Syarat Hukum Pancung di Arab Saudi, Bisa Batal dengan Cara Ini
Senin, 03 Januari 2022 - 15:23 WIB
RIYADH - Sebagai negara Islam, Arab Saudi merupakan salah satu negara di Timur Tengah yang menerapkan hukum pancung hingga saat ini. Hal ini lantaran hukum di Arab Saudi berlandaskan syariat dari Al-Quran dan Sunnah.
Hukum pancung adalah salah satu jenis hukuman qishash. Qishash adalah hukuman yang diberikan kepada pelaku sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.
Jika seorang pelaku terbukti melakukan pembunuhan, maka ia akan dikenakan hukuman yang setara, yaitu hukuman mati.
Namun, vonis ini dapat dibatalkan apabila keluarga korban memberi maaf atau pelaku membayar sejumlah uang diyat yang diminta, atau keduanya.
Dikutip dari skripsi “Hukum Pancung dari Perspektif Fiqih dan HAM” oleh Husniyah, Imam Taqy al-Din Abi Bark bin Muhammad al-Husnaini al-Damasyqy al-Syafi’I dalam buku Kifayah al-Akhyar menyebutkan bahwa hukum qisash diberlakukan jika pelaku memenuhi syarat antara lain, baligh, berakal, bukan orang kafir, dan korban bukan merupakan seorang budak.
Dalam qisash, orang yang menerima hukuman mati dengan cara dipancung adalah pelaku yang melakukan tindak pembunuhan secara sengaja yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Hukum pancung dalam qisash ini dinilai sebagai cara mengeksekusi yang paling ringan bagi terpidana lantaran hukum pancung dapat meminimalisasi rasa sakit yang akan dialami terpidana.
Pada tahun 2011, seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) bernama Ruyati binti Satubi diketahui menjalani hukuman mati di Arab Saudi akibat melakukan tindak pembunuhan terhadap majikannya.
Karena pihak keluaga menolak pembayaran uang diyat yang ditawarkan, Ruyati dihukum pancung.
Hukuman ini didasarkan langsung dari ayat Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 178. Dalam ayat tersebut tertera kewajiban hukum qisash pada orang-orang yang terbunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, dan hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan.
Dalam kasus qisash, ahli waris korban berhak memaafkan pelaku dengan pembayaran uang diyat. Diyat merupakan denda yang dibebankan kepada pelaku sebagai ganti pada keluarga korban.
Dalam ayat yang telah disebut, diyat yang dijatuhkan adalah 100 ekor unta, dengan syarat 40 ekor unta di antaranya merupakan unta yang sedang hamil.
Bisa juga berupa 200 ekor sapi atau 1.000 ekor kambing, atau dalam bentuk lain yang senilai. Jika diubah ke dalam bentuk uang, denda yang dijatuhkan kepada pelaku mencapai Rp4,7 miliar.
Lihat Juga: 5 Tanda Kiamat yang Muncul dari Mekkah, dari Gunung Berlubang hingga Bayangan Kabah Tidak Terlihat
Hukum pancung adalah salah satu jenis hukuman qishash. Qishash adalah hukuman yang diberikan kepada pelaku sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.
Jika seorang pelaku terbukti melakukan pembunuhan, maka ia akan dikenakan hukuman yang setara, yaitu hukuman mati.
Namun, vonis ini dapat dibatalkan apabila keluarga korban memberi maaf atau pelaku membayar sejumlah uang diyat yang diminta, atau keduanya.
Dikutip dari skripsi “Hukum Pancung dari Perspektif Fiqih dan HAM” oleh Husniyah, Imam Taqy al-Din Abi Bark bin Muhammad al-Husnaini al-Damasyqy al-Syafi’I dalam buku Kifayah al-Akhyar menyebutkan bahwa hukum qisash diberlakukan jika pelaku memenuhi syarat antara lain, baligh, berakal, bukan orang kafir, dan korban bukan merupakan seorang budak.
Dalam qisash, orang yang menerima hukuman mati dengan cara dipancung adalah pelaku yang melakukan tindak pembunuhan secara sengaja yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Hukum pancung dalam qisash ini dinilai sebagai cara mengeksekusi yang paling ringan bagi terpidana lantaran hukum pancung dapat meminimalisasi rasa sakit yang akan dialami terpidana.
Pada tahun 2011, seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) bernama Ruyati binti Satubi diketahui menjalani hukuman mati di Arab Saudi akibat melakukan tindak pembunuhan terhadap majikannya.
Karena pihak keluaga menolak pembayaran uang diyat yang ditawarkan, Ruyati dihukum pancung.
Hukuman ini didasarkan langsung dari ayat Al-Quran, surat Al-Baqarah ayat 178. Dalam ayat tersebut tertera kewajiban hukum qisash pada orang-orang yang terbunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, dan hamba sahaya dengan hamba sahaya dan perempuan dengan perempuan.
Dalam kasus qisash, ahli waris korban berhak memaafkan pelaku dengan pembayaran uang diyat. Diyat merupakan denda yang dibebankan kepada pelaku sebagai ganti pada keluarga korban.
Dalam ayat yang telah disebut, diyat yang dijatuhkan adalah 100 ekor unta, dengan syarat 40 ekor unta di antaranya merupakan unta yang sedang hamil.
Bisa juga berupa 200 ekor sapi atau 1.000 ekor kambing, atau dalam bentuk lain yang senilai. Jika diubah ke dalam bentuk uang, denda yang dijatuhkan kepada pelaku mencapai Rp4,7 miliar.
Lihat Juga: 5 Tanda Kiamat yang Muncul dari Mekkah, dari Gunung Berlubang hingga Bayangan Kabah Tidak Terlihat
(sya)
tulis komentar anda