Uni Eropa Akui Takut Tatanan Dunia Baru Dipimpin Rusia dan China

Senin, 21 Februari 2022 - 17:33 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin hendak menjabat tangan Presiden China Xi Jinping saat pertemuan di Moskow, Rusia, 5 Juni 2019. Foto/REUTERS
MUNICH - Rusia dan China adalah dua kekuatan "revisionis" yang berusaha mengubah tatanan dunia saat ini. Pengakuan sekaligus ketakutan itu diungkapkan Perwakilan Tinggi Uni Eropa (UE) untuk Urusan Luar Negeri Josep Borell.

Pernyataan itu muncul tiga pekan setelah Moskow dan Beijing membuat pernyataan bersama yang mengecam banyak aspek kebijakan luar negeri Washington.

Rusia dan China pun menyerukan diakhirinya “campur tangan dalam urusan internal negara-negara berdaulat.”





Berbicara di Konferensi Keamanan Munich pada Minggu (20/2/2022), Josep Borell memperingatkan tatanan dunia multilateral liberal saat ini sedang dipertaruhkan, karena persahabatan antara pemerintah Rusia-China menentang norma-norma arsitektur global yang ada.



“30 tahun setelah berakhirnya Perang Dingin, kita menghadapi upaya yang gigih untuk mendefinisikan kembali tatanan multilateral,” papar kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa itu, dilansir RT.com.



“Pernyataan ini adalah puncak dari kampanye yang sudah berlangsung lama. Ini adalah tindakan pembangkangan. Ini adalah manifesto revisionis, manifesto untuk meninjau tatanan dunia,” ujar dia.

Pada 4 Februari 2022, setelah pertemuan selama tiga jam di Beijing, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping menandatangani pernyataan bersama.

Kedua pemimpin menyatakan kesepakatan tentang berbagai masalah pembangunan berkelanjutan global dan hubungan internasional.

Antara lain, Putin dan Xi setuju menentang, “Penyalahgunaan nilai-nilai demokrasi dan campur tangan dalam urusan internal negara-negara berdaulat dengan dalih melindungi demokrasi dan hak asasi manusia, dan segala upaya menghasut perpecahan dan konfrontasi di dunia.”

Mereka juga meminta masyarakat internasional, “Menghormati keragaman budaya dan peradaban serta hak-hak masyarakat dari berbagai negara untuk menentukan nasib sendiri.”

Beijing juga mendukung permintaan Rusia agar NATO menghentikan ekspansi ke arah timur, sementara Moskow menegaskan kembali pendiriannya tentang ketidakterpisahan China, menyangkal klaim kemerdekaan Taiwan.

Menurut Borrell, pernyataan bersama itu bertentangan dengan definisi Piagam PBB tentang hak asasi manusia dan demokrasi.

Pejabat tersebut mengklaim kesepakatan Beijing dan Moskow untuk menentang “revolusi warna” adalah ilegal, karena akan melanggar hak individu untuk menentukan nasib sendiri.

Dia juga mengkritik slogan “demokrasi yang berhasil” oleh China. Dia mempertanyakan klaim, “China memiliki budaya dan sejarah demokrasi selama seribu tahun."

Sebelumnya, Duta Besar Rusia di Washington Anatoly Antonov mengatakan hubungan Rusia dengan China telah berkembang berkat lingkungan internasional yang menantang.

Dia membantah, bagaimanapun, bahwa aliansi Rusia-China mengejar tujuan geopolitik. Beijing sejauh ini mendukung posisi Moskow dalam konflik di Ukraina.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More