Eks Tahanan Politik Iran Desak Inggris Tangkap Presiden Ebrahim Raisi
Rabu, 13 Oktober 2021 - 09:23 WIB
GLASGOW - Mantan tahanan politik Iran , Ahmad Ebrahimi, mendesak pihak berwenang Inggris menangkap Presiden Iran Ebrahim Raisi saat sang presiden menghadiri KTT Perubahan iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, mulai akhir Oktober hingga 12 November. Menurut Ebrahimi, Raisi telah banyak melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Surat kabar Daily Record yang berbasis di Glasgow melaporkan, Raisi akan menjadikan KTT tersebut sebagai perjalanan internasional pertamanya. “(Menteri Pertama) Nicola Sturgeon dan (Perdana Menteri) Boris Johnson memiliki kewajiban untuk bertindak, jika mereka benar-benar percaya pada hak asasi manusia,” ujar Ebrahimi kepada Daily Record, Rabu (13/10/2021).
Ebrahimi pernah menjadi tahanan politik selama 10 tahun. Ia mengalami penyiksaan fisik dan emosional di Bagian 209 Rumah Tahanan Evin Teheran yang terkenal kejam. Daily Record juga melaporkan, Raisi turun tangan langsung mencambuk tahanan dengan kabel listrik sambil memerintahkan ratusan orang untuk ditembak, dilempar dari tebing, dan digantung di depan umum.
“Kaki saya diikat ke bingkai tempat tidur dan dipukuli. Mereka mengatakan kepada saya untuk membuka kepalan tangan saya ketika saya ingin mengaku. Interogasi selalu diikuti dengan penyiksaan. Mereka membuat saya tetap terjaga selama dua hari dua malam berdiri, mereka memukuli saya di wajah dan tubuh saya,” ungkapnya.
Menurut Ebrahimi, ratusan temannya meninggal di penjara. “Pada hari-hari awal di penjara, mereka ditembak di kepala atau jantung. Aku bisa mendengar rentetan peluru di malam hari. Kemudian, dari tahun 1988 orang digantung,” ujarnya. Daily Record melaporkan, hanya 13 dari lebih dari 200 tahanan yang selamat di salah satu bagian penjara tempat Ebrahimi ditahan.
Ebrahimi yang saat ini berusia 60 tahun, melarikan diri dari Republik Islam Iran pada tahun 1999 ke Inggris. “Raisi memiliki darah ribuan orang tak bersalah di tangannya dan saya akan memohon kepada orang-orang, pemerintah dan polisi di Skotlandia dan Inggris untuk tidak mengizinkannya hadir di COP26 dan malah menangkapnya segera jika dia tiba di Skotlandia,” harap Ebrahami.
Menurut istri Ebrahami, Farzaneh Majidi, sejumlah kerabatnya meninggal dunia akibat kekejaman rezim pemerintah Iran. “Lima kerabat dekat saya meninggal. Saya memikirkan mereka setiap hari dan saya tidak akan pernah berhenti memprotes Raisi. Dia tidak pantas mendapatkan rasa hormat dari komunitas internasional,” ungkap Farzaneh.
Menurut kantor berita Reuters, Pemerintah AS pernah memberikan sanksi kepada Raisi atas perannya dalam pembantaian tahun 1988 terhadap lebih dari 5.000 tahanan politik Iran yang tidak bersalah dan tindakan kerasnya terhadap para pemrotes damai pada tahun 2019, yang mengakibatkan pembunuhan massal sekitar 1.500 orang Iran.
Surat kabar Daily Record yang berbasis di Glasgow melaporkan, Raisi akan menjadikan KTT tersebut sebagai perjalanan internasional pertamanya. “(Menteri Pertama) Nicola Sturgeon dan (Perdana Menteri) Boris Johnson memiliki kewajiban untuk bertindak, jika mereka benar-benar percaya pada hak asasi manusia,” ujar Ebrahimi kepada Daily Record, Rabu (13/10/2021).
Ebrahimi pernah menjadi tahanan politik selama 10 tahun. Ia mengalami penyiksaan fisik dan emosional di Bagian 209 Rumah Tahanan Evin Teheran yang terkenal kejam. Daily Record juga melaporkan, Raisi turun tangan langsung mencambuk tahanan dengan kabel listrik sambil memerintahkan ratusan orang untuk ditembak, dilempar dari tebing, dan digantung di depan umum.
“Kaki saya diikat ke bingkai tempat tidur dan dipukuli. Mereka mengatakan kepada saya untuk membuka kepalan tangan saya ketika saya ingin mengaku. Interogasi selalu diikuti dengan penyiksaan. Mereka membuat saya tetap terjaga selama dua hari dua malam berdiri, mereka memukuli saya di wajah dan tubuh saya,” ungkapnya.
Menurut Ebrahimi, ratusan temannya meninggal di penjara. “Pada hari-hari awal di penjara, mereka ditembak di kepala atau jantung. Aku bisa mendengar rentetan peluru di malam hari. Kemudian, dari tahun 1988 orang digantung,” ujarnya. Daily Record melaporkan, hanya 13 dari lebih dari 200 tahanan yang selamat di salah satu bagian penjara tempat Ebrahimi ditahan.
Ebrahimi yang saat ini berusia 60 tahun, melarikan diri dari Republik Islam Iran pada tahun 1999 ke Inggris. “Raisi memiliki darah ribuan orang tak bersalah di tangannya dan saya akan memohon kepada orang-orang, pemerintah dan polisi di Skotlandia dan Inggris untuk tidak mengizinkannya hadir di COP26 dan malah menangkapnya segera jika dia tiba di Skotlandia,” harap Ebrahami.
Menurut istri Ebrahami, Farzaneh Majidi, sejumlah kerabatnya meninggal dunia akibat kekejaman rezim pemerintah Iran. “Lima kerabat dekat saya meninggal. Saya memikirkan mereka setiap hari dan saya tidak akan pernah berhenti memprotes Raisi. Dia tidak pantas mendapatkan rasa hormat dari komunitas internasional,” ungkap Farzaneh.
Menurut kantor berita Reuters, Pemerintah AS pernah memberikan sanksi kepada Raisi atas perannya dalam pembantaian tahun 1988 terhadap lebih dari 5.000 tahanan politik Iran yang tidak bersalah dan tindakan kerasnya terhadap para pemrotes damai pada tahun 2019, yang mengakibatkan pembunuhan massal sekitar 1.500 orang Iran.
(esn)
tulis komentar anda