AS Boikot Diplomatik Olimpiade Musim Dingin, China Ancam Balas Dendam
Selasa, 07 Desember 2021 - 15:15 WIB
Sementara pertemuan itu tidak menghasilkan terobosan signifikan, peristiwa itu memungkinkan untuk kembalinya hubungan yang lebih konstruktif dan stabil, menyusul kehancuran total selama tahun terakhir pemerintahan Trump dan berlanjutnya permusuhan ke dalam pemerintahan Biden.
Beijing tidak memberikan petunjuk tentang tindakan balasan apa yang sedang dipertimbangkannya, tetapi kemungkinan pembalasan lebih lanjut sekarang mengancam untuk sekali lagi menggagalkan hubungan bilateral.
Dibandingkan dengan respons marah dari Kementerian Luar Negeri China, beberapa diplomat China dan pegawai media pemerintah telah menawarkan tanggapan yang lebih acuh tak acuh di Twitter - yang diblokir di China - menekankan politisi AS belum diundang ke Olimpiade.
"Politisi yang menyerukan boikot #2022BeijingOlympics melakukannya untuk kepentingan dan sikap politik mereka sendiri. Faktanya, tidak ada yang peduli apakah orang-orang ini datang atau tidak, dan itu tidak berdampak apa pun pada #Beijing2022 agar berhasil diadakan," tweeted Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di AS.
Hu Xijin, pemimpin redaksi tabloid nasionalis China Global Times, juga menyinggung hal tersebut.
"Mengapa ribut-ribut? Jika pejabat AS tidak datang, biarlah. Toh China tidak mengundang mereka." tweetnya.
“Hanya orang-orang super narsis yang akan menganggap ketidakhadiran mereka sebagai boikot yang kuat. Sebagian besar pejabat pemerintah AS itu adalah kontak dekat pasien COVID-19 menurut standar China, apalagi pilih-pilih dan sok. Anda adalah orang-orang yang paling tidak ingin dilihat oleh penduduk Beijing," sambungnya.
Sementara Beijing mungkin tidak terlalu khawatir tentang tidak adanya politisi Amerika, itu bisa berubah menjadi "sakit kepala" yang lebih besar jika langkah AS diikuti oleh lebih banyak negara. Sebelumnya, Inggris, Kanada, dan Australia semuanya mengatakan mereka sedang mempertimbangkan boikot diplomatik.
Aktivis telah lama menyerukan boikot Olimpiade Beijing sebagai protes atas pelanggaran hak asasi manusia China di Xinjiang dan Tibet, dan tindakan keras politiknya di Hong Kong. Selama sebulan terakhir, pembungkaman Beijing terhadap tuduhan penyerangan seksual bintang tenis China Peng Shuai yang dilakukan seorang mantan pemimpin China telah semakin memperkuat seruan semacam itu.
Beijing tidak memberikan petunjuk tentang tindakan balasan apa yang sedang dipertimbangkannya, tetapi kemungkinan pembalasan lebih lanjut sekarang mengancam untuk sekali lagi menggagalkan hubungan bilateral.
Dibandingkan dengan respons marah dari Kementerian Luar Negeri China, beberapa diplomat China dan pegawai media pemerintah telah menawarkan tanggapan yang lebih acuh tak acuh di Twitter - yang diblokir di China - menekankan politisi AS belum diundang ke Olimpiade.
"Politisi yang menyerukan boikot #2022BeijingOlympics melakukannya untuk kepentingan dan sikap politik mereka sendiri. Faktanya, tidak ada yang peduli apakah orang-orang ini datang atau tidak, dan itu tidak berdampak apa pun pada #Beijing2022 agar berhasil diadakan," tweeted Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di AS.
Hu Xijin, pemimpin redaksi tabloid nasionalis China Global Times, juga menyinggung hal tersebut.
"Mengapa ribut-ribut? Jika pejabat AS tidak datang, biarlah. Toh China tidak mengundang mereka." tweetnya.
“Hanya orang-orang super narsis yang akan menganggap ketidakhadiran mereka sebagai boikot yang kuat. Sebagian besar pejabat pemerintah AS itu adalah kontak dekat pasien COVID-19 menurut standar China, apalagi pilih-pilih dan sok. Anda adalah orang-orang yang paling tidak ingin dilihat oleh penduduk Beijing," sambungnya.
Sementara Beijing mungkin tidak terlalu khawatir tentang tidak adanya politisi Amerika, itu bisa berubah menjadi "sakit kepala" yang lebih besar jika langkah AS diikuti oleh lebih banyak negara. Sebelumnya, Inggris, Kanada, dan Australia semuanya mengatakan mereka sedang mempertimbangkan boikot diplomatik.
Aktivis telah lama menyerukan boikot Olimpiade Beijing sebagai protes atas pelanggaran hak asasi manusia China di Xinjiang dan Tibet, dan tindakan keras politiknya di Hong Kong. Selama sebulan terakhir, pembungkaman Beijing terhadap tuduhan penyerangan seksual bintang tenis China Peng Shuai yang dilakukan seorang mantan pemimpin China telah semakin memperkuat seruan semacam itu.
tulis komentar anda