Terdampak Corona, Maskapai Penerbangan Dunia Terancam Rugi Rp5 Triliun
Rabu, 22 April 2020 - 10:06 WIB
SYDNEY - Pendapatan maskapai penerbangan dunia diperkirakan akan anjlok sebesar USD314 miliar pada 2020. Hal itu disebabkan lockdown dan larangan bepergian setelah mewabahnya virus corona (Covid-19) di seluruh dunia sejak awal tahun ini.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (ATUI) mengatakan, pasar penerbangan kian memburuk. Sebagian maskapai bahkan terancam bangkrut jika wabah Covid-19 terus berlangsung sampai beberapa bulan ke depan.
"Kami pernah mengeluarkan estimasi serupa lima pekan yang lalu dan kini melihat situasinya tiga kali lebih buruk dibandingkan estimasi sebelumnya," ungkap ATUI. Lalu lintas penerbangan dunia telah menurun hingga 95% pada bulan lalu.
Estimasi terbaru ATUI menunjukkan pendapatan maskapai penerbangan dunia turun 55% dibandingkan setahun yang lalu. ATUI juga menganalisis perpanjangan larangan bepergian, resesi, dan perseberan Covid-19 ke Amerika Latin dan Afrika.
Direktur Jenderal (Dirjen) ATUI Alexandre de Juniac mengatakan, prospek industri penerbangan kian hari kian gelap. "Skala krisis kesehatan menyebabkan dunia penerbangan terpukul keras. Tapi realistisnya, semuanya dapat pulih secara bertahap," katanya.
Juniac menambahkan, sekitar 25 karyawan yang berhubungan dengan dunia penerbangan terancam kehilangan pekerjaan. Tanpa adanya dana bantuan dan kebijakan pemerintah, sebagian maskapai penerbangan tidak akan mampu bertahan hidup.
Operator bandara di Inggris menyatakan, banyak booking penerbangan yang dibatalkan sejak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyarankan agar tidak melakukan perjalanan non-esensial. Mereka pesimistis kondisi akan kembali normal dalam waktu dekat.
Asosiasi Operator Bandara (AOB) menyatakan, sekitar 50-80% karyawan dirumahkan di berbagai lokasi. Operasi penerbangan pesawat sipil nyaris mati total, sedangkan skema bantuan yang dirancang pemerintah dinilai kurang memadai.
Seperti dilansir Reuters, Virgin Australia Holding Ltd menyatakan membuka administrasi voluntary untuk menghidupkan bisnis dan memperkuat posisi keuangan setelah terpukul wabah Covid-19 dan utang.
Deloitte telah ditunjuk sebagai administrator Virgin setelah maskapai penerbangan itu gagal memperoleh pinjaman senilai AUD1,4 miliar dari pemerintah federal. Meski demikian, tim saat ini yang dipimpin CEO Paul Scurrah akan melanjutkan operasi.
"Kami juga akan tetap melakukan operasi pengantaran barang dan penumpang," ujar Scurrah. "Ini merupakan masa yang sulit bagi kami, tapi ini bukan akhir dari kisah kami. Kami yakin tidak akan bangkrut," tambahnya.
Administrator Vaughan Strawbridge menegaskan, lebih dari 10 pihak telah tertarik untuk merencanakan restrukturisasi. Salah satunya seperti membuat kesepakatan baru dengan kreditor dan merapikan semuanya dalam hitungan bulan.
Administrasi voluntary merupakan sistem penanggulangan kebangkrutan sebuah perusahaan di Australia. Sebagian besar kreditor yang juga terancam merugi kemungkinan tidak akan mau menerima keringanan pembayaran. (Muh Shamil)
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (ATUI) mengatakan, pasar penerbangan kian memburuk. Sebagian maskapai bahkan terancam bangkrut jika wabah Covid-19 terus berlangsung sampai beberapa bulan ke depan.
"Kami pernah mengeluarkan estimasi serupa lima pekan yang lalu dan kini melihat situasinya tiga kali lebih buruk dibandingkan estimasi sebelumnya," ungkap ATUI. Lalu lintas penerbangan dunia telah menurun hingga 95% pada bulan lalu.
Estimasi terbaru ATUI menunjukkan pendapatan maskapai penerbangan dunia turun 55% dibandingkan setahun yang lalu. ATUI juga menganalisis perpanjangan larangan bepergian, resesi, dan perseberan Covid-19 ke Amerika Latin dan Afrika.
Direktur Jenderal (Dirjen) ATUI Alexandre de Juniac mengatakan, prospek industri penerbangan kian hari kian gelap. "Skala krisis kesehatan menyebabkan dunia penerbangan terpukul keras. Tapi realistisnya, semuanya dapat pulih secara bertahap," katanya.
Juniac menambahkan, sekitar 25 karyawan yang berhubungan dengan dunia penerbangan terancam kehilangan pekerjaan. Tanpa adanya dana bantuan dan kebijakan pemerintah, sebagian maskapai penerbangan tidak akan mampu bertahan hidup.
Operator bandara di Inggris menyatakan, banyak booking penerbangan yang dibatalkan sejak Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyarankan agar tidak melakukan perjalanan non-esensial. Mereka pesimistis kondisi akan kembali normal dalam waktu dekat.
Asosiasi Operator Bandara (AOB) menyatakan, sekitar 50-80% karyawan dirumahkan di berbagai lokasi. Operasi penerbangan pesawat sipil nyaris mati total, sedangkan skema bantuan yang dirancang pemerintah dinilai kurang memadai.
Seperti dilansir Reuters, Virgin Australia Holding Ltd menyatakan membuka administrasi voluntary untuk menghidupkan bisnis dan memperkuat posisi keuangan setelah terpukul wabah Covid-19 dan utang.
Deloitte telah ditunjuk sebagai administrator Virgin setelah maskapai penerbangan itu gagal memperoleh pinjaman senilai AUD1,4 miliar dari pemerintah federal. Meski demikian, tim saat ini yang dipimpin CEO Paul Scurrah akan melanjutkan operasi.
"Kami juga akan tetap melakukan operasi pengantaran barang dan penumpang," ujar Scurrah. "Ini merupakan masa yang sulit bagi kami, tapi ini bukan akhir dari kisah kami. Kami yakin tidak akan bangkrut," tambahnya.
Administrator Vaughan Strawbridge menegaskan, lebih dari 10 pihak telah tertarik untuk merencanakan restrukturisasi. Salah satunya seperti membuat kesepakatan baru dengan kreditor dan merapikan semuanya dalam hitungan bulan.
Administrasi voluntary merupakan sistem penanggulangan kebangkrutan sebuah perusahaan di Australia. Sebagian besar kreditor yang juga terancam merugi kemungkinan tidak akan mau menerima keringanan pembayaran. (Muh Shamil)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda