PM Israel Bennett Lakukan Pertemuan Rahasia dengan Raja Yordania Abdullah II
Jum'at, 09 Juli 2021 - 10:48 WIB
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Naftali Bennett dan Raja Yordania Abdullah II telah melakukan pertemuan rahasia di istana mahkota di Amman, pekan lalu. Ini merupakan pertemuan puncak pertama antara pemimpin kedua negara dalam lebih dari tiga tahun.
Bennett, yang menjabat kurang dari sebulan lalu, melakukan perjalanan untuk menemui Raja Abdullah II pada Selasa lalu, sehari setelah dia berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sissi.
Kantor Perdana Menteri menolak untuk mengomentari laporan pembicaraan rahasia itu, yang pertama kali diungkap oleh Walla News. Seorang pejabat Israel juga mengonfirmasi pertemuan diam-diam itu kepada Associated Press.
Berita tentang pertemuan rahasia itu muncul beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid bertemu dengan mitranya dari Yordania, Ayman Safadi, di sisi perbatasan Yordania dekat penyeberangan Jembatan Allenby. Keduanya mengumumkan kesepakatan di mana Israel akan memasok Yordania dengan 50 juta meter kubik air untuk memerangi kekeringan parah.
Menurut laporan Walla News, pertemuan kedua pemimpin pada pekan lalu sebagian besar positif, dan Bennett memberi tahu Abdullah tentang keputusan Israel untuk meningkatkan ekspor air ke Yordania.
Pertemuan itu menandai pertama kalinya Raja Abdullah II bertemu dengan seorang perdana menteri Israel sejak dia menjamu Benjamin Netanyahu pada 2018. Pertemuan dengan Netanyahu dulu juga diadakan secara rahasia dan baru diumumkan setelahnya.
Pada bulan Februari, Menteri Pertahanan Benny Gantz dilaporkan telah bertemu secara diam-diam dengan Raja Abdullah II di Yordania. Menurut laporan media Israel, Abdullah menolak untuk bertemu dengan Netanyahu, yang sangat tidak disukainya.
Laporan Hebrew pada Kamis malam menunjukkan bahwa pejabat Yordania tidak senang dengan fakta bahwa pertemuan itu bocor, karena kedua pihak telah sepakat bahwa itu tidak akan dipublikasikan.
Seorang sumber pemerintah Zionis mengatakan kepada Channel 12 News bahwa berita itu mempermalukan raja. "Dan itu pasti akan memengaruhi hubungan antara kedua bangsa, setelah halaman baru dibuka," kata sumber tersebut.
Setelah berita tentang pertemuan itu menyebar, kantor PM Bennett menghubungi orang-orang Yordania dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kebocoran berita pertemuan tersebut.
Seorang juru bicara Kedutaan Besar Yordania di Amerika Serikat menolak permintaan komentar mengenai masalah tersebut.
Hubungan dengan Yordania telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, di mana Netanyahu dituduh mengabaikan hubungan kedua negara. Selama beberapa tahun terakhir, Yordania telah memutus akses Israel ke dua kantong pertanian yang disewa sebagai bagian dari kesepakatan damai 1994 antara kedua negara tersebut, dan telah menjadi suara utama menentang tindakan Israel di Temple Mount.
Awal tahun ini, ketegangan meledak setelah Amman menunda sebuah pesawat yang dijadwalkan untuk membawa Netanyahu ke Uni Emirat Arab, seolah-olah sebagai tanggapan atas Putra Mahkota Yordania Hussein yang membatalkan perjalanan ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, karena ketidaksepakatan mengenai pengaturan keamanan.
Perdana menteri Israel saat itu, yang terpaksa membatalkan perjalanannya ke Abu Dhabi, berusaha menutup wilayah udara Israel untuk penerbangan Yordania sebagai pembalasan.
Selama Operasi Penjaga Tembok—perang 11 hari dengan Hamas—pada bulan Mei, Parlemen Yordania menyerukan dengan suara bulat untuk mengusir duta besar Israel untuk Amman, sebagai protes atas “kejahatan” Israel terhadap warga Palestina.
Raja Abdullah saat itu mengatakan; "Tindakan provokatif Israel terhadap Palestina menyebabkan eskalasi saat ini dan menambah lebih banyak ketegangan di kawasan ini.”
Raja Abdullah sendiri dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Gedung Putih pada 19 Juli. Menurut juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, keduanya akan membahas peran kepemimpinan Yordania dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Bennett, yang menjabat kurang dari sebulan lalu, melakukan perjalanan untuk menemui Raja Abdullah II pada Selasa lalu, sehari setelah dia berbicara dengan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sissi.
Kantor Perdana Menteri menolak untuk mengomentari laporan pembicaraan rahasia itu, yang pertama kali diungkap oleh Walla News. Seorang pejabat Israel juga mengonfirmasi pertemuan diam-diam itu kepada Associated Press.
Berita tentang pertemuan rahasia itu muncul beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid bertemu dengan mitranya dari Yordania, Ayman Safadi, di sisi perbatasan Yordania dekat penyeberangan Jembatan Allenby. Keduanya mengumumkan kesepakatan di mana Israel akan memasok Yordania dengan 50 juta meter kubik air untuk memerangi kekeringan parah.
Menurut laporan Walla News, pertemuan kedua pemimpin pada pekan lalu sebagian besar positif, dan Bennett memberi tahu Abdullah tentang keputusan Israel untuk meningkatkan ekspor air ke Yordania.
Pertemuan itu menandai pertama kalinya Raja Abdullah II bertemu dengan seorang perdana menteri Israel sejak dia menjamu Benjamin Netanyahu pada 2018. Pertemuan dengan Netanyahu dulu juga diadakan secara rahasia dan baru diumumkan setelahnya.
Pada bulan Februari, Menteri Pertahanan Benny Gantz dilaporkan telah bertemu secara diam-diam dengan Raja Abdullah II di Yordania. Menurut laporan media Israel, Abdullah menolak untuk bertemu dengan Netanyahu, yang sangat tidak disukainya.
Laporan Hebrew pada Kamis malam menunjukkan bahwa pejabat Yordania tidak senang dengan fakta bahwa pertemuan itu bocor, karena kedua pihak telah sepakat bahwa itu tidak akan dipublikasikan.
Seorang sumber pemerintah Zionis mengatakan kepada Channel 12 News bahwa berita itu mempermalukan raja. "Dan itu pasti akan memengaruhi hubungan antara kedua bangsa, setelah halaman baru dibuka," kata sumber tersebut.
Setelah berita tentang pertemuan itu menyebar, kantor PM Bennett menghubungi orang-orang Yordania dan mengatakan kepada mereka bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas kebocoran berita pertemuan tersebut.
Seorang juru bicara Kedutaan Besar Yordania di Amerika Serikat menolak permintaan komentar mengenai masalah tersebut.
Hubungan dengan Yordania telah memburuk dalam beberapa tahun terakhir, di mana Netanyahu dituduh mengabaikan hubungan kedua negara. Selama beberapa tahun terakhir, Yordania telah memutus akses Israel ke dua kantong pertanian yang disewa sebagai bagian dari kesepakatan damai 1994 antara kedua negara tersebut, dan telah menjadi suara utama menentang tindakan Israel di Temple Mount.
Baca Juga
Awal tahun ini, ketegangan meledak setelah Amman menunda sebuah pesawat yang dijadwalkan untuk membawa Netanyahu ke Uni Emirat Arab, seolah-olah sebagai tanggapan atas Putra Mahkota Yordania Hussein yang membatalkan perjalanan ke Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, karena ketidaksepakatan mengenai pengaturan keamanan.
Perdana menteri Israel saat itu, yang terpaksa membatalkan perjalanannya ke Abu Dhabi, berusaha menutup wilayah udara Israel untuk penerbangan Yordania sebagai pembalasan.
Selama Operasi Penjaga Tembok—perang 11 hari dengan Hamas—pada bulan Mei, Parlemen Yordania menyerukan dengan suara bulat untuk mengusir duta besar Israel untuk Amman, sebagai protes atas “kejahatan” Israel terhadap warga Palestina.
Raja Abdullah saat itu mengatakan; "Tindakan provokatif Israel terhadap Palestina menyebabkan eskalasi saat ini dan menambah lebih banyak ketegangan di kawasan ini.”
Raja Abdullah sendiri dijadwalkan bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Gedung Putih pada 19 Juli. Menurut juru bicara Gedung Putih Jen Psaki, keduanya akan membahas peran kepemimpinan Yordania dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda