Festival Indonesia Pertama di Scotts Head Australia Mempesona Warga Lokal

Senin, 31 Mei 2021 - 23:01 WIB
Chef Nunik, diaspora pengajar Bahasa Indonesia mengenalkan kekayaan kuliner nusantara dalam acara budaya bertajuk ASYIK Indonesian Arts Festival di Australia. Foto/kbri australia
CANBERRA - Kota kecil yang terletak di pantai utara tengah Australia dengan penduduk ‘hanya’ sekitar 5.000 jiwa, pada Minggu, 30 Mei 2021 lalu mendadak menjadi ramai ketika dihelat acara budaya bertajuk ASYIK Indonesian Arts Festival.

Acara dibuka Mohammad Syarif Alatas, Wakil Duta Besar RI yang berkedudukan di ibukota Canberra, sekitar 800 km dari tempat acara.



Pada sambutannya, Bapak Syarif menyampaikan harapannya festival ini akan mampu menghadirkan Indonesia secara lebih dekat dan lebih hangat kepada Scotts Head, mempromosikan kekayaan ragam budaya Indonesia.





Selanjutnya diharapkan festival ini dapat menjadi acara rutin tahunan untuk memperkuat people-to-people contacts Indonesia Australia.





Penyelenggaraan festival ini dimotori Scotts Head Public School di bawah pimpinan Ibu Ani, yang merupakan nama akrab dari Mrs Annette Balfour selaku Kepala Sekolah.



Sekolah ini sejak 12 tahun lalu telah mengajarkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa asing, dan bahkan telah meningkatkan statusnya sebagai bilingual school yaitu Inggris (bahasa ibu) dan Indonesia.

Ajang budaya besar ini juga didukung Mackville High School, Stuart's Point PS, dan Eungai Pree School yang masing-masing mengajarkan Bahasa Indonesia.

Dengan didukung para tenaga pengajar baik penutur asli maupun guru berkewarganegaraan Australia, para murid diperkenalkan tentang Indonesia secara utuh sejak dini.

Tidak hanya belajar berbicara Bahasa, anak-anak juga belajar seni, budaya tradisional hingga musik pop terkini dari Indonesia dengan metode inovatif.

Panggung utama festival yang digelar di Scotts Head Reserve Park bertempat di tepi pantai secara maraton dari pukul 10 pagi hingga 3 sore menampilkan aneka performance yang didukung lebih dari 120 penampil yang terdiri dari pelajar dan relawan warga Australia.

Tampilan seni budaya tradisional tersebut antara lain Tari Saman-Aceh, tari piring-Sumbar, Jaipong-abar, Wayang kulit-Jateng, Tari Topeng-Bali, fashion show berbagai pakaian adat menyedot perhatian seluruh pengunjung, dan ditutup dengan tampilan band kolaborasi Indonesia-Australia yang berhasil menghipnotis para penonton.

Secara spontan sebagian pengunjung (dari total mencapai 800 orang) turut berjoget mengikuti alunan irama musik hingga akhir.

Di samping itu, stan pameran dipenuhi dengan aneka ragam kuliner Indonesia yang sangat digemari antara lain bakso, sate, kari ayam, soto, dan penganan ringan lainnya.

Tampak sejumlah antrean mengular sebagai tanda antusisme pengunjung akan masakan khas Indonesia, terutama sate ayam.

Tak kalah ramainya adalah stan pameran produk Indonesia yang sengaja didesain khusus oleh Atase Perdagangan dan Tim KBRI Canberra yang menampilkan produk ekspor Indonesia ke Australia, antara lain teh botol, kopi kapal api, sepatu Prabu, produk fashion, ekonomi kreatif, sambal, berbagai bumbu jadi Indonesia, dan produk kemasan lainnya.

Ibu Alfira O’Sullivan, direktur festival yang juga seorang guru dan seniman, dalam keterangannya juga menyampaikan harapan agar Indonesia makin dekat di hati dan bahkan Scotts Head dapat menjadi semacam Kampung Indonesia di Negeri Kanguru.

Pada sesi demo masak, panitia menampilkan Chef Nunik, salah seorang diaspora pengajar Bahasa Indonesia melalui pengenalan kekayaan kuliner nusantara. Chef Nunik mendemokan cara memasak mie goreng telur khas Indonesia sambil memperkenalkan dari bahan hingga bumbu jadi yang sudah tersedia di stan produk Indonesia. Demo masak dipadati para peminat lokal yang tampak tak sabar lagi ingin mencoba sendiri di rumah.

Kesuksesan festival yang baru dihelat untuk kali pertama di Scotts Head ini tak lepas dari semangat gotong royong masyarakat, diaspora Indonesia yang menetap di berbagai kota di negara bagian NSW, Queensland dan ACT yang berjarak ratusan km, serta pemerintah bahkan penduduk warga Australia setempat yang telah menganggap Indonesia sebagai saudara terdekat.

Komunitas diaspora Indonesia beranggotakan para perantau Indonesia yang telah berkeluarga dengan warga Australia tanpa memandang apakah mereka masih memegang paspor Indonesia atau tidak lagi, namun kecintaan dan kerinduan mereka akan Indonesia tetaplah sama.

Demikian pula kegigihan bergotong royong dalam mensukseskan acara.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More