Dicekik Pandemi dan Sanksi, PBB Sebut Ini Sumber Pendapatan Korut
Minggu, 06 Februari 2022 - 09:12 WIB
NEW YORK - Serangan siber pada pertukaran mata uang kripto menjadi sumber pendapatan yang penting bagi Korea Utara (Korut) di tengah sanksi PBB dan blokade ketat terkait pandemi COVID-19 .
Begitu bunyi laporan rahasia PBB yang dilihat oleh Reuters. Laporan tahunan oleh pemantau sanksi independen itu telah diserahkan pada Jumat malam kepada komite sanksi Korut Dewan Keamanan PBB.
Dalam laporan tersebut para pemantau mengatakan serangan siber, terutama pada aset mata uang kripto, menjadi sumber pendapatan penting bagi Korut. Mereka juga telah menerima informasi bahwa peretas Korut terus menargetkan lembaga keuangan, perusahaan mata uang kripto, dan bursa.
"Menurut negara anggota, pelaku (serangan) siber DPRK mencuri lebih dari USD50 juta antara tahun 2020 dan pertengahan 2021 dari setidaknya tiga pertukaran mata uang kripto di Amerika Utara, Eropa dan Asia," kata laporan itu menggunakan akronim dari nama resmi Korut Republik Demokratik Rakyat Korea seperti dilansir dari Reuters, Minggu (6/2/2022).
Pemantau juga mengutip laporan bulan lalu oleh perusahaan keamanan siber, Chainalysis, yang mengatakan Korut meluncurkan setidaknya tujuh serangan terhadap platform cryptocurrency yang mengekstraksi aset digital senilai hampir USD400 juta tahun lalu.
Pada tahun 2019, pemantau sanksi PBB melaporkan bahwa Korut telah menghasilkan sekitar USD2 miliar untuk program senjata pemusnah massalnya menggunakan serangan siber yang meluas dan semakin canggih.
Laporan terbaru juga mengatakan blokade ketat Korut dalam menanggapi pandemi COVID-19 membuat perdagangan gelap, termasuk barang-barang mewah, sebagian besar telah dihentikan.
Selama bertahun-tahun Dewan Keamanan PBB telah melarang ekspor Korut termasuk batu bara, besi, timah, tekstil dan makanan laut, serta membatasi impor minyak mentah dan produk minyak olahan.
"Meskipun ekspor maritim dari DPRK untuk batubara meningkat pada paruh kedua tahun 2021, mereka masih pada tingkat yang relatif rendah," kata para pemantau.
"Jumlah impor gelap minyak sulingan meningkat tajam pada periode yang sama, tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya," kata laporan itu.
"Pengiriman langsung oleh kapal tanker non-DPRK ke DPRK telah dihentikan, mungkin sebagai tanggapan terhadap tindakan COVID-19: sebagai gantinya, hanya kapal tanker DPRK yang mengirimkan minyak," sambung laporan itu.
Laporan itu juga menyatakan bahwa situasi kemanusiaan di Korut "terus memburuk." Para pemantau mengatakan itu mungkin dikarenakan blokade COVID-19, tetapi kurangnya informasi dari Korut membuat sulit untuk menentukan berapa banyak sanksi PBB yang secara tidak sengaja merugikan warga sipil.
Misi Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar terkaita laporan ini.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Begitu bunyi laporan rahasia PBB yang dilihat oleh Reuters. Laporan tahunan oleh pemantau sanksi independen itu telah diserahkan pada Jumat malam kepada komite sanksi Korut Dewan Keamanan PBB.
Dalam laporan tersebut para pemantau mengatakan serangan siber, terutama pada aset mata uang kripto, menjadi sumber pendapatan penting bagi Korut. Mereka juga telah menerima informasi bahwa peretas Korut terus menargetkan lembaga keuangan, perusahaan mata uang kripto, dan bursa.
"Menurut negara anggota, pelaku (serangan) siber DPRK mencuri lebih dari USD50 juta antara tahun 2020 dan pertengahan 2021 dari setidaknya tiga pertukaran mata uang kripto di Amerika Utara, Eropa dan Asia," kata laporan itu menggunakan akronim dari nama resmi Korut Republik Demokratik Rakyat Korea seperti dilansir dari Reuters, Minggu (6/2/2022).
Pemantau juga mengutip laporan bulan lalu oleh perusahaan keamanan siber, Chainalysis, yang mengatakan Korut meluncurkan setidaknya tujuh serangan terhadap platform cryptocurrency yang mengekstraksi aset digital senilai hampir USD400 juta tahun lalu.
Pada tahun 2019, pemantau sanksi PBB melaporkan bahwa Korut telah menghasilkan sekitar USD2 miliar untuk program senjata pemusnah massalnya menggunakan serangan siber yang meluas dan semakin canggih.
Laporan terbaru juga mengatakan blokade ketat Korut dalam menanggapi pandemi COVID-19 membuat perdagangan gelap, termasuk barang-barang mewah, sebagian besar telah dihentikan.
Selama bertahun-tahun Dewan Keamanan PBB telah melarang ekspor Korut termasuk batu bara, besi, timah, tekstil dan makanan laut, serta membatasi impor minyak mentah dan produk minyak olahan.
"Meskipun ekspor maritim dari DPRK untuk batubara meningkat pada paruh kedua tahun 2021, mereka masih pada tingkat yang relatif rendah," kata para pemantau.
"Jumlah impor gelap minyak sulingan meningkat tajam pada periode yang sama, tetapi pada tingkat yang jauh lebih rendah daripada tahun-tahun sebelumnya," kata laporan itu.
"Pengiriman langsung oleh kapal tanker non-DPRK ke DPRK telah dihentikan, mungkin sebagai tanggapan terhadap tindakan COVID-19: sebagai gantinya, hanya kapal tanker DPRK yang mengirimkan minyak," sambung laporan itu.
Laporan itu juga menyatakan bahwa situasi kemanusiaan di Korut "terus memburuk." Para pemantau mengatakan itu mungkin dikarenakan blokade COVID-19, tetapi kurangnya informasi dari Korut membuat sulit untuk menentukan berapa banyak sanksi PBB yang secara tidak sengaja merugikan warga sipil.
Misi Korea Utara untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar terkaita laporan ini.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(ian)
tulis komentar anda