Yaman, Negaranya Para Habib yang Hancur akibat Perang
Kamis, 02 Desember 2021 - 14:06 WIB
SANAA - Yaman , negara Arab di Asia, sampai saat ini masih dilanda perang dengan lebih dari 100.000 orang meninggal. Negara yang kini hancur itu dikenal sebagai negeri para habib, orang-orang keturunan Nabi Muhammad SAW .
Sebutan negeri para habib itu sejatinya melekat pada Hadramaut, sebuah wilayah di Arab Selatan. Wilayah ini membentang mulai dari Yaman timur, sebagian di Oman barat, hingga ke Arab Saudi selatan. Meski demikian, Hadramaut diabadikan sebagai salah satu provinsi di Yaman.
Nama Hadramaut berasal dari zaman kuno yang dikenal dalam Alkitab dengan nama Hazar-Mawet. Orang Hadramaut disebut Hadhrami. Luas wilayah Hadramaut sekitar 193.032 km persegi.
Gelar Habib
Habib, yang dalam bahasa Arab bermakna orang yang dicintai, populer di kalangan orang Indonesia dan juga Malaysia sebagai sebutan untuk keturunan Nabi Muhammad SAW melalui nasab dari Fatimah az-Zahra (putri Nabi Muhammad) dan suaminya; Ali bin Abi Thalib.
Para habib yang menetap di Indonesia dan keturunananya menjadi warga negara Indonesia (WNI) mayoritas adalah keturunan Hussein bin Ali.
Berdasarkan otoritas yang mencatat nasab para habib di Indonesia, Ar-Rabithah, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar habib dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib atau syed atau sayyid, sedangkan untuk perempuan biasanya menyandang gelar syarifah atau sayyidah.
Perang Yaman
Perang di Yaman pecah tahun 2014, yang awalnya adalah perang saudara antara pasukan pemerintah Presiden Abd Rabbo Mansour Hadi dan pasukan pemberontak Houthi. Dalam perkembangannya, pemerintah Hadi mendapat dukungan dari Koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi, sedangkan Houthi mendapat dukungan dari Iran.
Lantaran dukung-mendukung dari asing itulah, negara para habib ini menjadi medan perang proksi Arab Saudi dengan Iran.
Perang dimulai pada September 2014 ketika pasukan Houthi mengambil alih Ibu Kota Yaman, Sanaa, yang diikuti oleh pengambilalihan pemerintah dengan cepat.
Pada 21 Maret 2015, Komite Revolusioner Tertinggi yang dipimpin Houthi mendeklarasikan mobilisasi umum untuk menggulingkan Presiden Hadi dan memperluas kendali ke provinsi-provinsi selatan Yaman.
Pada mulanya, Houthi bersekutu dengan pasukan pro-mantan presiden Ali Abdullah Saleh. Namun, Salah dibunuh pada 4 Desember 2017. Menurut laporan media lokal, Saleh dibunuh pasukan Houthi karena diam-diam melakukan negosiasi dengan kubu pemerintah Hadi.
Pasukan Houthi saat ini menguasai Sanaa dan seluruh Yaman Utara kecuali wilayah Marib. Mereka bentrok dengan pasukan pro-pemerintah Hadi yang didukung Koalisi Arab.
Pada 2017 dibentuk Dewan Transisi Selatan (STC) oleh faksi-faksi separatis anti-Houthi.
Tahun 2018, STC merebut Aden. Namun, koalisi anti-Houthi terpecah dan bentrokandi antarafaksi-faksi separatis serta dengan pasukan pro-Hadi terus terjadi di selatan Yaman. Ada laporan yang menyebut pasukan-pasukan separatis itu didukung Uni Emirat Arab.
Kekacauan semakin parah dengan munculnya al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) dan ISIS yang memusuhi semua faksi di Yaman.
Menurut organisasi non-pemerintah; The Armed Conflict Location and Event Data Project (ACLED) yang dikutip Reuters, lebih dari 100.000 orang telah tewas di Yaman, termasuk lebih dari 12.000 warga sipil, serta perkiraan lebih dari 85.000 tewas akibat kelaparan yang berkelanjutan akibat perang.
Pada tahun 2018, PBB memperingatkan bahwa 13 juta warga sipil Yaman menghadapi kelaparan dalam apa yang dikatakannya bisa menjadi "kelaparan terburuk di dunia dalam 100 tahun".
Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Salman bin Abdulaziz kerap menyalurkan bantuan untuk rakyat sipil Yaman. Meski demikian, operasi militer Koalisi Arab di Yaman belum berhenti hingga sekarang karena Arab Saudi merasa Presiden Hadi sebagai pemimpin sah negara itu yang diakui PBB.
Di sisi lain, Houthi juga tidak menyerah. Kelompok ini terus-menerus merepotkan Arab Saudi dengan serangan rudal balistik dan drone bersenjata.
Belum ada perundingan damai atas krisis Yaman, meski kematian, kelaparan dan penderitaan terus terjadi.
Sebutan negeri para habib itu sejatinya melekat pada Hadramaut, sebuah wilayah di Arab Selatan. Wilayah ini membentang mulai dari Yaman timur, sebagian di Oman barat, hingga ke Arab Saudi selatan. Meski demikian, Hadramaut diabadikan sebagai salah satu provinsi di Yaman.
Nama Hadramaut berasal dari zaman kuno yang dikenal dalam Alkitab dengan nama Hazar-Mawet. Orang Hadramaut disebut Hadhrami. Luas wilayah Hadramaut sekitar 193.032 km persegi.
Gelar Habib
Habib, yang dalam bahasa Arab bermakna orang yang dicintai, populer di kalangan orang Indonesia dan juga Malaysia sebagai sebutan untuk keturunan Nabi Muhammad SAW melalui nasab dari Fatimah az-Zahra (putri Nabi Muhammad) dan suaminya; Ali bin Abi Thalib.
Para habib yang menetap di Indonesia dan keturunananya menjadi warga negara Indonesia (WNI) mayoritas adalah keturunan Hussein bin Ali.
Berdasarkan otoritas yang mencatat nasab para habib di Indonesia, Ar-Rabithah, ada sekitar 20 juta orang di seluruh dunia yang dapat menyandang gelar habib dari 114 marga. Hanya keturunan laki-laki saja yang berhak menyandang gelar habib atau syed atau sayyid, sedangkan untuk perempuan biasanya menyandang gelar syarifah atau sayyidah.
Perang Yaman
Perang di Yaman pecah tahun 2014, yang awalnya adalah perang saudara antara pasukan pemerintah Presiden Abd Rabbo Mansour Hadi dan pasukan pemberontak Houthi. Dalam perkembangannya, pemerintah Hadi mendapat dukungan dari Koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi, sedangkan Houthi mendapat dukungan dari Iran.
Lantaran dukung-mendukung dari asing itulah, negara para habib ini menjadi medan perang proksi Arab Saudi dengan Iran.
Perang dimulai pada September 2014 ketika pasukan Houthi mengambil alih Ibu Kota Yaman, Sanaa, yang diikuti oleh pengambilalihan pemerintah dengan cepat.
Pada 21 Maret 2015, Komite Revolusioner Tertinggi yang dipimpin Houthi mendeklarasikan mobilisasi umum untuk menggulingkan Presiden Hadi dan memperluas kendali ke provinsi-provinsi selatan Yaman.
Pada mulanya, Houthi bersekutu dengan pasukan pro-mantan presiden Ali Abdullah Saleh. Namun, Salah dibunuh pada 4 Desember 2017. Menurut laporan media lokal, Saleh dibunuh pasukan Houthi karena diam-diam melakukan negosiasi dengan kubu pemerintah Hadi.
Pasukan Houthi saat ini menguasai Sanaa dan seluruh Yaman Utara kecuali wilayah Marib. Mereka bentrok dengan pasukan pro-pemerintah Hadi yang didukung Koalisi Arab.
Pada 2017 dibentuk Dewan Transisi Selatan (STC) oleh faksi-faksi separatis anti-Houthi.
Tahun 2018, STC merebut Aden. Namun, koalisi anti-Houthi terpecah dan bentrokandi antarafaksi-faksi separatis serta dengan pasukan pro-Hadi terus terjadi di selatan Yaman. Ada laporan yang menyebut pasukan-pasukan separatis itu didukung Uni Emirat Arab.
Kekacauan semakin parah dengan munculnya al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) dan ISIS yang memusuhi semua faksi di Yaman.
Menurut organisasi non-pemerintah; The Armed Conflict Location and Event Data Project (ACLED) yang dikutip Reuters, lebih dari 100.000 orang telah tewas di Yaman, termasuk lebih dari 12.000 warga sipil, serta perkiraan lebih dari 85.000 tewas akibat kelaparan yang berkelanjutan akibat perang.
Pada tahun 2018, PBB memperingatkan bahwa 13 juta warga sipil Yaman menghadapi kelaparan dalam apa yang dikatakannya bisa menjadi "kelaparan terburuk di dunia dalam 100 tahun".
Arab Saudi di bawah kepemimpinan Raja Salman bin Abdulaziz kerap menyalurkan bantuan untuk rakyat sipil Yaman. Meski demikian, operasi militer Koalisi Arab di Yaman belum berhenti hingga sekarang karena Arab Saudi merasa Presiden Hadi sebagai pemimpin sah negara itu yang diakui PBB.
Di sisi lain, Houthi juga tidak menyerah. Kelompok ini terus-menerus merepotkan Arab Saudi dengan serangan rudal balistik dan drone bersenjata.
Belum ada perundingan damai atas krisis Yaman, meski kematian, kelaparan dan penderitaan terus terjadi.
(min)
tulis komentar anda