Aduh, Salah Kursi! Netanyahu Duduk di Kursi Perdana Menteri setelah Kalah Voting

Selasa, 15 Juni 2021 - 06:07 WIB
Benjamin Netanyahu diminta pindah dari kursi perdana menteri di parlemen Israel setelah kalah voting. Foto/bbc
TEL AVIV - Terjadi adegan yang memalukan bagi Benjamin Netanyahu setelah dia kalah dalam pemungutan suara untuk menetapkan pemerintahan baru Israel .

Setelah voting yang menegaskan kekalahannya, Benjamin Netanyahu justru duduk kembali di kursi perdana menteri (PM) yang bukan lagi miliknya.

Netanyahu yang saat itu juga menjadi mantan perdana menteri Israel itu segera diingatkan bahwa dia perlu pindah dari kursi perdana menteri ke kursi oposisi di parlemen tersebut.





Dia pun dengan wajah malu mengikuti permintaan seorang anggota parlemen yang mengingatkannya untuk berdiri lagi dan meninggalkan kursi yang telah lama didudukinya tersebut.



Video salah duduk itu pun segera beredar di sejumlah outlet media internasional, termasuk BBC.



Benjamin Netanyahu dilengserkan dari jabatan perdana menteri Israel setelah 12 tahun berkuasa. Satu suara di Parlemen atau Knesset menjadi penentu tamatnya rezim Netanyahu pada Minggu.

Pemerintah baru didukung oleh 60 dari 120 anggota Parlemen, sementara 59 memilih menentang pembentukan pemerintah baru.

Satu-satunya anggota parlemen yang abstain adalah Said al-Harumi, dari partai United Arab List yang pro-Palestina.

Sementara itu, kelompok-kelompok di Palestina tidak banyak berharap perubahan dalam pemerintahan baru Israel.

Mereka mengatakan Perdana Menteri (PM) baru Israel Naftali Bennett kemungkinan akan menerapkan agenda sayap kanan yang sama seperti pendahulunya, Benjamin Netanyahu.

Kantor Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut pemungutan suara parlemen Israel pada Minggu sebagai "urusan internal Israel".

Adapun kelompok-kelompok di daerah Jalur Gaza berjanji terus memperjuangkan hak-hak Palestina. Gaza telah berada di bawah blokade udara, darat dan laut Israel sejak 2007.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Palestina mengeluarkan pernyataan yang mengatakan "tidak akurat" untuk menyebut pemerintah koalisi Bennett sebagai "pemerintah perubahan" kecuali ada perubahan signifikan dalam posisinya pada hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri dan pembentukan negara merdeka yakni negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Bennett, yang memimpin partai ultra-nasionalis Yamina, menggambarkan dirinya sebagai “lebih sayap kanan” daripada Netanyahu.

Bennett mengatakan pembentukan negara Palestina akan menjadi “bunuh diri” bagi Israel. Dia juga menyerukan pencaplokan sebagian besar Tepi Barat yang diduduki Israel.

Sebagai perdana menteri, jutawan mantan pengusaha teknologi tinggi itu memimpin koalisi dari sayap kanan, kiri dan tengah politik.

Analis mengatakan pemerintah Bennett kemungkinan akan menghindari langkah besar pada isu-isu panas seperti kebijakan terhadap Palestina dan sebaliknya fokus pada reformasi domestik.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More