Penguasa Dubai Retas Ponsel Mantan Istrinya Pakai Alat Canggih Israel
Kamis, 07 Oktober 2021 - 10:30 WIB
LONDON - Penguasa Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, melalui orang-orangnya, telah meretas ponsel mantan istrinya dan pengacaranya. Peretasan itu menggunakan perangkat lunak canggih buatan perusahaan Israel.
Peretasan ponsel itu terungkap dalam putusan Pengadilan Tinggi Inggris hari Rabu (6/10/2021).
Menurut pengadilan, ponsel Putri Haya binti al-Hussein dan pengacaranya diretas sebagai bagian dari "kampanye intimidasi dan ancaman yang berkelanjutan" selama perebutan hak asuh atas anak-anak mereka.
Mohammed, Wakil Presiden sekaligus Perdana Menteri Uni Emirat Arab (UEA), menggunakan perangkat lunak "Pegasus" yang canggih, yang dikembangkan oleh perusahaan Israel; NSO. Perangkat itu telah digunakan beberapa negara-negara untuk melawan risiko keamanan nasional mereka.
Putri Haya merupakan saudara tiri Raja Abdullah II dari Yordania. Dia melarikan diri dari Dubai ke Inggris bersama dua anaknya pada 15 April 2019.
Setelah melarikan diri, istri kedua penguasa Dubai itu akhirnya menggugat cerai melalui pengadilan di Inggris.
Mereka yang bekerja untuk Mohammed juga mencoba untuk membeli sebuah rumah besar di sebelah perkebunan milik Putri Haya di dekat ibu kota Inggris. Menurut pengadilan, itu juga bagian dari upaya intimidasi yang membuat Putri Haya merasa diburu, tidak aman dan seolah-olah "tidak bisa bernapas lagi".
Putusan terbaru datang 19 bulan setelah pengadilan menyimpulkan bahwa Mohammed telah menculik dua putrinya, menganiaya mereka dan menahan mereka di luar kehendak mereka.
"Temuan ini mewakili penyalahgunaan kepercayaan total, dan memang penyalahgunaan kekuasaan sampai batas yang signifikan," kata Hakim Andrew McFarlane, Presiden Divisi Keluarga di Inggris dan Wales, dalam putusannya.
Sheikh Mohammed menolak kesimpulan pengadilan, dengan mengatakan bahwa itu didasarkan pada gambaran yang tidak lengkap.
"Saya selalu membantah tuduhan yang ditujukan kepada saya dan saya terus melakukannya," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Kamis (7/10/2021).
"Selain itu, temuan itu didasarkan pada bukti yang tidak diungkapkan kepada saya atau penasihat saya. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa itu dibuat dengan cara yang tidak adil."
Mohammed, 72, dan Haya, 47, telah terlibat dalam pertempuran hak asuh anak yang panjang, pahit dan mahal sejak dia melarikan diri ke Inggris dengan dua anak mereka, Jalila, 13, dan Zayed, 9.
Putri Haya mengatakan dia mengkhawatirkan keselamatannya di tengah kecurigaan bahwa dia berselingkuh dengan salah satu pengawalnya asal Inggris.
Di antara mereka yang menjadi sasaran peretasan adalah pengacara Putri Haya, Fiona Shackleton. Pengacara itu merupakan anggota House of Lords Inggris yang mewakili pewaris takhta Inggris Pangeran Charles dalam perceraiannya dengan mendiang istri pertamanya Putri Diana.
Peretasan itu terungkap pada Agustus tahun lalu setelah Shackleton segera diberitahu oleh Cherie Blair, istri mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, bahwa dia dan Putri Haya telah diretas.
Blair juga seorang pengacara terkemuka yang bekerja sebagai penasihat eksternal untuk NSO.
Pada saat yang sama, seorang ahli siber dari pengawas internet Universitas Toronto, Citizen Lab, yang meneliti pengawasan digital, juga memberi tahu pengacara Putri Haya setelah melacak peretasan.
Setelah peretasan itu terungkap, NSO membatalkan kontraknya dengan Uni Emirat Arab.
Perusahaan Israel mengatakan belum bisa mengomentari kasus tersebut, tetapi mengatakan akan mengambil tindakan jika menerima bukti penyalahgunaan Pegasus.
Shackleton dan Blair menolak berkomentar.
Lihat Juga: Israel Lebih Suka Trump atau Kamala Harris jadi Presiden AS ? Simak Penjelasan dan Alasannya
Peretasan ponsel itu terungkap dalam putusan Pengadilan Tinggi Inggris hari Rabu (6/10/2021).
Menurut pengadilan, ponsel Putri Haya binti al-Hussein dan pengacaranya diretas sebagai bagian dari "kampanye intimidasi dan ancaman yang berkelanjutan" selama perebutan hak asuh atas anak-anak mereka.
Mohammed, Wakil Presiden sekaligus Perdana Menteri Uni Emirat Arab (UEA), menggunakan perangkat lunak "Pegasus" yang canggih, yang dikembangkan oleh perusahaan Israel; NSO. Perangkat itu telah digunakan beberapa negara-negara untuk melawan risiko keamanan nasional mereka.
Putri Haya merupakan saudara tiri Raja Abdullah II dari Yordania. Dia melarikan diri dari Dubai ke Inggris bersama dua anaknya pada 15 April 2019.
Setelah melarikan diri, istri kedua penguasa Dubai itu akhirnya menggugat cerai melalui pengadilan di Inggris.
Mereka yang bekerja untuk Mohammed juga mencoba untuk membeli sebuah rumah besar di sebelah perkebunan milik Putri Haya di dekat ibu kota Inggris. Menurut pengadilan, itu juga bagian dari upaya intimidasi yang membuat Putri Haya merasa diburu, tidak aman dan seolah-olah "tidak bisa bernapas lagi".
Putusan terbaru datang 19 bulan setelah pengadilan menyimpulkan bahwa Mohammed telah menculik dua putrinya, menganiaya mereka dan menahan mereka di luar kehendak mereka.
"Temuan ini mewakili penyalahgunaan kepercayaan total, dan memang penyalahgunaan kekuasaan sampai batas yang signifikan," kata Hakim Andrew McFarlane, Presiden Divisi Keluarga di Inggris dan Wales, dalam putusannya.
Sheikh Mohammed menolak kesimpulan pengadilan, dengan mengatakan bahwa itu didasarkan pada gambaran yang tidak lengkap.
"Saya selalu membantah tuduhan yang ditujukan kepada saya dan saya terus melakukannya," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters, Kamis (7/10/2021).
"Selain itu, temuan itu didasarkan pada bukti yang tidak diungkapkan kepada saya atau penasihat saya. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa itu dibuat dengan cara yang tidak adil."
Mohammed, 72, dan Haya, 47, telah terlibat dalam pertempuran hak asuh anak yang panjang, pahit dan mahal sejak dia melarikan diri ke Inggris dengan dua anak mereka, Jalila, 13, dan Zayed, 9.
Putri Haya mengatakan dia mengkhawatirkan keselamatannya di tengah kecurigaan bahwa dia berselingkuh dengan salah satu pengawalnya asal Inggris.
Di antara mereka yang menjadi sasaran peretasan adalah pengacara Putri Haya, Fiona Shackleton. Pengacara itu merupakan anggota House of Lords Inggris yang mewakili pewaris takhta Inggris Pangeran Charles dalam perceraiannya dengan mendiang istri pertamanya Putri Diana.
Peretasan itu terungkap pada Agustus tahun lalu setelah Shackleton segera diberitahu oleh Cherie Blair, istri mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, bahwa dia dan Putri Haya telah diretas.
Blair juga seorang pengacara terkemuka yang bekerja sebagai penasihat eksternal untuk NSO.
Pada saat yang sama, seorang ahli siber dari pengawas internet Universitas Toronto, Citizen Lab, yang meneliti pengawasan digital, juga memberi tahu pengacara Putri Haya setelah melacak peretasan.
Setelah peretasan itu terungkap, NSO membatalkan kontraknya dengan Uni Emirat Arab.
Perusahaan Israel mengatakan belum bisa mengomentari kasus tersebut, tetapi mengatakan akan mengambil tindakan jika menerima bukti penyalahgunaan Pegasus.
Shackleton dan Blair menolak berkomentar.
Lihat Juga: Israel Lebih Suka Trump atau Kamala Harris jadi Presiden AS ? Simak Penjelasan dan Alasannya
(min)
tulis komentar anda