Analisis Mengapa Rezim Erdogan Terus Buru Pengikut Fethullah Gulen

Senin, 15 Juni 2020 - 11:30 WIB
Seorang pria Turki memamerkan bendera bergambar Presiden Recep Tayyip Erdogan dan ulama Fethullah Gulen. Foto/REUTERS
ANKARA - Kebijakan keras Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan terhadap para pengkritiknya makin meningkat. Selasa pekan lalu, media pemerintah mengumumkan surat perintah penangkapan atas lebih dari 400 orang termasuk tentara, dokter, dan guru.

Apa kejahatan yang dituduhkan pada mereka? Mudah saja, yakni diduga berafiliasi dengan gerakan keagamaan yang dipimpin oleh ulama Fethullah Gulen , seorang tokoh agama Islam Turki yang kini tinggal pengasingan di Amerika Serikat.

Penahanan mereka adalah upaya terbaru rezim Erdogan untuk menekan gerakan Gulen, yang telah menjadi subjek penumpasan berkelanjutan di Turki sejak 2016.

"Pemerintah Erdogan telah menjadikan Gulenist (pendukung Gulen) sebagai musuh yang Anda anggap paling buruk di Turki," kata Henri Barkey, seorang peneliti untuk studi Timur Tengah di Council on Foreign Relations, seperti dilansir Al Arabiya English.

Sinyal "perlawanan" atas kondisi politik baru-baru ini terjadi setelah mantan Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu pada Senin pekan lalu mengatakan kesiapannya bekerjasama dengan partai-partai oposisi untuk menentang Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partai berkuasa pimpinan Erdogan.



"Erdogan pun merasa terancam oleh meningkatnya oposisi terhadapnya," kata Barkey. (Baca: Lagi, Rezim Erdogan Tangkap Massal Pendukung Ulama Fethullah Gulen )

"Dan setiap kali Erdogan terpojok maka isu komunitas Gulen dijadikan sebagai senjata," imbuh Imam Abdullah Antepli, seorang profesor hubungan antaragama di Universitas Duke dan mantan pemimpin dalam komunitas Gulen.

Apa Itu Gerakan Gulen?

Gerakan Gulen adalah gerakan spiritual internasional yang merujuk pada Fethullah Gulen, 81, seorang ulama Islam Turki yang mulai berkhotbah di kota Izmir, Turki barat pada pertengahan 1960-an. Gulen kemudian memegang posisi di Kementerian Agama Turki sebagai seorang imam.

"Gulen adalah seorang pendakwah yang sangat berpengaruh dan menggunakan popularitas untuk menciptakan jaringan pendidikan dan mempromosikan keterlibatan antaragama," kata Antepli.

Dia menambahkan bahwa interpretasi Gulen tentang Islam menekankan pendidikan gaya Barat, nilai-nilai demokrasi, dan hubungan antaragama.

Gerakan Gulen dikenal di Turki sebagai Hizmet, yang berarti "layanan". Pengikut Gulen menjalankan sekolah di Turki dan di seluruh dunia, di mana lebih dari 100 lembaga untuk di AS saja.

"Sekolah-sekolah ini terbuka untuk siswa dari semua latar belakang dan bertujuan untuk memberdayakan siswa melalui sains, seni, dan pendidikan bahasa dengan memerhatikan lingkungan yang saling menghormati untuk berbagai agama, etnik dan budaya," kata Alp Aslandogan, anggota dewan Institut Gulen dan pimpinan Aliansi Nirlaba untuk Nilai Bersama yang berbasis di New York.

Menurut Antepli, Gerakan Gulen dapat dibandingkan dengan ordo religius Yesuit dalam agama Katolik, sebuah kelompok yang juga dikenal karena fokus pada pendidikan.

Gulen pernah bertemu dengan pemimpin Katolik Paus Yohanes Paulus II, serta Kepala Rabi Israel Eliyahu Bakshi-Doron, untuk membahas dialog antaragama pada tahun 1998.

Tahun berikutnya Gulen melarikan diri ke AS setelah dianiaya oleh pejabat militer di Turki. Hingga kini dia masih tinggal di Pennsylvania, Amerika. (Baca juga: Staf Konsulat AS Divonis 8 Tahun Penjara oleh Pengadilan Turki )

Mengapa Erdogan Anggap Gerakan Gulen sebagai Ancaman?

Gulen dan Erdogan pernah bersekutu melawan sekularisme absolut, yang diberlakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Keduanya berhasil mendesain ulang sistem pemerintah Turki untuk memungkinkan agama berperan lebih aktif.

Keduanya berhasil mendesain ulang sistem pemerintah Turki untuk memungkinkan agama berperan lebih aktif.

Tetapi menurut Atepli, Gulen yang membayangkan Turki sebagai negara yang mempromosikan nilai-nilai demokrasi, berseberangan ketika Erdogan ingin negara itu tetap berada di bawah pemerintahan Islam.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More