Jadi Komandan Batalion Perempuan ISIS, Mama Muda Diciduk FBI

Minggu, 30 Januari 2022 - 09:31 WIB
Alison Fluke-Ekren (42) ditangkap FBI karena menjadi komandan batalion perempuan ISIS. Foto/New York Post
WASHINGTON - Badan investigasi federal Amerika Serikat (AS), FBI , menangkap seorang perempuan yang diduga berperan sebagai komandan batalion perempuan ISIS . Ia melatih perempuan dan anak-anak untuk menggunakan senapan serbu dan sabuk bom bunuh diri.

Alison Fluke-Ekren (42), seorang mantan guru dari Kansa, didakwa memberikan dukungan materi kepada organisasi teroris. Bagaimana ia bisa tertangkap di Suriah tidak diketahui, tetapi FBI telah menerbangkannya ke Virginia pada hari Jumat untuk menghadapi tuntutan.

Jaksa menggambarkan Fluke-Ekren memainkan peran yang sangat besar di Negara Islam (IS, dulu ISIS) sebagai seorang perempuan dan seorang warga Amerika. Tuduhan terhadap perempuan Amerika yang terlibat dengan ISIS jarang terjadi.

Dokumen pengadilan mengatakan Fluke-Ekren menyelundup ke Suriah pada 2012 dari Libya.



"Dia melakukan perjalanan ke negara itu, menurut seorang saksi, karena dia ingin melakukan jihad kekerasan,” tulis Raj Parekh, seorang jaksa federal, dalam sebuah memo penahanan yang dipublikasikan pada hari Sabtu seperti dilansir dari New York Times, Minggu (30/1/2022).



Menurut pengaduan pidana yang diajukan pada tahun 2019, seorang saksi mengatakan kepada FBI bahwa Fluke-Ekren dan suaminya membawa USD15.000 atau sekitar Rp215 juta ke Suriah dan menggunakan uang itu untuk membeli senjata. Suaminya, kata saksi, adalah komandan penembak jitu ISIS; dia kemudian terbunuh oleh serangan udara ketika mencoba melakukan serangan teroris, kata penyelidik. Menurut dokumen pengadilan, Fluke-Ekren bertemu dengannya di Amerika Serikat.

Saksi yang sama juga mengatakan kepada FBI bahwa Fluke-Ekren pada tahun 2014 memiliki rencana untuk menyerang sebuah perguruan tinggi di AS menggunakan ransel berisi bahan peledak. Jaksa tidak mengungkapkan perguruan tinggi mana yang ingin dia tuju.

Pengaduan pidana mengatakan rencananya disampaikan kepada Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin Negara Islam pada saat itu, yang menyetujui pendanaan untuk itu. Saksi mengatakan serangan itu ditunda setelah Fluke-Ekren mengetahui bahwa dia tengah hamil. Fluke-Ekren memiliki banyak anak, tetapi tidak diketahui berapa banyak.

Jaksa mengatakan Fluke-Ekren kemudian pindah ke Mesir pada tahun 2008, tinggal di sana selama sekitar tiga tahun dan kemudian melakukan perjalanan ke Libya, di mana dia tinggal selama sekitar satu tahun sebelum menyelinap ke Suriah.

Menurut seorang saksi, Fluke-Ekren meninggalkan Libya karena organisasi teroris lain, Ansar al-Sharia, tidak lagi melakukan serangan di negara itu dan dia ingin melakukan jihad kekerasan.



Dalam memonya yang berargumen untuk menahan Fluke-Ekren di balik jeruji besi sementara dia menunggu persidangan, Parekh mengatakan bahwa perempuan itu telah menjadi orang yang sangat percaya pada ideologi teroris radikal ISIS selama bertahun-tahun. Jaksa mengatakan pemerintah memiliki banyak saksi yang siap untuk bersaksi melawannya.

Menurut memo penahanan, walikota kota Raqqa, Suriah, yang memproklamirkan diri sebagai Ibu Kota Negara Islam, menyetujui pembukaan batalion militer yang semuanya perempuan. Fluke-Ekren, kata penyelidik, segera menjadi pemimpinnya.

Saksi mata mengatakan Fluke-Ekren mengajar kelas untuk anggota batalion, dan pada satu kesempatan, seorang anak kecilnya terlihat memegang senapan mesin.

"Lebih dari 100 perempuan dan anak perempuan menerima pelatihan darinya," kata seorang saksi mata.

Fluke-Ekren berharap menciptakan kader-kader pelaku bom bunuh diri yang dapat menyusup ke posisi musuh, namun upaya tersebut tidak pernah terwujud, menurut pengaduan tersebut. Dia juga memberi tahu seorang saksi tentang keinginannya untuk menyerang pusat perbelanjaan menggunakan kendaraan yang diledakkan dari jarak jauh yang penuh dengan bahan peledak.



Dokumen pengadilan mengatakan bahwa setelah kematian suaminya, Fluke-Ekren menikah dengan teroris Negara Islam lainnya, seorang pria Bangladesh yang berspesialisasi dalam drone dan bekerja pada rencana untuk menjatuhkan bom kimia menggunakan drone tersebut. Suami keduanya juga meninggal. Dia kemudian menikah dengan seorang pemimpin militer Negara Islam yang bertanggung jawab atas pertahanan Raqqa, kata seorang saksi mata.

Seorang saksi juga mengatakan bahwa Fluke-Ekren mengaku telah mencoba mengirim pesan ke keluarganya dengan tujuan menipu mereka agar percaya bahwa dia sudah mati sehingga pemerintah AS tidak akan berusaha menemukannya. Dia mengatakan kepada saksi bahwa dia tidak pernah ingin kembali ke AS dan ingin mati syahid di Suriah.

Jika terbukti bersalah, Fluke-Ekren terancam hukuman penjara selama 20 tahun.

(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More