Penderitaan RS di Gaza, Belum Tuntas Pandemi Covid-19, Datang Serangan Israel
Senin, 07 Juni 2021 - 05:00 WIB
GAZA - Beberapa pekan yang lalu, sistem kesehatan yang lemah di Jalur Gaza sedang berjuang dengan lonjakan kasus virus Corona yang tak terkendali. Pihak berwenang membersihkan ruang operasi rumah sakit, menangguhkan perawatan yang tidak penting dan memindahkan dokter kepada pasien yang mengalami kesulitan bernapas.
Kemudian, bom mulai berjatuhan. Serangan udara Israel tidak henti-hentinya menghantam kota yang sudah berada dalam blokade selama satu dekade tersebut.
Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 200 warga Palestina, termasuk anak-anak dan wanita. Serangan udara telah menggempur apartemen, meledakkan mobil dan merobohkan gedung.
Para dokter di seluruh daerah kantong pantai yang padat sekarang merelokasi tempat tidur unit perawatan intensif dan berjuang untuk mengatasi krisis kesehatan yang sangat berbeda, merawat luka ledakan dan pecahan peluru, luka perban, dan melakukan amputasi.
Kerabat yang putus asa tidak menunggu ambulans, bergegas membawa mereka yang terluka dengan mobil atau berjalan kaki ke Rumah Sakit Shifa, yang terbesar di wilayah itu. Dokter yang kelelahan bergegas dari pasien ke pasien, dengan panik membalut luka pecahan peluru untuk menghentikan pendarahan. Yang lainnya berkumpul di kamar mayat rumah sakit, menunggu dengan tandu untuk mengeluarkan mayat untuk dimakamkan.
Di Rumah Sakit Indonesia di abaliya, klinik meluap setelah bom jatuh di dekatnya. Darah ada di mana-mana, dengan korban tergeletak di lantai lorong. Kerabat memadati UGD, berteriak mencari orang yang dicintai dan mengutuk Israel.
"Sebelum serangan militer, kami mengalami kekurangan besar dan hampir tidak dapat menangani gelombang kedua (virus). Sekarang korban datang dari segala arah, korban sangat kritis," kata pejabat Kementerian Kesehatan Gaza, Abdelatif al-Hajj seperti dilansir Al Arabiya.
Kemudian, bom mulai berjatuhan. Serangan udara Israel tidak henti-hentinya menghantam kota yang sudah berada dalam blokade selama satu dekade tersebut.
Serangan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 200 warga Palestina, termasuk anak-anak dan wanita. Serangan udara telah menggempur apartemen, meledakkan mobil dan merobohkan gedung.
Para dokter di seluruh daerah kantong pantai yang padat sekarang merelokasi tempat tidur unit perawatan intensif dan berjuang untuk mengatasi krisis kesehatan yang sangat berbeda, merawat luka ledakan dan pecahan peluru, luka perban, dan melakukan amputasi.
Kerabat yang putus asa tidak menunggu ambulans, bergegas membawa mereka yang terluka dengan mobil atau berjalan kaki ke Rumah Sakit Shifa, yang terbesar di wilayah itu. Dokter yang kelelahan bergegas dari pasien ke pasien, dengan panik membalut luka pecahan peluru untuk menghentikan pendarahan. Yang lainnya berkumpul di kamar mayat rumah sakit, menunggu dengan tandu untuk mengeluarkan mayat untuk dimakamkan.
Di Rumah Sakit Indonesia di abaliya, klinik meluap setelah bom jatuh di dekatnya. Darah ada di mana-mana, dengan korban tergeletak di lantai lorong. Kerabat memadati UGD, berteriak mencari orang yang dicintai dan mengutuk Israel.
"Sebelum serangan militer, kami mengalami kekurangan besar dan hampir tidak dapat menangani gelombang kedua (virus). Sekarang korban datang dari segala arah, korban sangat kritis," kata pejabat Kementerian Kesehatan Gaza, Abdelatif al-Hajj seperti dilansir Al Arabiya.
tulis komentar anda