Pasukan Keamanan Sudan Kembali Lepaskan Peluru Tajam, 5 Demonstran Tewas

Minggu, 14 November 2021 - 18:04 WIB
Aksi demonstrasi di Sudan. FOTO/Reuters
KHARTOUM - Korban jiwa kembali berjatuhan di Sudan , ketika pasukan keamanan melepaskan peluru tajam dan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di lokasi yang berbeda pada hari Sabtu. Setidaknya lima pengunjuk rasa tewas di Khartoum dan kota kembarnya Omdurman.

Menurut Komite Dokter Sudan, empat korban tewas akibat tembakan dan satu akibat terjangan tabung gas air mata. Protes pada akhir pekan ini diserukan oleh Asosiasi Profesional Sudan dan gerakan yang disebut Komite Perlawanan. Kedua kelompok tersebut adalah kekuatan utama di balik pemberontakan melawan al-Bashir pada April 2019.



Partai dan gerakan politik lainnya bergabung dalam seruan tersebut. Komite Dokter Sudan juga merupakan bagian dari gerakan pro-demokrasi. Gerakan mereka telah menentang kembalinya kesepakatan pembagian kekuasaan yang membentuk pemerintahan transisi yang digulingkan pada akhir 2019 dan menuntut penyerahan penuh kepada warga sipil untuk memimpin transisi menuju demokrasi.



Sebelumnya Sabtu, pengunjuk rasa berkumpul di lingkungan Khartoum mengibarkan bendera Sudan dan poster Perdana Menteri terguling Abdalla Hamdok, yang telah berada di bawah tahanan rumah sejak kudeta. Mereka juga meneriakkan “sipil, sipil,” mengacu pada tuntutan utama mereka agar para jenderal menyerahkan kekuasaan kepada warga sipil.

Kemudian, para demonstran berkumpul kembali di Khartoum dan membarikade setidaknya satu jalan utama dengan batu dan ban yang terbakar. Ada juga protes di kota-kota Sudan lainnya. "Pemuda tidak akan menyerah dan tidak akan menghentikan revolusi ini sampai kita mencapai tujuan revolusi," kata Mohammed Ahmed, seorang mahasiswa berusia 28 tahun.



Hamza Baloul, Menteri Informasi di pemerintahan yang digulingkan, mengambil bagian dalam demonstrasi hari Sabtu setelah dia dibebaskan dari tahanan awal bulan ini. “Seharusnya tidak ada negosiasi dengan para pemimpin kudeta. Rakyat Sudan bersikeras pada pemerintahan sipil. Negara sipil (pemerintah) adalah pilihan kami dan kami akan memperjuangkannya," tandas Baloul.

Unjuk rasa, yang diserukan oleh gerakan pro-demokrasi, terjadi dua hari setelah pemimpin kudeta Jenderal Abdel-Fattah Burhan mengangkat kembali dirinya sendiri sebagai kepala Dewan Berdaulat, badan pemerintahan sementara Sudan. Langkah ini membuat marah aliansi pro-demokrasi dan membuat frustrasi Amerika Serikat dan negara-negara lain.

"Bagi saya, ini adalah dewan yang tidak sah dan ini adalah keputusan sepihak yang diambil oleh Burhan sendiri," kata seorang pengunjuk rasa, Wigdan Abbas (45). “Itu adalah keputusan oleh satu orang, tanpa konsultasi. Koalisi untuk kebebasan dan perubahan," ujarnya.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More