan.

Dia juga menunjukkan bahwa senjata nuklir yang diwarisi Ukraina tidak dapat digunakan tanpa berinvestasi dalam infrastruktur tambahan.

"Itu adalah inventaris Soviet," katanya.

"Anda tidak dapat benar-benar menggunakan senjata itu tanpa memiliki struktur komando dan kontrol yang terkait dengan sistem senjata."

"Hampir tidak mungkin bagi Ukraina di masa lalu untuk menggunakannya bahkan sebagai alat tawar-menawar untuk masa depan," imbuh dia.

Dia menambahkan bahwa tidak diketahui apakah Rusia akan menyerang Ukraina jika negara itu menyimpan senjata nuklir dan berinvestasi dalam program nuklir pasca-Soviet.

Dia mencontohkan Perang Yom Kippur 1973 yang terjadi meski ada rumor Israel telah mulai mengembangkan senjata nuklir sebelum itu.

Dia mengatakan memiliki senjata nuklir tidak akan selalu mencegah negara diserang. "Itu hanya spekulasi," katanya.

"Apa yang disadari dunia pada 1960-an, 1970-an, adalah bahwa jika semakin banyak negara memiliki senjata nuklir, maka itu akan menyebabkan bencana besar," katanya. "Karena pada akhirnya, seseorang akan memutuskan untuk menggunakan senjata mereka."

"Risiko bagi kami mengalahkan gagasan bahwa proliferasi akan berakhir dengan cara yang positif," imbuh dia.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More