AS Cs Kutuk Peluncuran Rudal Balistik Korea Utara
Selasa, 01 Maret 2022 - 16:26 WIB
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) dan 10 negara lainnya mengutuk peluncuran rudal balistik terbaru yang dilakukan oleh Korea Utara (Korut), menyebutnya melanggar hukum dan mendestabilisasi wilayah. Mereka juga mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengutuk tindakan Korut karena melanggar beberapa resolusi dewan.
Dalam pernyataan bersama, 11 negara itu mendesak 193 negara anggota PBB untuk menerapkan semua resolusi Dewan Keamanan yang mewajibkan Korut untuk meninggalkan senjata pemusnah massal dan program rudal balistiknya serta menerapkan semua sanksi PBB.
Korea Selatan (Korsel) tetangga Korut, mendeteksi peluncuran rudal pada hari Minggu yang terbang 300 kilometer dan mencapai ketinggian 600 kilometer sebelum mendarat di lepas pantai timur Korut. Media pemerintah Korut, tanpa mengkonfirmasi peluncuran, mengatakan negara itu baru-baru ini menguji kamera untuk satelit pengintai yang dapat memotret Bumi dari luar angkasa.
Pernyataan bersama dari 11 anggota PBB ini mengatakan Korut telah meluncurkan beberapa rudal balistik tahun ini yang melanggar resolusi PBB.
Wakil duta besar AS Jeffrey DeLaurentis membacakan pernyataan yang dikelilingi oleh diplomat dari enam negara dewan lainnya - Albania, Brasil, Prancis, Irlandia, Norwegia, dan Inggris - serta Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan.
“Kami tetap berkomitmen untuk mengupayakan diplomasi yang serius dan berkelanjutan dan mendesak Pyongyang untuk menanggapi secara positif penjangkauan dari Amerika Serikat dan lainnya,” kata pernyataan itu seperti dikutip dari AP, Selasa (1/3/2022).
Kesebelas negara mendesak Korut untuk memilih jalur diplomasi untuk meredakan ketegangan regional dan mempromosikan perdamaian serta keamanan internasional dan menegaskan kesiapan mereka untuk berdialog.
“Kami tidak akan goyah dalam mengejar perdamaian dan stabilitas,” mereka menekankan.
Dewan Keamanan PBB awalnya memberlakukan sanksi terhadap Korut setelah uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006 dan memperketatnya setelah uji coba nuklir lebih lanjut serta peluncuran dari program rudal balistiknya yang semakin canggih.
Mantan duta besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan pada 2018 bahwa sanksi telah memotong semua ekspor Korut dan 90% dari perdagangannya serta membubarkan perkumpulan pekerja yang dikirim Korut ke luar negeri untuk mendapatkan mata uang.
Pada bulan November, sekutu terpenting Korut, China dan Rusia menghidupkan kembali upaya 2019 mereka untuk meringankan sanksi terhadap Pyongyang.
Mereka mengedarkan rancangan resolusi kepada anggota Dewan Keamanan yang akan mengakhiri sejumlah sanksi terhadap Korut termasuk larangan ekspor makanan laut dan tekstil, pembatasan impor produk minyak olahan dan larangan warganya bekerja di luar negeri dan mengirim pulang penghasilan mereka.
Resolusi ini menekankan kesulitan ekonomi di Korut dan mengatakan sanksi ini dan lainnya harus dicabut dengan maksud meningkatkan mata pencaharian penduduk sipil.
Dewan Keamanan PBB telah berulang kali menyatakan akan memodifikasi, menangguhkan atau mencabut sanksi jika Korut memenuhi tuntutannya, tetapi Pyongyang telah mengabaikannya dan memajukan program nuklir dan rudal balistiknya.
Tidak pernah dilakukan pemungutan suara untuk rancangan resolusi Rusia-China agar mencabut beberapa sanksi utama karena tentangan dari banyak anggota dewan.
Dalam pernyataan bersama, 11 negara itu mendesak 193 negara anggota PBB untuk menerapkan semua resolusi Dewan Keamanan yang mewajibkan Korut untuk meninggalkan senjata pemusnah massal dan program rudal balistiknya serta menerapkan semua sanksi PBB.
Korea Selatan (Korsel) tetangga Korut, mendeteksi peluncuran rudal pada hari Minggu yang terbang 300 kilometer dan mencapai ketinggian 600 kilometer sebelum mendarat di lepas pantai timur Korut. Media pemerintah Korut, tanpa mengkonfirmasi peluncuran, mengatakan negara itu baru-baru ini menguji kamera untuk satelit pengintai yang dapat memotret Bumi dari luar angkasa.
Pernyataan bersama dari 11 anggota PBB ini mengatakan Korut telah meluncurkan beberapa rudal balistik tahun ini yang melanggar resolusi PBB.
Wakil duta besar AS Jeffrey DeLaurentis membacakan pernyataan yang dikelilingi oleh diplomat dari enam negara dewan lainnya - Albania, Brasil, Prancis, Irlandia, Norwegia, dan Inggris - serta Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan.
“Kami tetap berkomitmen untuk mengupayakan diplomasi yang serius dan berkelanjutan dan mendesak Pyongyang untuk menanggapi secara positif penjangkauan dari Amerika Serikat dan lainnya,” kata pernyataan itu seperti dikutip dari AP, Selasa (1/3/2022).
Kesebelas negara mendesak Korut untuk memilih jalur diplomasi untuk meredakan ketegangan regional dan mempromosikan perdamaian serta keamanan internasional dan menegaskan kesiapan mereka untuk berdialog.
“Kami tidak akan goyah dalam mengejar perdamaian dan stabilitas,” mereka menekankan.
Dewan Keamanan PBB awalnya memberlakukan sanksi terhadap Korut setelah uji coba nuklir pertamanya pada tahun 2006 dan memperketatnya setelah uji coba nuklir lebih lanjut serta peluncuran dari program rudal balistiknya yang semakin canggih.
Mantan duta besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan pada 2018 bahwa sanksi telah memotong semua ekspor Korut dan 90% dari perdagangannya serta membubarkan perkumpulan pekerja yang dikirim Korut ke luar negeri untuk mendapatkan mata uang.
Pada bulan November, sekutu terpenting Korut, China dan Rusia menghidupkan kembali upaya 2019 mereka untuk meringankan sanksi terhadap Pyongyang.
Mereka mengedarkan rancangan resolusi kepada anggota Dewan Keamanan yang akan mengakhiri sejumlah sanksi terhadap Korut termasuk larangan ekspor makanan laut dan tekstil, pembatasan impor produk minyak olahan dan larangan warganya bekerja di luar negeri dan mengirim pulang penghasilan mereka.
Resolusi ini menekankan kesulitan ekonomi di Korut dan mengatakan sanksi ini dan lainnya harus dicabut dengan maksud meningkatkan mata pencaharian penduduk sipil.
Dewan Keamanan PBB telah berulang kali menyatakan akan memodifikasi, menangguhkan atau mencabut sanksi jika Korut memenuhi tuntutannya, tetapi Pyongyang telah mengabaikannya dan memajukan program nuklir dan rudal balistiknya.
Tidak pernah dilakukan pemungutan suara untuk rancangan resolusi Rusia-China agar mencabut beberapa sanksi utama karena tentangan dari banyak anggota dewan.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda