Jadi Ancaman Terbesar, Israel Klaim Kebebasan Beraksi terhadap Iran
Senin, 07 Februari 2022 - 15:58 WIB
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett menyebut Iran sebagai "ancaman terbesar bagi Negara Israel" selama pertemuan kabinet di Yerusalem pada Minggu (6/2/2022).
Bennett juga berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan untuk membahas kekhawatiran yang berkembang tentang Iran dan kesepakatan nuklir potensial yang sedang dibahas di Wina.
"Siapa pun yang berpikir bahwa kesepakatan akan meningkatkan stabilitas adalah keliru," ujar Bennett, menurut pernyataan kantornya yang dirilis ke publik.
Bennett membahas “agresi yang meningkat” dari Iran dan “langkah-langkah memblokir program nuklir Iran” dalam panggilannya dengan Biden.
PM Israel menuduh Iran meningkatkan serangan regional di tengah negosiasi nuklir tersebut. “Begitulah cara Anda melakukan negosiasi, gaya Teheran,” papar Bennett.
Pemimpin Israel kemudian berjanji akan mempertahankan "kebebasan beraksi" dalam cara berurusan dengan Iran, apakah ada perjanjian nuklir atau tidak.
“Kami saat ini menutup celah dan membangun kekuatan militer Israel selama bertahun-tahun dan bahkan beberapa dekade mendatang. Israel akan mempertahankan kebebasan beraksi dalam hal apa pun, dengan atau tanpa kesepakatan,” tegas dia.
“Presiden Biden menyampaikan dukungannya yang tak tergoyahkan untuk keamanan dan kebebasan bertindak Israel, menekankan dukungan penuh pemerintahannya untuk mengisi kembali sistem Iron Dome Israel,” ungkap catatan panggilan telepon yang dirilis Gedung Putih.
Ketegangan antara Israel dan Iran telah meningkat ketika upaya menyelamatkan perjanjian nuklir 2015 dengan Iran telah memasuki tahap akhir, dengan para pejabat AS menuju ke Wina sekali lagi untuk mengerjakan kesepakatan potensial pekan ini.
Media Israel telah melaporkan latihan militer Israel dalam beberapa pekan terakhir. Mereka berlatih untuk menyerang fasilitas nuklir Iran.
Bennett telah menjelaskan Israel bukan bagian dari kesepakatan apa pun, karena banyak yang percaya kesepakatan semacam itu tidak akan menguntungkan Tel Aviv.
Perdana menteri mengatakan bulan lalu bahwa, “Israel tidak terikat dengan apa yang tertulis dalam perjanjian jika ditandatangani.”
Bennett juga berbicara dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan untuk membahas kekhawatiran yang berkembang tentang Iran dan kesepakatan nuklir potensial yang sedang dibahas di Wina.
"Siapa pun yang berpikir bahwa kesepakatan akan meningkatkan stabilitas adalah keliru," ujar Bennett, menurut pernyataan kantornya yang dirilis ke publik.
Bennett membahas “agresi yang meningkat” dari Iran dan “langkah-langkah memblokir program nuklir Iran” dalam panggilannya dengan Biden.
PM Israel menuduh Iran meningkatkan serangan regional di tengah negosiasi nuklir tersebut. “Begitulah cara Anda melakukan negosiasi, gaya Teheran,” papar Bennett.
Pemimpin Israel kemudian berjanji akan mempertahankan "kebebasan beraksi" dalam cara berurusan dengan Iran, apakah ada perjanjian nuklir atau tidak.
“Kami saat ini menutup celah dan membangun kekuatan militer Israel selama bertahun-tahun dan bahkan beberapa dekade mendatang. Israel akan mempertahankan kebebasan beraksi dalam hal apa pun, dengan atau tanpa kesepakatan,” tegas dia.
“Presiden Biden menyampaikan dukungannya yang tak tergoyahkan untuk keamanan dan kebebasan bertindak Israel, menekankan dukungan penuh pemerintahannya untuk mengisi kembali sistem Iron Dome Israel,” ungkap catatan panggilan telepon yang dirilis Gedung Putih.
Ketegangan antara Israel dan Iran telah meningkat ketika upaya menyelamatkan perjanjian nuklir 2015 dengan Iran telah memasuki tahap akhir, dengan para pejabat AS menuju ke Wina sekali lagi untuk mengerjakan kesepakatan potensial pekan ini.
Media Israel telah melaporkan latihan militer Israel dalam beberapa pekan terakhir. Mereka berlatih untuk menyerang fasilitas nuklir Iran.
Bennett telah menjelaskan Israel bukan bagian dari kesepakatan apa pun, karena banyak yang percaya kesepakatan semacam itu tidak akan menguntungkan Tel Aviv.
Perdana menteri mengatakan bulan lalu bahwa, “Israel tidak terikat dengan apa yang tertulis dalam perjanjian jika ditandatangani.”
(sya)
tulis komentar anda