Setelah Nikaragua Beralih, China: Sekutu Taiwan akan Menjadi Nol

Rabu, 19 Januari 2022 - 09:25 WIB
Pejalan kaki melintasi bendera Taiwan di Taipei. Foto/REUTERS
BEIJING - Taiwan menemukan dirinya dengan semakin sedikit sekutu dalam beberapa tahun terakhir karena sejumlah negara mengalihkan pengakuan mereka terhadap pemerintah China, dari Taipei ke Beijing.

Pergeseran terbaru terjadi bulan lalu yakni Nikaragua yang mengakui China.

“Ini masalah waktu sebelum sekutu diplomatik Taiwan menjadi nol,” ungkap Wakil Menteri Luar Negeri China Le Yucheng pada Selasa (18/1/2022) di Forum Tahunan Situasi Makro yang diselenggarakan Universitas Renmin di Beijing, dilansir South China Morning Post.





Bulan lalu, Nikaragua mengalihkan pengakuannya dari Taipei ke Beijing menyusul sanksi Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) terhadap Presiden Nikaragua Daniel Ortega dan lebih dari 100 anggota pemerintahannya karena diduga merusak demokrasi di negara itu dengan menangkap dalang di balik kerusuhan mematikan.



Pergeseran itu menurunkan sekutu Taiwan menjadi hanya 14 negara, berkurang delapan negara sejak 2016, ketika Tsai Ing-wen menjadi presiden Taiwan.



Di forum tersebut, Le menyebut langkah Managua sebagai bagian dari “tren umum” dan “keadilan internasional.”

Negara lain yang telah beralih termasuk Kiribati, Kepulauan Solomon, Republik Dominika, El Salvador, Panama, Sao Tome dan Principe, dan Burkina Faso.

Negara kesembilan akan segera menyusul, karena Presiden terpilih Honduras, Xiomara Castro, menjalankan janji yang mencakup mengakhiri hubungan dengan Taiwan.

Namun, tokoh-tokoh dalam tim transisinya mengatakan perubahan kebijakan seperti itu kemungkinan tidak akan segera terjadi.

Kondisi itu meninggalkan Taiwan dengan dukungan diplomatik berkelanjutan dari Belize, Eswatini, Guatemala, Haiti, Tahta Suci, Honduras, Kepulauan Marshall, Nauru, Palau, Paraguay, St Kitts dan Nevis, St Lucia, St Vincent dan Grenadines, dan Tuvalu, semuanya negara kecil yang hampir semuanya berada di bawah kendali Amerika Serikat.

Dua di antaranya Palau dan Kepulauan Marshall adalah protektorat Amerika yang bersama dengan Mikronesia, secara kolektif dikenal sebagai Negara Asosiasi Bebas.

Pemerintah di Taiwan menyebut dirinya Republik China, dan hanya itu yang tersisa dari pemerintahan republik yang didirikan setelah Pu Yi, kaisar Tiongkok terakhir, turun tahta pada 1912.

AS sangat mendukung China dalam perjuangannya melawan pendudukan Jepang selama Perang Dunia II, tapi Taiwan akhirnya kalah dalam perang saudara yang dimenangkan Tentara Merah komunis hingga menguasai seluruh daratan China dan mendirikan Republik Rakyat China di Beijing pada 1949.

Namun, karena tidak dapat menyerang Taiwan, China telah telah dipaksa untuk mentolerir kelanjutan keberadaan negara bagian Taiwan. China menganggap Taiwan sebagai provinsi China yang memberontak.

Butuh waktu hingga 1979 sebelum AS mengalihkan pengakuannya terhadap pemerintah China dari Taipei ke Beijing, menyusul serangkaian perjanjian di mana Washington mengakui RRC sebagai pemerintah yang sah dari seluruh China dan berjanji mengakhiri dukungannya terhadap Taiwan.

Meskipun demikian, AS melanjutkan dukungan informal untuk Taiwan, menjual senjata dan memberikan perlindungan diplomatik di panggung internasional.

Di forum tersebut, Le menyerang kemunafikan AS. “Amerika Serikat juga terus mengatakan bahwa mereka akan mematuhi (kebijakan) satu-China, tetapi dalam tindakan, mereka mendukung kemerdekaan Taiwan, terus-menerus mengikis kedaulatan China … mengirim penasihat militer ke Taiwan, dan mengirimkan senjata canggih ke Taiwan,” ujar dia.

Le mengatakan takdir Taiwan adalah untuk bersatu kembali dengan China daratan. Dia memperingatkan kebijakan kemerdekaan Taiwan adalah “bermain dengan api” dan menyebutnya sebagai “sekering” yang harus ditentang keras.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More