Taliban Serukan Presiden Afghanistan Digulingkan
Sabtu, 24 Juli 2021 - 00:36 WIB
KABUL - Saat Amerika Serikat (AS) bersiap untuk menarik pasukan terakhirnya dari Afghanistan , Taliban menyerukan agar Presiden Afghanistan Ashraf Ghani digulingkan dan diganti dengan pemerintahan baru. Taliban pun menjanjikan pemerintah baru ini, kaum perempuan akan memiliki lebih banyak hak daripada saat mereka terakhir kali berkuasa di negara itu sekitar 20 tahun lalu.
Meskipun Taliban mengatakan mereka tidak akan memonopoli kekuasaan, mereka bersikeras bahwa kesepakatan damai tidak akan tercapai sampai pemerintah baru dinegosiasikan.
Juru bicara Taliban Suhail Shaheen, yang juga anggota tim perunding, menjanjikan bahwa di bawah pemerintahan baru, perempuan akan diizinkan bekerja, bersekolah, dan berpartisipasi dalam politik. Ini adalah hak-hak yang ditolak ketika Taliban memberlakukan hukum Islam yang keras saat terakhir kali kelompok itu memerintah Afghanistan.
Shaheen mengatakan perempuan masih akan diharuskan mengenakan jilbab, tetapi mereka tidak perlu ditemani oleh kerabat laki-laki untuk meninggalkan rumah mereka.
Namun, ada laporan dari distrik yang direbut dan penyeberangan perbatasan bahwa Taliban terus memberlakukan pembatasan yang menindas terhadap perempuan.
Laporan yang berulang-ulang, dipasangkan dengan sejarah kekerasan Taliban, telah memicu kekhawatiran akan kembalinya kelompok itu. Mereka yang mampu mengajukan permohonan visa untuk meninggalkan Afghanistan mencoba melarikan diri dengan cepat sebelum penarikan pasukan AS-NATO selesai pada 31 Agustus.
Di tengah ketidakpastian politik di Afghanistan, Shaheen menyatakan bahwa Taliban akan memerintah secara berbeda kali ini.
"Saya ingin memperjelas bahwa kami tidak percaya pada monopoli kekuasaan karena setiap pemerintah yang (berusaha) untuk memonopoli kekuasaan di Afghanistan di masa lalu, bukanlah pemerintah yang berhasil," kata Shaheen kepada Associated Press yang dinukil Newsweek, Sabtu (24/7/2021).
Meskipun Taliban mengatakan mereka tidak akan memonopoli kekuasaan, mereka bersikeras bahwa kesepakatan damai tidak akan tercapai sampai pemerintah baru dinegosiasikan.
Juru bicara Taliban Suhail Shaheen, yang juga anggota tim perunding, menjanjikan bahwa di bawah pemerintahan baru, perempuan akan diizinkan bekerja, bersekolah, dan berpartisipasi dalam politik. Ini adalah hak-hak yang ditolak ketika Taliban memberlakukan hukum Islam yang keras saat terakhir kali kelompok itu memerintah Afghanistan.
Shaheen mengatakan perempuan masih akan diharuskan mengenakan jilbab, tetapi mereka tidak perlu ditemani oleh kerabat laki-laki untuk meninggalkan rumah mereka.
Namun, ada laporan dari distrik yang direbut dan penyeberangan perbatasan bahwa Taliban terus memberlakukan pembatasan yang menindas terhadap perempuan.
Laporan yang berulang-ulang, dipasangkan dengan sejarah kekerasan Taliban, telah memicu kekhawatiran akan kembalinya kelompok itu. Mereka yang mampu mengajukan permohonan visa untuk meninggalkan Afghanistan mencoba melarikan diri dengan cepat sebelum penarikan pasukan AS-NATO selesai pada 31 Agustus.
Di tengah ketidakpastian politik di Afghanistan, Shaheen menyatakan bahwa Taliban akan memerintah secara berbeda kali ini.
"Saya ingin memperjelas bahwa kami tidak percaya pada monopoli kekuasaan karena setiap pemerintah yang (berusaha) untuk memonopoli kekuasaan di Afghanistan di masa lalu, bukanlah pemerintah yang berhasil," kata Shaheen kepada Associated Press yang dinukil Newsweek, Sabtu (24/7/2021).
Lihat Juga :
tulis komentar anda