Tsunami COVID-19 di India: Rumah Sakit Penuh, Korban Dirawat di Mobil Pribadi
Selasa, 27 April 2021 - 14:24 WIB
NEW DELHI - Di tengah krisis oksigen untuk menyelamatkan nyawa, keluarga di India harus berjuang sendiri untuk mengangkut kerabatnya yang menderita COVID-19 dari rumah sakit ke rumah sakit lain untuk mendapatkan perawatan saat gelombang infeksi yang menghancurkan melanda negara itu.
Sebuah laporan Sky News menunjukkan antrean mobil yang membawa orang sakit dan kerabat mereka yang putus asa untuk mendapatkan tabung oksigen yang disediakan oleh kuil Sikh di Delhi timur. Miris, usaha mereka terlalu sering berahir dengan duka.
Seorang pria terlihat mengemudi dengan seorang kerabatnya yang meninggal di kursi belakang.
Sementara itu keluarga Abu Sadat, seorang pemuda yang sangat sakit, menangis di jalan saat mereka memberinya oksigen di belakang mobil dan menyaksikan dia melemah. Kakaknya memberinya kompresi dada.
Mereka telah mencoba membawanya ke rumah sakit selama delapan hari.
Ditanya tentang kondisi Sadat dan kebutuhan untuk membawanya ke rumah sakit, saudara laki-lakinya hanya menjawab: "tidak ada tempat tidur lagi di rumah sakit," sambil berbalik untuk merawat pria itu seperti dikutip dari TVNZ, Selasa (27/4/2021).
Untuk hari keempat berturut-turut, India kemarin mencetak rekor harian global infeksi virus Corona baru , didorong oleh varian baru berbahaya yang muncul di negara itu. Lonjakan tersebut telah merusak klaim prematur pemerintah atas kemenangan terhadap pandemi.
Tercatat 349.691 infeksi baru membuat total kasus di India menjadi lebih dari 16,9 juta, tepat di belakang Amerika Serikat (AS).
Kementerian Kesehatan India melaporkan 2.767 kematian lainnya dalam 24 jam terakhir, mendorong kematian di India menjadi 192.311.
Pejabat kesehatan India berjuang untuk memperluas unit perawatan kritis dan menyimpan persediaan oksigen yang semakin menipis.
Rumah sakit dan pasien sama-sama berjuang untuk mendapatkan peralatan medis langka yang dijual di pasar gelap dengan markup yang gila-gilaan.
Drama ini sangat kontras dengan klaim pemerintah bahwa tidak ada seorang pun di negara itu yang kekurangan oksigen, dalam pernyataan yang dibuat hari Sabtu lalu oleh Jaksa Agung India Tushar Mehta di hadapan Pengadilan Tinggi Delhi.
Kondisi ini merupakan kegagalan besar bagi negara yang perdana menterinya pada bulan Januari lalu telah mengumumkan kemenangan atas COVID-19, dan membanggakan diri sebagai "apotek dunia", produsen vaksin global dan model bagi negara berkembang lainnya.
Terkejut dengan lonjakan mematikan terbaru, pemerintah India telah meminta para industrialis untuk meningkatkan produksi oksigen dan obat-obatan penyelamat hidup lainnya yang kekurangan pasokan. Tetapi para ahli kesehatan mengatakan India memiliki waktu satu tahun penuh untuk mempersiapkan hal yang tak terhindarkan dan ternyata tidak.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, menghadapi kritik yang meningkat karena mengizinkan festival Hindu dan menghadiri rapat umum pemilihan umum besar-besaran yang menurut para ahli mempercepat penyebaran infeksi.
Tawaran bantuan pun berdatangan dari Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Bantuan dan dukungan juga ditawarkan dari musuhnya, Pakistan, dengan politisi dan warga di negara tetangga itu mengungkapkan solidaritas.
Sebuah laporan Sky News menunjukkan antrean mobil yang membawa orang sakit dan kerabat mereka yang putus asa untuk mendapatkan tabung oksigen yang disediakan oleh kuil Sikh di Delhi timur. Miris, usaha mereka terlalu sering berahir dengan duka.
Seorang pria terlihat mengemudi dengan seorang kerabatnya yang meninggal di kursi belakang.
Sementara itu keluarga Abu Sadat, seorang pemuda yang sangat sakit, menangis di jalan saat mereka memberinya oksigen di belakang mobil dan menyaksikan dia melemah. Kakaknya memberinya kompresi dada.
Mereka telah mencoba membawanya ke rumah sakit selama delapan hari.
Ditanya tentang kondisi Sadat dan kebutuhan untuk membawanya ke rumah sakit, saudara laki-lakinya hanya menjawab: "tidak ada tempat tidur lagi di rumah sakit," sambil berbalik untuk merawat pria itu seperti dikutip dari TVNZ, Selasa (27/4/2021).
Untuk hari keempat berturut-turut, India kemarin mencetak rekor harian global infeksi virus Corona baru , didorong oleh varian baru berbahaya yang muncul di negara itu. Lonjakan tersebut telah merusak klaim prematur pemerintah atas kemenangan terhadap pandemi.
Tercatat 349.691 infeksi baru membuat total kasus di India menjadi lebih dari 16,9 juta, tepat di belakang Amerika Serikat (AS).
Kementerian Kesehatan India melaporkan 2.767 kematian lainnya dalam 24 jam terakhir, mendorong kematian di India menjadi 192.311.
Pejabat kesehatan India berjuang untuk memperluas unit perawatan kritis dan menyimpan persediaan oksigen yang semakin menipis.
Rumah sakit dan pasien sama-sama berjuang untuk mendapatkan peralatan medis langka yang dijual di pasar gelap dengan markup yang gila-gilaan.
Drama ini sangat kontras dengan klaim pemerintah bahwa tidak ada seorang pun di negara itu yang kekurangan oksigen, dalam pernyataan yang dibuat hari Sabtu lalu oleh Jaksa Agung India Tushar Mehta di hadapan Pengadilan Tinggi Delhi.
Kondisi ini merupakan kegagalan besar bagi negara yang perdana menterinya pada bulan Januari lalu telah mengumumkan kemenangan atas COVID-19, dan membanggakan diri sebagai "apotek dunia", produsen vaksin global dan model bagi negara berkembang lainnya.
Terkejut dengan lonjakan mematikan terbaru, pemerintah India telah meminta para industrialis untuk meningkatkan produksi oksigen dan obat-obatan penyelamat hidup lainnya yang kekurangan pasokan. Tetapi para ahli kesehatan mengatakan India memiliki waktu satu tahun penuh untuk mempersiapkan hal yang tak terhindarkan dan ternyata tidak.
Perdana Menteri India, Narendra Modi, menghadapi kritik yang meningkat karena mengizinkan festival Hindu dan menghadiri rapat umum pemilihan umum besar-besaran yang menurut para ahli mempercepat penyebaran infeksi.
Tawaran bantuan pun berdatangan dari Inggris, Uni Eropa, dan Amerika Serikat.
Bantuan dan dukungan juga ditawarkan dari musuhnya, Pakistan, dengan politisi dan warga di negara tetangga itu mengungkapkan solidaritas.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda